Masyarakat di perbukitan Karangasem, Bali, diajak menanam vetiver atau akar wangi (Chrysopogon zizanioides) untuk meminimalkan longsor di musim hujan.
Oleh
AYU SULISTYOWATI
·2 menit baca
KARANGASEM, KOMPAS — Masyarakat di perbukitan Karangasem, Bali, diajak menanam vetiver atau akar wangi (Chrysopogon zizanioides) untuk meminimalkan longsor di musim hujan. Namun, tantangannya tidak mudah. Minim nilai ekonomi, sebagian warga enggan menanam vetiver.
Kepala Pelaksana BPBD Karangasem Ida Ketut Arimbawa mengakui keterbatasan itu. Ia mengatakan, vetiver memerlukan perawatan khusus jika ingin menghasilkan potensi ekonomi. Namun, kegunaannya sebagai pendukung mitigasi bencana seharusnya melebihi nilai ekonomi.
”Kami masih akan terus mengajak masyarakat menanam vetiver untuk mencegah bencana alam,” katanya.
Keenganan warga terjadi di Pengalusan, Desa Ban, Karangasem. Mereka enggan menanam vetiver. ”Warga di sini pernah menanam vetiver mulai tahun 2000. Namun, daun rumput itu keras dan ternak tidak mau memakannya. Jadi, rumput vetiver diganti rumput gajah yang bisa dijadikan pakan ternak,” kata I Wayan Pontag, warga Ban.
Desa Ban adalah salah satu desa yang ada di lereng Gunung Agung. Wilayah ini juga berdekatan dengan radius 4 kilometer dari puncak gunung. Radius yang masih dilarang karena Gunung Agung masih berstatus Siaga sejak 10 Februari 2018.
Pontag menambahkan, warga memilih bercocok tanam dengan tanaman yang menghasilkan nilai ekonomi. ”Kami memahami mitigasi penting. Namun, kami juga membutuhkan solusi untuk ekonomi,” katanya.
Sebelumnya, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Doni Monardo mengimbau warga menanam rumput vetiver untuk menahan erosi. Rumput itu bisa diandalkan dan dikembangkan, terutama di daerah rawan bencana banjir dan longsor.