Kabupaten Sumba Timur mencanangkan "Sumba Timur anti DBD" pada musim penghujan tahun ini. Pencanangan didasarkan pengalaman kelam wabah demam berdarah dengue pada musim hujan 2018/2019 yang merenggut nyawa 17 anak.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS- Kabupaten Sumba Timur mencanangkan "Sumba Timur anti DBD" pada musim penghujan tahun ini. Pencanangan didasarkan pengalaman kelam wabah demam berdarah dengue pada musim hujan 2018/2019 yang merenggut nyawa 17 anak di bawah usia lima tahun sementara ratusan anak lainnya dirawat di rumah sakit.
Pos komando demam berdarah dengue (DBD) dibentuk 141 desa dan 16 kelurahan di Sumba Timur. Camat, lurah dan aparat desa akan diberi sanksi jika terdapat kasus DBD di wilayahnya. Bupati Sumba Timur Gidion Mbilijora di Kupang, Kamis (16/1/2020) mengatakan, sampai hari ini belum ada anak balita di Sumba Timur yang terdeteksi DBD.
Mbilijora mengatakan kasus DBD di Sumba Timur tahun lalu berlangsung pada November 2018-April 2019 atau selama enam bulan. Sementara bulan April sebagian besar daerah di NTT tidak lagi diguyur hujan lagi.
Pada periode itu sebanyak 17 anak balita meninggal dunia, dan 500-an anak dirawat di rumah sakit. Belajar dari pengalaman kelam itu, tahun ini Sumba Timur lebih serius menyiapkan diri menghadapi musim hujan.“Kami canangkan Sumba Timur anti DBD pada musim hujan tahun ini.
Bulan Oktober 2019 saya kumpulkan para camat dan kepala desa, membahas cara terbaik mengantisipasi DBD pada musim hujan 2019/2020 ini. Pos Komando atau Posko DBD terbentuk di 141 desa dan 16 kelurahan, dengan melibatkan bidan desa, kader Posyandu, Ketua RT/RW, dan tokoh agama setempat sebagai ujung tombak untuk sosialiasi,” kata Mbilijora.
Jika di RT/RW itu terdapat kasus DBD akan diberi sanksi berupa teguran tertulis sampai pemotongan honor bulanan kepala desa, lurah, camat, dan ketua RT/RW. (Gidion Mbiliroja)
Ia juga menerbitkan surat edaran kepada setiap kepala desa dan camat di Sumba Timur agar segera berupaya mencegah munculnya nyamuk Aedes aegypti, pembawa virus dengue. Para ketua RT/RW bertugas menjaga lingkungan masing-masing. Jika di RT/RW itu terdapat kasus DBD akan diberi sanksi berupa teguran tertulis sampai pemotongan honor bulanan kepala desa, lurah, camat, dan ketua RT/RW.
Semua saluran got air, wadah-wadah yang menyimpan air baik di dalam rumah maupun di halaman rumah, sampah-sampah, dan rerumputan di sekitar pemukiman penduduk yang diduga menjadi sarang nyamuk Aedes aegypti dibersihkan. Semua penduduk desa memiliki tanggungjawab yang sama, tidak hanya petugas kesehatan seperti musim hujan sebelumnya.
Anak-anak sekolah dasar yang ada di hampir semua desa di Sumba Timur, setiap istirahat siang diwajibkan mencari wadah kosong di setiap pekarangan penduduk yang menyimpan air hujan. Wadah itu ditanam atau dibalikan. Mereka juga memungut sampah yang beserakan di setiap pemukiman penduduk dan ruang publik.
“Sampai hari ini belum ada laporan kasus DBD. Jika dibanding dengan periode yang sama musim hujan 2019, sudah belasan anak balita meninggal dunia, dan puluhan anak dirawat di semua rumah sakit Waingapu,” kata Mbilijora.
"Jika sampai ada anak balita terserang DBD, pun harus segera diselamatkan. Jangan lagi ada korban meninggal seperti tahun sebelumnya," tambah Mbiliroja.
Sementara di Sikka, Wakil Bupati Sikka Romanus Woga mengatakan, akan melakukan pertemuan dengan Dinas Kesehatan dan instansi terkait DBD, Jumat (17/1) ini. Setelah ada laporan dari instansi teknis dalam pertemuan itu, pihaknya akan mengambil langkah lanjutan berupa pencegahan.
Kasus DBD di Sikka telah merenggut nyawa satu anak balita pekan lalu. Sebanyak 64 orang dirawat di tiga rumah sakit di Sikka. Kasus diduga akan terus bertambah.
“Pemda Sikka dan masyarakat mengupayakan agar tidak terjadi korban meninggal dunia. Masyarakat selalu diingatkan agar setiap ada kasus DBD segera dibawa ke rumah sakit terdekat,” kata Woga.
Anggota DPRD NTT Vinsen Pata mengatakan, apa yang dilakukan Pemkab Sumba Timur sudah tepat. Semestinya, semua kabupaten/kota di NTT jauh-jauh hari sudah mengantisipasi ancaman DBD ini. Masih banyak pejabat daerah hanya bisa pintar bicara tetapi belum mampu mengaplikasikan apa yang disampaikan itu.