TANAH DATAR, KOMPAS —Pemerintah Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, menetapkan status siaga darurat bencana setelah banjir bandang, Jumat (17/1/2020) pukul 05.00-06.00. Status kedaruratan awal ditetapkan hingga tujuh hari ke depan.
Jumat siang, petugas dibantu warga membersihkan material sisa banjir bandang yang melanda permukiman di Jorong Tanjung Sawah, Nagari Padang Laweh Malalo, Kecamatan Batipuh Selatan, Tanah Datar. Empat alat berat dikerahkan untuk membersihkan batu, lumpur, dan kayu.
Hingga Jumat malam, jalan selingkar Danau Singkarak yang tertimbun material sepanjang 400 meter hampir selesai dibersihkan. Namun, akses jalan masih terhambat tanggul di jalan. Petugas mengeruk Sungai Ampu yang dipenuhi lumpur, kayu, dan batu di sekitar jembatan. Material itu menghambat aliran air ke danau.
Wakil Bupati Tanah Datar Zuldafri Darma, Jumat sore, mengatakan, petugas sedang menginventarisasi kerugian. ”Selama masa tanggap darurat, petugas antara lain membersihkan material banjir bandang, memulihkan infrastruktur yang rusak, dan mendeteksi bahaya bencana susulan,” katanya.
Banjir Bandang setidaknya menyebabkan kerusakan 12 bangunan.
Data BPBD Tanah Datar, banjir bandang menyebabkan empat keluarga dengan delapan jiwa mengungsi ke tempat saudara. Satu anak usia dua tahun dilaporkan terluka. Banjir Bandang setidaknya menyebabkan kerusakan 12 bangunan.
Bangunan itu terdiri dari 4 rumah rusak berat, 3 rumah rusak ringan, 1 bengkel rusak berat, 1 warung rusak berat, 1 toko perabot rusak berat, 1 kantor PDAM rusak berat, dan kantor Desa Jorong rusak sedang. Selain itu mobil, sepeda motor, dan sejumlah ternak warga juga terseret.
Curah hujan
Banjir bandang melanda permukiman warga di Jorong Tanjung Sawah, Jumat pagi. Aliran air Sungai Ampu dari arah perbukitan meluap ke arah Danau Singkarak. Kasmir (66), warga sekitar, mengatakan, hujan deras sejak pukul 03.00. Sebelum banjir bandang datang, warga sudah mengungsi ke lapangan bola. ”Warga waspada melihat curah hujan tinggi,” kata anggota Kelompok Siaga Bencana Nagari Padang Laweh Malalo itu.
Tim mencari tahu pemicu banjir bandang dan risiko bencana susulan.
Kepala Pelaksana BPBD Tanah Datar Thamrin Basroel mengatakan, BPBD menurunkan tim dibantu polisi dan warga menelusuri hulu sungai di daerah perbukitan. Tim mencari tahu pemicu banjir bandang dan risiko bencana susulan.
Adapun Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Sumbar Rumainur mengatakan, selain curah hujan tinggi, kemungkinan besar banjir bandang disebabkan adanya tampungan air di kawasan hulu atau bukit. Saat hujan, tampungan air itu jebol dan menghanyutkan berbagai material ke hilir.
Saat ini, semua kabupaten/kota di Sumbar masih status siaga darurat bencana hingga akhir Februari 2020 sejalan dengan prediksi BMKG terkait curah hujan. Selama masa siaga darurat bencana, BPBD kabupaten/kota dan dinas terkait menyiapkan sumber daya dan peralatan.
Menurut Kasmir, banjir bandang beberapa kali terjadi di sekitar lokasi. Seingat dia, sejak 1960-an ada empat kali banjir bandang, yaitu 1960-an, 1975, 2004, dan 2020. Banjir bandang terparah terjadi 1960-an yang merusak 11 rumah dan satu sekolah.
Wali Nagari Padang Laweh Malalo Akhyari mengatakan, beberapa waktu lalu kelompok pemuda setempat mengecek kawasan hulu sungai dan membersihkan material yang menghambat aliran Sungai Ampu. ”Namun, banjir bandang tetap terjadi,” katanya. (JOL)