Spirit "Gerak Gumregah" dari Terowongan Terpanjang Indonesia
Jalur terowongan di Bandara Internasional Yogyakarta disebut sebagai yang terpanjang di Indonesia. Selain megah, sepanjang dinding terowongan juga terbentang etalase ornamen seni sarat kearifan lokal.
Jalur terowongan atau underpass di kawasan Bandara Internasional Yogyakarta menjadi salah satu adikarya infrastruktur karena disebut sebagai yang terpanjang di Indonesia. Selain konstruksi megah, sepanjang dinding terbentang ornamen seni menggelorakan semangat untuk bangkit dan bergerak.
Pada Jumat (24/1/2020) pagi, terowongan di kawasan Bandara Internasional Yogyakarta, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), akhirnya dibuka untuk umum. Mulai hari itu, terowongan yang dibangun dalam waktu 390 hari tersebut bisa dilalui warga. Para pengendara bisa menikmati beragam keunikan di jalur itu.
Dari sisi geografis, terowongan itu berada di dua desa di Kecamatan Temon, Kulon Progo, yakni Desa Glagah di sisi timur dan Desa Palihan di sisi barat. Lokasi underpass itu tergolong unik karena berada tepat di bawah kawasan Bandara Internasional Yogyakarta (Yogyakarta International Airport/YIA) sehingga kerap disebut dengan underpass YIA.
Berdasarkan data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), terowongan tersebut mulai dibangun pada 12 November 2018 dengan anggaran Rp 293 miliar. Pembangunan terowongan sepanjang 1.436 meter tersebut selesai 6 Desember 2019.
Baca juga: Wapres: Bandara Internasional Yogyakarta Diresmikan Maret 2020
"Ini adalah underpass terpanjang yang pernah kita bangun di Indonesia," kata Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional VII Kementerian PUPR, Akhmad Cahyadi, di sela-sela pembukaan underpass YIA, Jumat.
Akhmad menjelaskan, dari total panjang terowongan 1.436 meter, bagian yang tertutup memiliki panjang 1.095 meter, sedangkan 341 meter merupakan bagian yang tidak tertutup. Terowongan tersebut memiliki tinggi 5,2 meter, sedangkan lebar totalnya 18,4 meter. Terdapat empat lajur, masing-masing dua lajur untuk kendaraan ke arah barat dan dua lajur ke timur.
Akhmad menambahkan, terowongan YIA juga dilengkapi sejumlah fasilitas dan perlengkapan untuk menjamin keamanan dan keselamatan pengendara. Fasilitas itu misalnya delapan pintu darurat yang terhubung dengan kawasan Bandara Internasional Yogyakarta. Pintu-pintu darurat yang hanya bisa dibuka dari dalam terowongan itu dapat digunakan pengendara dalam kondisi darurat.
Ada juga empat tempat pemberhentian sementara untuk kendaraan yang mengalami kondisi darurat. Untuk memperlancar sirkulasi udara, terowongan juga dilengkapi 34 alat exhaust fan. Sementara itu, untuk memantau pengendara yang masuk dan keluar terowongan, terdapat kamera pemantau (CCTV) di sisi barat dan timur.
Baca juga: Bandara Baru Yogyakarta Terkoneksi Tol Cilacap-Yogyakarta
Selain itu, juga terdapat perlengkapan standar, seperti rambu-rambu lalu lintas, lampu penerangan jalan, drainase, dan pembatas jalan. Ada pula peralatan pompa untuk mencegah genangan air di dalam terowongan.
Di dalam terowongan juga dipasang pengeras suara yang secara terus-menerus menyiarkan instruksi bagi para pengendara. Salah satu hal yang disiarkan melalui pengeras suara itu adalah instruksi agar pengendara menaati batas maksimal kecepatan di dalam terowongan, yakni 40 kilometer (km) per jam.
"Di sana ada speaker (pengeras suara) yang menyampaikan instruksi dalam tiga bahasa, yakni bahasa Indonesia, bahasa Jawa, dan bahasa Inggris. Jadi, yang melewati underpass ini diminta berkecepatan maksimal 40 km per jam," ujar Akhmad.
Salah satu yang disiarkan adalah instruksi agar pengendara menaati batas maksimal kecepatan di dalam terowongan, yakni 40 kilometer (km) per jam.
Ia memaparkan, untuk menjaga keselamatan, para pengendara juga dilarang berhenti, apalagi berfoto di dalam terowongan. Imbauan ini perlu disampaikan karena keberadaan terowongan telah menarik perhatian masyarakat sehingga diperkirakan banyak pengendara yang tertarik melewatinya.
