Para Kandidat Bersaing Tawarkan Transportasi Massal
Pembangunan jaringan transportasi massal berupa MRT dan atau LRT menjadi salah satu isu strategis para kandidat dalam Pemilihan Wali Kota Surabaya 2020.
SURABAYA, KOMPAS — Pembangunan jaringan transportasi massal berupa MRT dan atau LRT menjadi salah satu isu strategis para kandidat dalam Pemilihan Wali Kota Surabaya 2020. Mereka pun saling bersaing menawarkan konsep terbaik masing-masing.
Pembangunan transportasi massal di Surabaya, ibu kota Jawa Timur, sudah digagas sejak lama. Di era pemerintahan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, yang akan berakhir Februari 2021, rencana pembangunan moda raya terpadu (MRT), kereta ringan (light rail transit/LRT), bahkan trem, coba diwujudkan, tetapi belum berhasil.
Namun, rencana reaktivasi trem ini tersendat alokasi dana sehingga baru bisa diteruskan oleh pemimpin baru hasil Pilkada 2020 ini.
Khusus untuk trem, pemerintah sempat mencoba menghidupkan kembali jaringan transportasi yang pernah ada sejak era Pemerintah Kolonial Hindia Belanda hingga 1980 itu. Beberapa peninggalan stasiun dan halte masih berdiri, seperti di dekat Terminal Joyoboyo dan Stasiun Wonokromo.
Adapun jaringan rel yang terkubur terdapat di Jalan Raya Darmo dan Jalan Raya Gubeng. Namun, rencana reaktivasi trem ini tersendat alokasi dana sehingga baru bisa diteruskan oleh pemimpin baru hasil Pilkada 2020 ini.
Selain itu, pemerintahan Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan Ekonomi di Kawasan Gresik-Bangkalan-Mojokerto-Surabaya-Sidoarjo-Lamongan (Gerbangkertosusila), Kawasan Bromo-Tengger-Semeru (BTS), Kawasan Selingkar Wilis, dan Lintas Selatan. Regulasi itu secara terang benderang mengamanatkan adanya MRT sebagai transportasi penghubung Gerbangkertosusila dan LRT di Surabaya.
Machfud Arifin, kandidat yang telah mendapat rekomendasi dari Partai Amanat Nasional (3 kursi) dan Partai Kebangkitan Bangsa (5 kursi), di Surabaya, Kamis (23/1/2020), mengatakan, transportasi massal menjadi isu penting yang tak dilupakan jika dipercaya menjadi wali kota.
Baca juga:Proyek Trem Surabaya Bakal Tertunda Lagi
”Surabaya merupakan kota terbesar setelah Ibu Kota atau Jakarta. Di sana (Jakarta) sudah ada MRT dan LRT sehingga saya rasa Surabaya layak untuk juga punya,” kata Machfud, mantan Kepala Polda Jatim dan Ketua Tim Kampanye Daerah Jatim Joko Widodo-Ma’ruf Amin itu.
Pendapat senada diutarakan Wakil Wali Kota Surabaya Wishnu Sakti Buana, yang berambisi maju dalam kontestasi melalui Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Putra almarhum Soetjipto Soedjono, mantan Sekretaris Jenderal PDI-P, ini jika dipercaya menjadi wali kota telah menyiapkan program pembangunan jaringan kereta dalam tanah.
”Konsep saya seperti di negara maju, transportasi massal tidak sebidang dengan jalan raya sehingga dalam tanah atau dengan jaringan jalan layang,” kata Wishnu.
Kepala Badan Perencanaan Kota Surabaya Ery Cahyadi, yang juga berambisi maju melalui PDI-P, pernah mengatakan, kajian pembangunan MRT atau LRT sedang dibuat. Hal ini sesuai dengan kebijakan provinsi dan pusat yang menghendaki adanya transportasi massal di Surabaya. ”Tetapi, baru bisa diwujudkan di era pemerintahan baru,” kata Ery.
Transportasi massal juga menjadi isu yang ”dijual” oleh kandidat lainnya, seperti advokat M Sholeh dan Ketua Dewan Kesenian Jatim Taufik Hidayat. Pasangan ini mendeklarasikan diri sebagai calon pemimpin Surabaya dari jalur independen atau perseorangan. ”Transportasi massal berupa MRT dan LRT penting untuk mengatasi problem lalu lintas di Surabaya, terutama kemacetan dan keterbatasan angkutan umum,” ujar Sholeh.
Program yang dijual sebaiknya konkret dan rasional untuk diwujudkan sehingga tidak dianggap janji muluk yang berpotensi tak mendapat simpati pemilih.
