Penyebab banjir bandang di Jorong Tanjung Sawah, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, perlu dikaji lebih rinci. Kajian perlu dilakukan agar langkah mitigasi serta penanganannya tepat sasaran.
Oleh
YOLA SASTRA
·4 menit baca
TANAH DATAR, KOMPAS — Penyebab banjir bandang di Jorong Tanjung Sawah, Nagari Padang Laweh Malalo, Kecamatan Batipuh Selatan, Tanah Datar, Sumatera Barat, perlu dikaji lebih rinci. Kajian perlu dilakukan agar langkah mitigasi serta penanganannya tepat sasaran.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Tanah Datar Thamrin Basroel, Sabtu (18/1/2020), mengatakan, pihaknya telah menurunkan tim untuk menelusuri hulu sungai di Bukit Patah Gigi, sekitar 2,8 kilometer dari lokasi banjir bandang. Tim tidak menemukan tampungan air, tetapi kondisi tanah di hulu masih labil akibat curah hujan tinggi.
”Potensi untuk banjir bandang (di Tanjung Sawah dan sekitarnya) masih besar. Kondisi tanah di bantaran daerah aliran sungai labil. Dugaan sementara, pemicu banjir bandang akibat tanah labil. Penyebab pasti harus ada kajian tim ahli,” tutur Thamrin.
Direktur Mitigasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Medi Herlianto dalam kunjungannya ke lokasi, Sabtu, mengatakan, kajian terhadap pemicu dan potensi bencana perlu dilakukan agar tindakan yang diambil tepat sasaran. Pemerintah daerah bisa menggandeng perguruan tinggi di daerah dalam melakukan kajian.
”Kajian diperlukan agar kita tidak menduga-duga penyebab bencana. Nanti ada yang salah. Hasil kajian bisa menjadi dasar pemerintah daerah mengambil tindakan dan mitigasi bencana,” ujar Medi. Dalam kesempatan itu, BNPB mengirimkan bantuan dana siap pakai Rp 250 juta.
Kasmir (66), warga Jorong Tunjung Sawah, menyebutkan, hampir tidak ada kemungkinan banjir dipicu oleh pembalakan liar. Sosok peraih Kalpataru tingkat nasional kategori Perintis Lingkungan tahun 2009 ini selalu berupaya mencegah warga merusak hutan di sekitar perbukitan dekat Danau Singkarak.
Kasmir berpendapat, banjir bandang dipicu faktor geografis daerah perbukitan dan curah hujan tinggi. ”Di Bukit Patah Gigi, ada air terjun. Saat debit air tinggi, bendungan penampung air terjun bergetar dan memicu longsoran di sekitarnya,” ucap Kasmir, yang juga anggota kelompok siaga bencana setempat.
Sementara itu, Wakil Gubernur Sumbar Nasrul Abit meminta pemerintah kabupaten/kota menyediakan anggaran untuk penelitian potensi bencana di daerah masing-masing. Sembilan belas kabupaten/kota di Sumbar memiliki potensi bencana.
”Kami meminta bupati/wali kota masing-masing menganggarkan penelitian terkait potensi bencana. Kalau ada pembalakan liar, harus dihentikan. Kalau faktor lain, harus dicari solusinya. Ini perlu dilakukan untuk menghindarkan warga menjadi korban,” tutur Nasrul.
Thamrin melanjutkan, Pemerintah Kabupaten Tanah Datar menetapkan masa tanggap darurat bencana selama tujuh hari sejak Sabtu, 18 Januari. Selama masa tanggap darurat, petugas dan warga membersihkan lingkungan dari material banjir bandang dan memulihkan kondisi lingkungan.
Pada hari kedua, petugas fokus menormalkan kembali aliran Sungai Ampu yang tersumbat oleh material lumpur, batu, dan kayu. Pada Sabtu sore, aliran air ke Danau Singkarak yang sebelumnya bergeser ke samping rumah warga dan melewati badan jalan sudah kembali ke jalur sungai.
Sementara jalan selingkar Danau Singkarak yang sebelumnya terputus akibat tertutup material banjir bandang sepanjang sekitar 400 meter sudah terbuka. Namun, hingga Sabtu sore, lalu lintas masih tersendat karena terhalang alat berat.
Petugas dan warga secara bergotong royong juga membersihkan kantor jorong, rumah, dan fasilitas lain yang tertimbun material banjir bandang pada Jumat pagi.
Banjir bandang di Tanah Datar menyebabkan kerusakan 12 bangunan. Sebanyak 4 rumah rusak berat, 3 rumah rusak ringan, 1 bengkel rusak berat, 1 warung rusak berat, 1 toko perabot rusak berat, 1 kantor PDAM rusak berat, dan kantor jorong rusak sedang.
Selain kerusakan bangunan, banjir bandang juga membuat sejumlah sepeda motor, mobil, hasil pertanian, perhiasan, dan surat-surat berharga warga rusak atau hilang. ”Petugas dan dinas terkait masih mendata taksiran kerugian akibat kejadian ini. Sejauh ini, belum ada angka taksiran kerugian,” ujar Thamrin.
Sementara itu, empat keluarga dengan delapan jiwa mengungsi ke rumah sanak saudara mereka akibat kejadian ini. Satu anak usia dua tahun juga dilaporkan luka ringan.
Nasrul meminta pemkab segera merencanakan pemindahan rumah keluarga terdampak. Pembangunan hunian diperkirakan tak butuh waktu lama karena jumlah rumah rusak relatif sedikit.
”Karena rumah yang rusak sedikit, jangan terlalu lama (direlokasi). Sebab, saat ini warga terdampak menumpang pada sanak saudara mereka,” ucap Nasrul.