Ulang Tahun Berkado Petaka
Sebagian warga di Jorong Tanjung Sawah tak menduga banjir bandang bakal melanda permukiman mereka. Terpaan material lumpur, bebatuan, dan pokok kayu justru menjadi alarm yang membangunkan tidur para korban.
Sebagian warga di Jorong Tanjung Sawah tak menduga banjir bandang bakal melanda permukiman mereka. Terpaan material lumpur, bebatuan, dan pokok kayu justru menjadi alarm yang membangunkan tidur para korban.
Neni Sri Mulyati tidak menyangka petaka akan menjadi kado ulang tahunnya yang ke-38 pada Jumat pagi. Semua harta hasil jerih payahnya sebagai pengusaha toko kelontong bersama suami raib diseret banjir bandang Sungai Ampu yang bermuara ke Danau Singkarak di Nagari Padang Laweh Malalo, Kecamatan Batipuh Selatan, Tanah Datar, Sumatera Barat.
Banjir bandang itu terjadi tiba-tiba. Bencana datang sekitar pukul 05.00, Jumat, (17/1/2010) ketika sebagian warga masih ada yang terlelap. Namun, sejak tengah malam, sebenarnya alam sudah memberikan tanda-tanda. Hujan dengan intensitas tinggi turun tanpa henti.
"Cobaan ini teguran dari Tuhan soal kesalahan selama ini. Introspeksi. Mungkin salah saya banyak," kata Neni, berusaha memetik hikmah, Sabtu (18/1).
Sabtu sore itu, Neni tampak lelah. Ia duduk di bangku di depan sebuah rumah kosong. Di hadapannya, bertumpuk berbagai benda, seperti pakaian, keranjang, dan karpet. Semuanya basah bergelimang lumpur. Ada pula satu dua karung kayu manis di pojok rumah.
Cuma itu harta benda Neni yang tersisa sehabis banjir. Rumah semi permanen yang persis berada di seberang jalan selingkar Danau Singkarak itu nyaris tak bersisa. Sebelum dibersihkan petugas dan warga, puing-puing rumah Neni rata dengan tanah.
Dengan mata berkaca-kaca, Neni berusaha menceritakan kejadian pagi itu. Ia dan suami terbangun oleh suara material banjir bandang yang menerpa rumah. Ketika pintu depan dibuka, sekitar rumah nyaris dikepung lumpur.
Tanpa pikir panjang dan hanya membawa pakaian dan harta yang ada di badan, Neni dan suami nekad menerobos material banjir menyelamatkan diri. Mereka mengungsi ke ladang tetangga yang relatif tinggi.
Baca juga : Banjir Bandang Rusak Rumah di Tanah Datar
Kebetulan beberapa hari terakhir kedua putra Neni yang duduk di kelas V dan VI SD menginap di rumah neneknya di Jorong Guguak, Nagari Guguak Malalo, Kecamatan Batipuh Selatan. Keduanya, mengikuti program sekolah sore, lebih enak berangakt berangkat dari rumah neneknya yang dekat dengan sekolah.
"Kalau mereka menginap di sini saat kejadian, saya tidak tahu apa yang akan terjadi," ujar Neni. Sekarang, Neni sekeluarga mengungsi di rumah ibunya di Jorong Guguak.
Selain merusak rumah, banjir bandang juga meluluhlantakkan gudang penyimpanan dagangan Neni. Berbagai dagangan kelontong, seperti tepung, gula, dan garam hanyut terseret. Begitu pula halnya dengan nasib dagangan hasil bumi, seperti kayu manis, cengkeh, dan damar.
Mobil Honda Freed dan sepeda motor milik Neni juga tak luput dari terjangan banjir bandang. Bangkai mobil itu tenggelam di Danau Singkarak, tetapi berhasil dievakuasi dalam kondisi rusak. Sepeda motor juga ditemukan terdampar rusak di tepian danau.
"Kerugian saya sekitar Rp 250-an juta. Rinciannya mobil, sepeda motor, emas 20 emas (1 emas setara 2,5 gram), cengkeh, kulit manis, damar, perabot rumah, barang dagangan, rumah, dan gudang," ujar Neni.
Meskipun demikian, Neni mencoba melihat dari sudut pandang positif petaka itu. Kala banjir bandang melanda, Tuhan memberikan kado berupa keselamatan kepada ia dan keluarganya. "Ini kado terindah dari Tuhan," ujarnya.
