Cari Solusi, Fakta Lapangan Masalah Wyata Guna Dikumpulkan
Protes warga asrama Wyata Guna yang sebelumnya terusir akibat perubahan status direspons Kantor Staf Presiden. Pengumpulan fakta lapangan dilakukan untuk mencari jalan keluar dari permasalahan ini.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Protes warga asrama Wyata Guna yang sebelumnya terusir akibat perubahan status direspons Kantor Staf Presiden. Pengumpulan fakta lapangan dilakukan untuk mencari jalan keluar dari permasalahan yang timbul akibat perubahan status fasilitas dari Kementerian Sosial tersebut.
Perwakilan Kantor Staf Presiden (KSP) mendatangi Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Netra (BRSPDSN) Wyata Guna di Bandung, Jawa Barat, Rabu (22/1/2020). Rombongan ini menanyakan kondisi 32 warga asrama Wyata Guna yang sebelumnya telantar di Jalan Pajajaran, Bandung, setelah diusir dari asrama akibat perubahan status.
Pengusiran ini imbas perubahan status Wyata Guna dari panti rehabilitasi sosial menjadi BRSPDSN. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Sosial (Permensos) Nomor 18 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas di Lingkungan Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial.
Perubahan status ini memiliki konsekuensi waktu tinggal para pengguna layanan yang dibatasi hingga enam bulan. Akibatnya, 32 warga asrama yang telah tinggal bertahun-tahun di Wyata Guna diusir, Selasa (14/1/2020) malam. Mereka tidur di Jalan Pajajaran, tepatnya di depan pagar BRSPDSN.
Kepada perwakilan KSP, warga menyampaikan keluhannya dan berharap ditindaklanjuti. Mereka menginginkan Wyata Guna kembali menjadi panti rehabilitasi sehingga mereka bisa mendapatkan layanan pendidikan.
”Kami berharap tidak diusir dari Wyata Guna dan adik-adik kami bisa mendapatkan fasilitas yang sama. Kalau berubah menjadi balai, mereka hanya diperbolehkan di sini selama enam bulan. Padahal, kami butuh belajar bersama, saling memotivasi,” tutur Tubagus Abim (22), warga asrama dari Bekasi.
Tenaga Ahli Bidang Hukum dan HAM KSP Sunarman Sukamto menuturkan, pihaknya akan mengumpulkan seluruh fakta dan mencari jalan keluar bagi permasalahan tersebut. Dengan pengumpulan fakta tersebut, pihaknya akan menentukan langkah selanjutnya terkait permasalahan yang menimpa warga penyandang disabilitas netra di lingkungan Wyata Guna tersebut.
”Yang jelas akan kami lihat dari fakta-fakta di lapangan serta regulasi yang ada. Jangan sampai hak dari teman-teman disabilitas diabaikan, seperti pendidikan, kehidupan sosial, dan lain lain. Nanti kami juga akan bertemu pihak-pihak lain untuk menyelesaikan permasalahan ini,” katanya.
Kepala BRSPDSN Wyata Guna Sudarsono mengizinkan mereka menghuni asrama hingga ada solusi berikutnya. Dia berujar, pihaknya tetap berkomitmen menjalankan balai sesuai dengan peraturan yang ada.
”Kami menunggu penyelesaian masalah ini, apakah warga asrama akan ditempatkan di panti sosial milik pemprov atau ada solusi lainnya. Kami hanya menjalankan tugas karena ini masa peralihan. Kami ingin pastikan layanan kami tetap berjalan,” ujarnya.
Yang jelas akan kami lihat dari fakta-fakta di lapangan serta regulasi yang ada. Jangan sampai hak dari teman-teman disabilitas diabaikan, seperti pendidikan, kehidupan sosial, dan lain lain. Nanti kami juga akan bertemu pihak-pihak lainnya untuk menyelesaikan permasalahan ini.
Memberi ruang
Terkait warga asrama yang tidak mampu, Sudarsono berujar, penyandang disabilitas tersebut menjadi tanggungan pemerintah daerah. Sementara BRSPDSN Wyata Guna berfungsi memfasilitasi kaum disabilitas netra dari 10 provinsi di Indonesia sehingga memiliki tanggung jawab lebih berat.
Sudarsono memaparkan, perubahan panti rehabilitasi menjadi BRSPDSN akan memberi ruang kepada kaum disabilitas lain dari 10 provinsi tersebut mendapatkan fasilitas yang sama. Apalagi, kapasitas tampung asrama balai ini hanya 100 jiwa.
”Yang namanya layanan tidak bisa seumur hidup. Kami juga ingin memberikan ruang bagi kaum disabilitas lainnya untuk mendapatkan ruang layanan di sini,” ujarnya.