"Kami minta tidak berhenti di dalam underpass ini dan tidak melakukan selfie (swafoto)," ungkap Akhmad.
Baca juga: ”Underpass” Bandara YIA Siap Dibuka
Menyambung pansela
Akhmad menyampaikan, terowongan YIA merupakan bagian dari jalur pantai selatan (pansela) Jawa yang melewati lima provinsi, yakni Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, dan Jawa Timur. Sebelum ada terowongan, jalan di lokasi tersebut merupakan bagian dari Jalan Daendels yang melintasi pesisir selatan.
Setelah pembangunan Bandara Internasional Yogyakarta, Jalan Daendels di wilayah Kecamatan Temon, Kulon Progo pun terputus. Sebab, sebagian ruas jalan tersebut masuk dalam kawasan bandara. Pemerintah kemudian memutuskan membangun underpass di bawah kawasan bandara agar jalur pansela tetap tersambung.
"Berdasarkan hasil kajian dan evaluasi, jalan pansela yang lama berada persis di kawasan bandara. Maka jalan pansela itu lalu kita bangun dalam bentuk underpass," ujar Akhmad. Oleh karena itu, terowongan YIA tidak hanya penting bagi masyarakat Kulon Progo, tetapi juga bagi para pengendara yang melalui jalur pansela.
Meski dibangun di bawah kawasan bandara, terowongan dijamin aman dilalui karena pembangunannya memenuhi standar dan regulasi. Selain itu, konstruksi terowongan YIA juga telah mendapat sertifikat layak operasi dari Komite Keselamatan Jembatan dan Terowongan Jalan.
Baca juga: Kereta Penghubung Purworejo dengan Bandara Internasional Yogyakarta
Menurut Akhmad, terowongan YIA akan diresmikan Presiden Joko Widodo pada Maret 2020. Peresmian itu direncanakan digelar bersamaan dengan peresmian Bandara Internasional Yogyakarta. Dia menambahkan, setelah dibuka pada Jumat kemarin, Kementerian PUPR akan memantau kondisi terowongan dan terus mengevaluasinya.
"Hari ini (Jumat), kami membuka underpass untuk umum, jadi istilahnya soft opening. Sampai diresmikan bulan Maret, akan kami pantau dan evaluasi kondisinya, kami evaluasi juga perilaku pengguna lalu lintas," tutur Akhmad.
CCTV di terowongan telah terkoneksi dengan sistem keamanan bandara sehingga petugas keamanan bandara bisa memantau kondisi terowongan.
Pengoperasian terowongan juga dipastikan tak akan mengganggu operasional bandara di atasnya. Menurut Manajer Proyek Pembangunan Bandara Internasional Yogyakarta PT Angkasa Pura I, Taochid Purnomo Hadi, bandara dan terowongan didesain saling melengkapi.
Taochid menambahkan, pihaknya telah melakukan antisipasi agar pengoperasian terowongan tidak menganggu keamanan dan keselamatan penerbangan di bandara. Dia menyebut, CCTV di terowongan telah terkoneksi dengan sistem keamanan bandara sehingga petugas keamanan bandara bisa memantau kondisi terowongan.
Baca juga: Tuntaskan Soal Aksesibilitas ke Bandara Internasional Yogyakarta
Soal keamanan, Taochid menambahkan, petugas bandara juga akan berpatroli di kawasan Bandara Internasional Yogyakarta yang terhubung dengan pintu-pintu darurat terowongan. Hal ini untuk memastikan warga yang memanfaatkan pintu darurat benar-benar tengah mengalami kondisi darurat.
"Nanti akan ada safety patrol (patroli keamanan) dari security (petugas keamanan) untuk memonitor apakah orang yang melalui pintu darurat benar-benar dalam kondisi darurat atau tidak," kata Taochid.
Ia menjelaskan, terowongan tersebut berada di bawah koridor atau jalan penghubung antara terminal penumpang dan gedung parkir. Informasi yang menyebut terowongan berada di bawah landasan udara atau di bawah gedung terminal bandara tidak benar.
Baca juga: DIY Butuh Inovasi Guna Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi
Selain yang terpanjang di Indonesia dan lokasinya berada di bawah bandara, hal lain yang membuat terowongan YIA menarik perhatian masyarakat yakni ornamen-ornamen seni di sepanjang dindingnya. Pembuatan ornamen seni di terowongan itu pun tak main-main karena melibatkan kurator seni rupa dan perupa ternama.
