Pengawasan Ternak dan Produk Olahan Babi Ditingkatkan di NTT
Pengawasan peredaran ternak babi dan produk olahan babi di NTT, terutama di perbatasan RI-Timor Leste diperketat setelah virus demam babi afrika meluas di Timor Leste. Hingga saat ini belum ditemukan ASF di NTT.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS- Pengawasan peredaran ternak babi dan produk olahan babi di Nusa Tenggara Timur, terutama di perbatasan RI-Timor Leste diperketat setelah virus demam babi afrika meluas di Timor Leste. Hingga saat ini demam babi afrika belum ditemukan di Nusa Tenggara Timur.
Kepala Dinas Peternakan Nusa Tenggara Timur (NTT) Danny Suhadi di Kupang, Senin (20/1/2020) mengatakan, seluruh wilayah NTT masih dinyatakan aman, meskipun virus demam babi afrika atau african swine fever (ASF) ditemukan di Negara Timor Leste (TL) September 2019. Timor Leste mendapatkan virus itu dari produk-produk makanan asal China yang dijual di sejumlah pusat perbelanjaan di Dili.
“Kita masih melakukan pengawasan secara ketat di setiap titik pintu masuk RI-Timor Leste, termasuk jalan-jalan tikus yang selama ini digunakan masyarakat perbatasan kedua Negara. Tidak hanya pergerakan ternak babi dari TL ke perbatasan RI, tetapi juga produk-produk makanan olahan, jenis apa saja,”kata Suhadi.
Selain itu, pencegahan makanan olahan dari Medan, Sumatera Utara juga diperketat setelah adanya temuan ASF di Sumut. Pemeriksaan produk makanan dari luar tersebut dilakukan oleh karantina hewan di pintu masuk RI-Timor Leste, Bandara Kupang, dan Pelabuhan Tenau. Mereka dibantu petugas kesehatan hewan dari Dinas Peternakan dan aparat keamanan.
Pemkab Belu, Timor Tengah Utara, Malaka, dan Kabupaten Kupang diwajibkan mendukung petugas karantina dan keimigrasian serta aparat keamanan di setiap titik batas mobilisasi barang dan manusia di perbatasan RI-Timor Leste. Jika salah satu dari empat kabupaten itu terdeteksi sebagai pintu masuk awal virus ASF, pejabat daerah setempat akan dikenai sanksi berupa teguran lisan, tertulis, dan sanksi yang lebih berat terkait alokasi dana APBD.
Para kepala desa yang berdiam di sepanjang titik batas RI-Timor Leste, sampai hari ini bersama anggota polisi dan TNI setempat terus melakukan pengawasan di setiap titik jalan tikus yang selama ini digunakan masyarakat di kedua negara. Sebab, sering terjadi, babi dibunuh kemudian daging babi dibawa masuk perbatasan RI.
Suhadi mengakui ada sekitar empat ekor anak babi mati pada bulan November 2019 di Kota Kupang dan satu ekor di Timor Tengah Utara. Setelah diteliti dan diperiksa di laboratorium, kematian anak babi ini tidak ada kaitan dengan virus ASF atau hoq cholera.
Pergantian musim kemarau ke musim hujan menyebabkan kematian anak babi itu. Anak babi rentan terhadap panas atau dingin berlebihan. Kandang babi yang tidak dirawat dengan baik juga beresiko menyebabkan kematian anak babi.
Saat ini, jumlah ternak babi di 22 kabupaten/kota di NTT mencapai sekitar 3 juta ekor. Angka itu merupakan angka populasi terbesar secara nasional.
Hampir setiap keluarga di NTT memiliki ternak babi, kecuali keluarga muslim. Sistem peternakan itu sudah diatur Undang-Undang Nomor 18/2009 tentang peternakan dan kesehatan hewan.
Ternak babi penting bagi warga NTT karena babi dimanfaatkan untuk mas kawin, gelar ritus budaya, urusan sosial kemasyarakatan, dan simbol status sosial.
Ternak babi penting bagi warga NTT karena babi dimanfaatkan untuk mas kawin, gelar ritus budaya, urusan sosial kemasyarakatan, dan simbol status sosial. Selain itu, daging babi juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan protein dan diolah supaya lebih ekonomis menjadi “sei” atau daging asap, dendeng, dan berbagai produk makanan olahan lain.
“Sei dari Kota Kupang dikirim ke sejumlah kabupaten di NTT, Surabaya, Jakarta, Denpasar, dan diekspor ke Dili, Timor Leste serta Singapura. Harga sei terus mengalami kenaikan. Sebelumnya, 2006 dijual dengan harga Rp 50.000 per kg, sekarang mencapai Rp 200.000 per kg, dan diprediksi terus naik karena permintaan meningkat,” kata Suhadi. Ini menunjukkan bahwa sei babi tetap diminati di Kupang.
Alo Duan (58) peternak babi di Kefamenanu, Timor Tengah Utara mengatakan, 32 ekor babinya sehat semua. Meskipun demikian, ia berharap pemerintah memperketat pengawasan lalu lintas ternak babi dan makanan olahan dari babi seperti sosis dan kornet dari Timor Leste yang masuk perbatasan RI. Ia khawatir, ada upaya dari masyarakat di perbatasan kedua negara membawa daging masuk untuk berbagai kepentingan budaya dan sosial, termasuk penularan lewat tinja orang yang mengkonsumsi daging babi di Timor Leste dan buang air besar sembarangan.
Kepala Desa Silawan, Motaain -TL, Fernandes Kehi mengatakan, sejak Timor Lesta Leste dinyatakan telah tertular virus ASF, seluruh masyarakat Silawan telah diimbau agar tidak mendatangkan ternak babi atau makanan olahan dari babi dari Timor Leste ke perbatasan Silawan. Masyarakat telah diberi pemahaman soal virus ASF sehingga tidak membiarkan ternak babi dan bawaanya masuk Silawan.
“Ini masalah serius sehingga tidak boleh ada warga yang mengizinkan atau membiarkan virus itu masuk Indonesia. Karena itu, kami selalu ingatkan warga dalam berbagai kesempatan,” kata Kehi.