Baca juga : Material Banjir Bandang di Tanah Datar Dibersihkan
Bertaruh nyawa
Perjuangan bertaruh nyawa dikisahkan pula oleh Syahrul Saputra (26). Syahrul bersama anak, istri, kedua mertua, dan adik iparnya berjibaku keluar dari kepungan material banjir bandang.
Jumat pagi itu, Syahrul dan keluarga terbangun oleh suara hempasan batu yang menerpa rumah. Syahrul membuka pintu depan rumah. Bangunan bengkel di samping rumah, tempat ia sehari-hari mencari nafkah telah hanyut ke danau. Banjir bandang telah memindahkan aliran Sungai Ampu ke samping rumahnya.
Syahrul bergegas mengarahkan keluarga melompat dari pintu samping. Lumpur sudah memenuhi sekeliling rumah. Syahrul yang menggendong putranya berusia 20 bulan sempat terbenam dan terseret lumpur setinggi dada. Beruntung sang mertua laki-laki sigap menarik tangannya.
"Untung kami cepat keluar. Kalau tidak, barangkali sudah terkubur kami semua," kata Syahrul.
Baca juga : Tanggap Darurat di Tanah Datar
Sabtu sore, Syahrul dibantu ibu dan mertua laki-lakinya berupaya mengais apa yang tersisa di rumah kontrakan yang ditimbun lumpur itu. Empat sepeda motor di rumah dan di bengkel, dua diantaranya milik pelanggan, telah hilang atau rusak. Peralatan bengkel beserta uang tak lagi ditemukan.
Adapun Anak dan istri Syahrul diungsikan ke rumah mertuanya di Padang Panjang. Anak Syahrul mengalami memar di bagian kepala karena terkena ranting saat mengungsi.
Tak menyangka
Neni dan Syahrul tak menyangka rumah yang mereka tempati bertahun-tahun bakal dilanda banjir bandang. Mereka tahu lokasi itu punya riwayat banjir bandang. Namun, Neni dan Syahrul terlena karena tak pernah menjadi korban langsung.
"Banjir bandang kecil-kecil pernah terjadi. Entah tahun 2010 atau 2012. Lumpur memenuhi sungai (Ampu), tapi tidak sampai ke rumah," kata Syahrul. Namun kali ini, material banjir Sungai Ampu membelok ke rumah mereka dan menghantam semua yang mereka miliki.
Menurut Neni, rumah tetangga di sebelah rumahnya yang luluh lantak saat ini pernah tersapu banjir bandang tahun 1975. Adapun rumah yang ia tempati lima tahun terakhir bersama sang suami waktu itu luput dari sergapan petaka.
Kasmir (66), warga setempat yang juga tokoh peduli lingkungan, mengatakan, banjir bandang sering terjadi di sekitar lokasi. Sepengetahuan Kasmir, sejak 1960-an sudah terjadi empat kali banjir bandang, yaitu 1960-an, 1975, 2004, dan 2020.
"Banjir bandang terparah terjadi 1960-an yang merusak sebelas rumah dan satu sekolah," kata Kasmir, yang anggota Kelompok Siaga Bencana Nagari Padang Laweh Malalo.
Kepala Pelaksana BPBD Tanah Datar Thamrin Basroel mengatakan pihaknya sebetulnya telah memetakan kawasan di sekitar lokasi banjir bandang di Tanjung Sawah sebagai daerah rawan longsor dan pergerakan tanah. Namun, untuk tindak lanjut dibutuhkan regulasi. Pihaknya akan merekomendasikan relokasi bagi warga di sekitar Tanjung Sawah, terutama yang menjadi korban langsung banjir bandang.
Harapan
Banjir bandang, Jumat pagi, menyebabkan kerusakan 12 bangunan yang meliputi empat rumah, satu bengkel, satu warung, satu toko perabot dan satu kantor PDAM rusak berat. Sebuah kantor jorong rusak sedang dan tiga rumah rusak ringan. Selain bangunan, banjir bandang juga membuat harta benda korban rusak dan hilang sepeda motor, mobil, hasil pertanian, perhiasan, dan surat-surat berharga.
Neni dan Syahrul yang tak lagi punya tempat bermukim mengharapkan ada bantuan hunian tetap. Mereka hendak membuka lembaran baru dengan harta benda tersisa.
Wakil Gubernur Sumbar Nasrul Abit meminta pemkab segera merencanakan pemindahan rumah keluarga terdampak. Pembangunan bangun hunian tetap bisa cepat dilakukan karena jumlah rumah rusak relatif sedikit.
"Karena rumah yang rusak sedikit, jangan terlalu lama (direlokasi). Sebab, saat ini warga terdampak menumpang pada sanak saudara mereka," ujar Nasrul.