Polisi Bidik Calon Tersangka Baru dalam Kasus Pembobolan BNI Ambon
Kepolisian Daerah Maluku masih mendalami kasus pembobolan Bank Negara Indonesia Cabang Ambon yang melibatkan pimpinan bank.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Kepolisian Daerah Maluku masih mendalami kasus pembobolan Bank Negara Indonesia Cabang Ambon yang melibatkan pimpinan bank. Setelah menetapkan enam tersangka, polisi kini membidik calon tersangka baru. Masyarakat diminta bersabar menanti perkembangan penyidikan skandal korupsi terbesar di Maluku dengan kerugian Rp 58,9 miliar itu.
”Proses penyidikan masih panjang karena kasus ini sangat besar. Kami sangat hati-hati terutama dalam menetapkan status tersangka. Butuh minimal dua alat bukti dan alat bukti itu diyakini tidak bisa terbantahkan lagi,” kata Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Maluku Komisaris Besar M Roem Ohoirat kepada Kompas di Ambon pada Selasa (21/1/2020).
Roem menyadari ada tekanan publik terhadap polisi untuk menjerat pihak-pihak lain yang diduga terlibat dalam kasus tersebut. ”Sekali lagi perlu kehati-hatian dalam mengungkap kasus ini. Tidak bisa buru-buru. Masyarakat tolong bersabar,” katanya.
Beberapa orang yang diduga terlibat sudah dibidik jadi calon tersangka. Kini, penyidik fokus memperkuat bukti. Sejauh ini, polisi sudah menetapkan enam tersangka, semuanya pihak internal BNI Cabang Ambon, yakni Faradiba Jusuf selaku otak pembobolan dibantu Soraya Pellu, Christian Rumahlewang, Marice Muskita, Y Maitumu, dan Callu. Informasi yang beredar, tersangka baru berasal pihak internal.
Faradiba yang terakhir menduduki jabatan Wakil Pimpinan Bidang Pemasaran BNI Cabang Ambon itu mulai membobol rekening nasabah sejak tahun 2016. Ia menyasar nasabah dengan simpanan besar. Ia menawarkan simpanan berjangka dengan keuntungan besar. Setelah dana masuk, ia memanipulasi proses administrasi kemudian mengeruk dana nasabah hingga saldo minimum. Dana itu ia kirim ke banyak nomor rekening miliknya dan orang-orang dekat.
Modus Faradiba itu terungkap setelah jatuh tempo pengambilan simpanan berjangka. Nasabah yang mengetahui saldo rekening mereka nihil lalu melaporkan kasus tersebut kepada pihak BNI.
Berdasarkan audit internal, ditemukan banyak pelanggaran yang dilakukan Faradiba sehingga bank rugi Rp 58,9 miliar. Pihak BNI lalu melaporkan kasus tersebut ke Polda Maluku pada 8 Oktober 2019. Faradiba pun sempat menghilang hingga ditangkap.
Penyidik menyita 8 unit mobil, 1 cincin berlian, serta uang tunai Rp 2,7 miliar. Setelah didalami, Fardiba telah mengalihkan uang hasil kejahatan untuk membuka usaha di Sulawesi Selatan. Aset hasil pencucian uang itu kini disita.
Aset di Sulawesi Selatan dimaksud adalah 10 unit rumah, 1 unit apartemen, 2 bidang tanah, 1 unit bangunan tiga lantai untuk sarang burung walet, dan 2 bangunan untuk usaha ayam potong. Total aset sekitar belasan miliar rupiah.
Kepala Polda Maluku Inspektur Jenderal Royke Lumowa telah memerintahkan agar kasus tersebut diusut hingga tuntas. Ia mengingatkan para penyidik agar tidak gegabah.
”Saya minta penyidik agar fokus pada penyidikan, jangan sampai salah sidik. Ini kasus berat dan besar. Siapa-siapa yang terlibat pasti diproses,” kata Royke seraya mengharapkan dukungan moril dari masyarakat.
Dukungan publik
Ketua Lumbung Informasi Rakyat Provinsi Maluku Yan Sariwating menyatakan dukungannya terhadap polisi untuk mengusut kasus tersebut. Inilah kasus korupsi terbesar yang pernah terjadi di Maluku.
”Menetapkan enam orang sebagai tersangka kemudian membidik tersangka baru itu bukan pekerjaan mudah,” kaya Yan, yang sering terlibat dalam kampanye antikorupsi di Maluku.
Namun, Yan berharap agar progres penanganan perkara korupsi tersebut terus dilaporkan kepada publik. Itu agar publik tidak menaruh curiga kepada penyidik. Berkaca pada sejumlah kasus korupsi sebelumnya, proses penegakan hukum dinilai penuh permainan oknum aparat.
”Semoga dukungan publik tidak kembali surut. Polda Maluku harus bisa membuktikan lewat penuntasan kasus ini,” katanya.