Direktur Surabaya Survey Center Muhtar Wahyudi Utomo mengatakan, isu-isu strategis, termasuk transportasi massal, bisa menjadi ”jualan” para kandidat untuk meraih simpati calon pemilih. Meski isunya sama, rencana program yang dijual diyakini berbeda. Setiap kandidat perlu dengan detail dan unik menerjemahkan seperti apa program transportasi massal untuk Surabaya jika dipercaya menjadi wali kota.
”Program yang dijual sebaiknya konkret dan rasional untuk diwujudkan sehingga tidak dianggap janji muluk yang berpotensi tak mendapat simpati pemilih,” kata Muhtar, yang juga dosen senior Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya Universitas Trunojoyo Madura.
Koalisi
Surabaya dan 18 kabupaten/kota lainnya di Jawa Timur akan melaksanakan pilkada serentak dengan jadwal pemungutan suara pada 23 September 2020. Kesembilan belas daerah ini termasuk dalam 270 provinsi dan kabupaten/kota yang juga melaksanakan pilkada bersamaan di Indonesia.
Di Surabaya, kontestasi politik bisa dibilang baru dalam tahap pemanasan. Untuk jalur independen, pendaftaran pasangan calon memang sudah dibuka oleh Komisi Pemilihan Umum sejak pertengahan Desember 2019. Namun, di jalur ini, baru sepasang yang mengambil formulir, yakni Sholeh-Taufik.
Baca juga:Pekan Mendebarkan bagi Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini
Dari jalur partai politik, baru Machfud yang mendapat rekomendasi PAN (3 kursi) dan PKB (5 kursi). Machfud masih harus berkoalisi lagi karena syarat minimal pencalonan adalah 10 kursi dari partai politik atau gabungannya.
Partai lainnya, hingga Kamis siang ini, belum mengumumkan siapa sosok penerima rekomendasi. PDI-P (15 kursi) menjadi satu-satunya partai politik yang dapat mengusung calon wali kota tanpa koalisi. Selain Wishnu dan Eri, sejumlah nama telah muncul dan ingin maju melalui partai ini.
Di antara nama itu yakni anggota DPR Daerah Pemilihan Surabaya-Sidoarjo, Puti Guntur Soekarno, yang juga mantan calon wagub Jatim dalam Pilgub 2018; anggota DPRD Jatim, Armuji; Ketua Fraksi PDI-P Kota Surabaya Baktiono; dan anggota DPRD Kota Surabaya, Dyah Katarina, yang juga istri mantan Wali Kota Surabaya Bambang Dwi Hartono. Bambang kini anggota DPR dari Daerah Pemilihan Surabaya-Sidoarjo.
Ketua Gerindra Jatim Soepriyatno mengatakan, Machfud merupakan satu dari empat nama yang diusulkan untuk mendapat rekomendasi Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto. Gerindra memiliki 5 kursi di DPRD Kota Surabaya sehingga harus berkoalisi untuk mengusung calon wali kota.
Adapun tiga nama lain yang diusulkan untuk mendapat rekomendasi pengurus pusat ialah KH Zahrul Azhar As’ad atau Gus Hans, pengasuh Pondok Pesantren Queen Al-Azhar Darul Ulum Jombang; Ketua Peradi Surabaya Hariyanto, yang juga pemilik jaringan Soto Ayam Lamongan Cak Har; dan Gamal Albin Said, pengelola Garbage Clinical Insurance dari Malang.
Adapun dari PKS ada lima nama yang semuanya kader untuk didorong sebagai calon wali kota atau calon wakil wali kota. Mereka adalah Ketua PKS Kota Surabaya Akhmad Suyanto; anggota DPR, Sigit Sosiantomo; pengurus PKS Jatim, Achmad Zakaria dan Ahmad Jabir; serta Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya Reni Astuti. Kelimanya merupakan hasil penyaringan internal dari sebelumnya 10 nama.
Baca juga: Generasi Milenial Surabaya Belum Dirangkul
Sosok lainnya yang juga berambisi maju dalam kontestasi ialah Ketua Fraksi Demokrat-Nasdem DPRD Kota Surabaya Herlina Harsono Njoto dan Fandi Utomo, calon anggota DPR dari PKB yang pernah maju Pilwali Surabaya 2010 tetapi kalah.
Dari hasil pemilu tahun lalu, komposisi di legislatif Surabaya adalah PDI-P (15 kursi), PKB (5 kursi), Gerindra (5 kursi), Partai Keadilan Sejahtera (5 kursi), Partai Golongan Karya (5 kursi), Partai Demokrat (4 kursi), Partai Solidaritas Indonesia (4 kursi), PAN (3 kursi), Partai Nasional Demokrat (3 kursi), dan Partai Persatuan Pembangunan (1 kursi).