Dinilai Rasis dan Diskriminatif, Surat Keputusan Direvisi
Surat keputusan yang dikeluarkan oleh pengurus Rukun Warga 3, Kelurahan Bangkingan, Surabaya, Jawa Timur, akhirnya direvisi karena bermuatan rasis dan diskriminatif.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS - Surat keputusan yang dikeluarkan oleh pengurus Rukun Warga 3, Kelurahan Bangkingan, Surabaya, Jawa Timur, akhirnya direvisi. Surat keputusan itu dinilai bertentangan dengan aturan lain di atasnya karena bermuatan rasisme dan diskriminatif.
Ada 21 poin dalam surat keputusan yang ditandatangani oleh Ketua RW 3 dan lima Ketua RT pada 12 Januari 2019 lalu. Sebagian besar mengatur tentang iuran warga yang berdomisili di lingkungan RW 3. Jika tidak mengikuti aturan tersebut, maka warga yang bersangkutan tidak akan dapat pelayanan dari pengurus lingkungan RT dan RW.
Poin 1 hingga 7 mengatur kewajiban warga selain "warga pribumi" membayar iuran kas RT dan RW saat membangun rumah, mendirikan perusahaan, pindah, datang, serta berjualan di kawasan RW 3. Aturan pemberlakuan iuran ini tidak berlaku bagi warga beralamat di RW 3.
“Ada kesalahan mengenai penggunaan kata pribumi, maksudnya adalah warga yang alamatnya bukan di RW 3 Bangkingan,” kata Ketua RT 3 RW 3 BangkinganP Paran, di Surabaya, Rabu (22/1/2020).
Dia juga meminta maaf jika aturan ini menuai kontroversi dan menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Menurut dia, pengurus RT dan RW hanya memperbarui aturan yang sebagian besar sudah diterapkan sejak 2014.
Ada kesalahan mengenai penggunaan kata pribumi. (Paran)
Kepala Badan Penanggulangan Bencana dan Perlindungan Masyarakat Kota Surabaya Eddy Christijanto meminta surat keputusan tersebut untuk direvisi. Sebab beberapa poinnya bertentangan dengan aturan di atasnya, seperti peraturan daerah dan Undang undang Nomor 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
Dia mencontohkan, penggunaan kata pribumi sudah dilarang. Kata tersebut mengandung unsur diskriminasi ras dan etnis yang seharusnya tidak digunakan lagi. Besaran iuran juga harus mendapat persetujuan lurah karena disesuaikan dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat.
“Surat keputusan yang dibuat RW harus melalui persetujuan dari lurah setempat. Jika ada poin yang bertentangan dengan aturan lain, surat keputusan itu tidak dapat diberlakukan. Saat ini posisinya belum sampai di lurah,” ujarnya.
Camat Lakarsantri Harun Ismail mengatakan, aturan yang diskriminatif tidak bisa diberlakukan. Iuran yang harus dibayarkan kepada pengurus RT dan RW harus berlaku untuk semua orang tanpa membeda bedakan alamat. Sehingga aturan yang hanya mewajibkan warga selain beralamat di RW 3 untuk membayar iuran tidak bisa dibenarkan.
“Pungutan yang diberlakukan juga terlalu banyak, biasanya hanya iuran keamanan, kebersihan, dan kematian. Besarannya pun sama setiap warga,” ucap Harun.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menegaskan, Surabaya merupakan kota toleran, tidak rasis dan diskriminatif. Oleh sebab itu, tidak boleh ada aturan yang membeda-bedakan latar belakang dalam memenuhi kewajibannya membayar iuran di lingkungan warga.
“Setiap warga memiliki hak dan kewajiban yang sama karena semua adalah bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ucapnya.