Kawasan wisata Baturraden, Jawa Tengah, menambah daya tariknya dengan membuka Curug Tirta Sela, Minggu (19/1/2020).
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
PURWOKERTO, KOMPAS — PT Palawi Risorsis, anak perusahaan Perum Perhutani yang bergerak di bidang pariwisata, membuka obyek wisata Curug Tirta Sela, Minggu (19/1/2020). Air terjun yang berada di kawasan Baturraden, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, itu merupakan aliran sungai purba yang keluar dari sela-sela dinding batuan.
”Tirta itu air. Sela itu batu. Jadi, tirta sela artinya air yang memancar dari batu. Alirannya sepanjang tahun. Kami sudah melihat dan membuktikan pada kemarau tahun lalu sampai Desember, debet airnya tidak berkurang,” kata Direktur PT Perhutani Alam Wisata atau Palawi Risorsis Wawan Triwibowo.
Ketika curah hujan tinggi, air terjunnya juga muncul dari atas dengan ketinggian 60 meter.
Wawan menyampaikan, aliran sungai pada curug ini merupakan sungai purba yang tertutup larva dari Gunung Slamet. ”Sungai di atas sana adalah sungai purba yang pada saat letusan Gunung Slamet tertutup larva sehingga aliran sungainya masih ada di bawah larva yang sudah membatu,” papar Wawan.
Aliran air yang muncul dari dinding batu berada di ketinggian 14 meter. Total tinggi tebing batuan ini mencapai 60 meter. ”Ketika curah hujan tinggi, air terjunnya juga muncul dari atas dengan ketinggian 60 meter. Kalau yang tetap (mengucur) ini tingginya 14 meter,” tuturnya.
Untuk bisa menikmati curug ini, pengunjung hanya perlu membeli tiket terusan yang bisa digunakan untuk menikmati sejumlah tempat wisata lainnya, seperti Taman Labirin, Wana Wisata, Pancuran 7, dan Kebun Raya Baturraden dengan harga Rp 25.000 per orang.
Untuk mencapai lokasi ini, pengunjung harus berjalan kaki sekitar 500 meter. Akses jalan setapak cukup lebar dan meniti tepian batuan terjal. Pagar pengaman dan tangga dari besi pun sudah dipasang untuk mempermudah pengunjung. Namun, pada beberapa titik, jalan menurun curam dan ada juga yang menanjak terjal. Tenaga ekstra dibutuhkan di titik tersebut.
Jika melanggar, akan dikenai denda sebesar Rp 200.000.
Pengunjung yang hendak ke obyek wisata ini pun diminta untuk tidak merokok serta menjaga kebersihan lingkungan. ”Sejak awal, kami mengedukasi pengunjung untuk menjaga lingkungan. Jika melanggar, akan dikenai denda sebesar Rp 200.000,” kata Direktur Utama PT Palawi Risorsis Lucy Mardijana.
Lucy menyampaikan, PT Palawi Risorsis tahun ini menargetkan pendapatan Rp 35 miliar dari pengelolaan wisata di Jawa Tengah, yaitu di Baturraden seluas 68 hektar dan di Jawa Timur, yaitu di Coban Rondo, Malang, seluas 192 hektar. Selain membuka Curug Tirta Sela ini, pada 2020 akan dilakukan pengembangan kawasan wisata, seperti Pancuran 3 dan Pancuran 7 Baturraden.
Menurut Lucy, air panas alami yang berasal dari Pancuran 3 akan ditarik ke bawah untuk kolam rendam masal, seperti konsep Onsen (Jepang). ”Kemudian, Pancuran 7 akan dikembangkan jadi kolam rendam yang ke arah privat. Nanti, tidak lagi berupa mass tourism (wisata massal), jadi agak meningkat untuk orang-orang tertentu,” tuturnya.
Komisaris Utama PT Palawi Risorsis Riffa Juffiasari menyampaikan, pembukaan Curug Tirta Sela ini bertujuan mengembangkan potensi wisata yang ada di sekitar Baturraden. ”Ini destinasi baru yang bisa menghasilkan keuntungan untuk perusahaan dan juga masyarakat sekitar,” kata Riffa.
Direktur Pengembangan Bisnis dan Pemasarana Perum Perhutani Bambang Catur Wahyudi menyebutkan, di Jawa terdapat sekitar 1.000 tempat wisata yang ada di kawasan Perhutani. Mayoritas pengelolaan melalui pemberdayaan masyarakat lewat LMDH (lembaga masyarakat desa hutan).
”Wisata ini membutuhkan peran masyarakat, pertama untuk menjaga dan kedua ada kegiatan ekonomi masyarakat. Kemudian, sharing (pembagian) ke Perhutani hanya sekitar maksimal 20-25 persen dari total pendapatan. Tahun 2019, angkanya sekitar Rp 200 miliar dan pada 2020 ini angkanya ditingkatkan jadi Rp 290 miliar,” papar Bambang.
Selain memberdayakan masyarakat untuk wisata, lanjut Bambang, Perum Perhutani juga mengupayakan kelestarian lingkungan dengan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia untuk memitigasi bencana alam di kawasan Perhutani.
”Kami juga memetakan seluruh kawasan Perum Perhutani dari aspek kerentanan pergerakan tanah. Semua aspek perencanaan, pengelolaan, dan pengawasan kita arahkan ke situ. Tiga hal yang biasanya menjadi pemicu, yaitu jenis tanah, curah hujan, dan kelerengan,” tuturnya.