Penurunan Penduduk Miskin belum Sebanding dengan Besaran APBD
Jumlah penduduk miskin di Provinsi Aceh pada September 2019 sebanyak 810.000 orang atau turun sebanyak 21.000 orang dibandingkan September 2018. Penurunan dinilai belum sebanding dengan APBD Aceh sebesar Rp 17,3 T.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS – Jumlah penduduk miskin di Provinsi Aceh pada September 2019 sebanyak 810.000 orang atau turun sebanyak 21.000 orang dibandingkan September 2018 sebanyak 831.000 orang. Penurunan tidak mencapai satu persen sesuai target rencana pembangunan jangka menengah. Penurunan juga dinilai belum sebanding dengan besaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Aceh tahun 2019 yang mencapai Rp 17,3 triliun.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh, Wahyuddin dalam jumpa pers, Rabu (15/1/2020), di Banda Aceh mengatakan penurunan jumlah penduduk miskin sebesar 0,67 persen itu adalah dampak langsung dari program pembangunan pemerintah. “Penurunan lumayan besar, walaupun tidak mencapai 1 persen,” kata Wahyuddin. Akan tetapi, Aceh masih menjadi provinsi dengan angka kemiskinan tertinggi di Pulau Sumatera dan nomor enam secara nasional.
Warga miskin pada umum berprofesi sebagai petani dan nelayan.
Dari 810.000 orang penduduk miskin sebanyak 643.000 orang berada di pedesaan dan 167.000 berada di perkotaan. Menurut Wahyuddin, warga miskin pada umum berprofesi sebagai petani dan nelayan. Lima kabupaten kantong kemiskinan di Aceh adalah Aceh Singkil, Pidie, Aceh Utara, Bener Meriah, dan Aceh Barat.
Wahyuddin mengatakan pascatsunami dan perjanjian perdamaian, setiap tahun jumlah penduduk miskin di Aceh turun. Pada tahun 2005, satu tahun setelah tsunami angka kemiskinannya mencapai 32,60 persen. Setelah 14 tahun, pada 2019, angka kemiskinan menjadi 15,01 persen. Adapun jumlah penduduk Aceh mencapai 5,3 juta jiwa.
Juru Bicara Pemprov Aceh Saifullah Abdulgani menuturkan penurunan kemiskinan menjadi salah satu visi besar Pemprov Aceh. Menurut Saifullah, meski tidak mencapai target 1 persen, capaian 0,67 persen itu pertanda positif. “Grafiknya terus menurun, artinya kerja pemerintah menunjukkan hasil,” kata Saifullah.
Saifullah menjelaskan program seperti pembangunan rumah layak huni, jaminan kesehatan Aceh, beasiswa pendidikan, dan pemberdayaan ekonomi dirasakan manfaatnya oleh warga sehingga mendongkrak kesejahteraan. Di samping itu, keberadaan dana desa juga berkontribusi pada penurunan kemiskinan.
APBD Aceh lebih banyak dihabiskan untuk belanja aparatur daripada belanja publik. (Rustam Efendi)
Dosen Ilmu Ekonomi Universitas Syiah Kuala Rustam Efendi mengatakan penurunan kemiskinan 0,67 persen patut diapresiasi. Namun, menurut Rustam, dengan jumlah anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) Aceh yang mencapai Rp 17,3 triliun per tahun, seharusnya penurunan lebih besar.
Rustam membandingkan APBD Provinsi Aceh dengan Provinsi Bengkulu dan Lampung. Pada 2019, APBD Aceh Rp 17,3 triliun, sedangkan APBD Bengkulu Rp 3,35 triliun dan APBD Lampung Rp 7,4 triliun. “Tetapi jumlah penduduk miskin Aceh lebih tinggi daripada Bengkulu dan Lampung. Pemprov Aceh harus lebih kreatif menyusun program,” kata Rustam.
Dengan anggaran Rp 17,3 triliun dalam setahun ditambah dana desa dan dana lain dari pemerintah pusat, penurunan kemiskinan semestinya lebih dari 1 persen. Rustam mengatakan APBD Aceh lebih banyak dihabiskan untuk belanja aparatur daripada belanja publik.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Gampong Aceh Azhari Hasan mengatakan pada tahun 2020, total dana desa di Aceh mencapai Rp 5 triliun. Dana desa didorong digunakan di sektor produktif seperti pemberdayaan ekonomi warga dan badan usaha milik desa.