Salah satu pihak yang terlibat dalam pembuatan ornamen itu adalah kurator seni rupa Bambang "Toko" Witjaksono. Bambang merupakan dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta yang selama beberapa tahun terakhir menjadi kurator pameran seni rupa ArtJog. Di dunia seni rupa Indonesia saat ini, ArtJog dianggap sebagai salah satu pameran terpenting.
Menurut Bambang, dirinya diminta terlibat dalam proses perencanaan dan pembuatan ornamen seni di terowongan YIA sejak Mei 2019. Sebelum diminta terlibat dalam proyek itu, Bambang dan timnya lebih dulu diminta menangani pembuatan ornamen seni di Bandara Internasional Yogyakarta.
Bambang menjelaskan, ornamen seni di underpass YIA dibuat dengan konsep atau filosofi "Gerak Gumregah". "Gumregah" merupakan kata bahasa Jawa yang kira-kira bermakna "bangkit". Filosofi "Gerak Gumregah" itu merupakan simbol dari karakter masyarakat Yogyakarta yang terus bergerak secara dinamis, optimistis, dan penuh semangat.
Baca juga: Presiden: Bandara Internasional Yogyakarta Terkoneksi Tol dan Kereta Api
Konsep besar tersebut lalu dijabarkan ke dalam ornamen berupa figur-figur penari. Menurut Bambang, pemilihan figur penari sebagai ornamen seni itu merupakan usulan langsung dari Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X yang juga Raja Keraton Yogyakarta.
Berdasarkan hasil diskusi, akhirnya ada dua jenis tarian yang figur penarinya dipilih sebagai ornamen, yakni Tari Angguk dan Tari Jathilan. Angguk merupakan tarian rakyat khas Kulon Progo, sedangkan Jathilan merupakan tarian rakyat yang dikenal di sejumlah wilayah DIY.
Bambang memaparkan, ornamen figur penari itu dipasang di dinding dalam terowonganYIA. Di dinding sisi selatan, terdapat 51 figur penari Angguk. Sementara itu, di dinding sisi utara, terpasang 54 figur penari Jathilan.
Ornamen figur penari itu dibuat oleh I Made Widya Diputra, perupa berdarah Bali yang merupakan lulusan ISI Yogyakarta. "I Made Widya Diputra itu merupakan seniman patung, jadi secara teknis sudah enggak ada masalah. Selain itu, dia seniman yang berani melakukan eksperimen dan bisa mengerjakan karya dalam waktu yang tidak terlalu lama," tutur Bambang.
Baca juga: Proyek Infrastruktur di DIY Mesti Diikuti Investasi
Bambang menyebut, sebelum membuat ornamen, tim mengundang penari Angguk dan Jathilan untuk memperagakan sejumlah gerakan. Gerakan-gerakan itu lalu difoto dan direkam dalam bentuk video.
Dari foto dan video itu lalu dipilih gerakan-gerakan yang bisa mewakili tarian Angguk dan Jathilan. Foto-foto yang terpilih lalu dicetak dengan ukuran besar dan menjadi model untuk pembuatan figur-figur tersebut.
"Ornamen figur penari itu dibuat dengan bahan resin. Di bagian belakang ornamen ada besi-besi agar tidak melengkung dan menjadi lebih kuat," kata Bambang.
Ia menuturkan, figur-figur penari yang dipasang di terowongan YIA memiliki tinggi sekitar 3 meter dan lebar antara 1 meter dan 2,5 meter. Setiap figur memiliki posisi tubuh atau gerak berbeda yang membentuk kesinambungan satu sama lain. Figur-figur tersebut juga ditata dengan jarak tertentu, yakni antara 8 meter dan 10 meter.
Baca juga: DIY Kembangkan Kawasan Aerotropolis di Kulon Progo
Gerak yang berkesinambungan dan pengaturan jarak itu penting untuk membuat figur-figur tersebut menghadirkan ilusi gerak saat dilihat para pengendara yang melintas di dalam terowongan. Menurut Bambang, saat pengendara melintas di dalam terowongan dengan dengan kecepatan 40 km per jam, rangkaian figur-figur tersebut akan terlihat seolah-olah sedang menari.
"Figur-figur akan terlihat bergerak kalau kita melaju sekitar 40 km per jam. Kalau terlalu pelan, ya enggak kelihatan," ujar Bambang.
Saat pengendara melintas di dalam terowongan dengan dengan kecepatan 40 km per jam, rangkaian figur-figur tersebut akan terlihat seolah-olah sedang menari. (Bambang Witjaksono)
Selain figur penari, terowongan YIA juga dihiasi sejumlah ornamen seni lain. Di pintu masuk, baik sisi timur maupun barat, terdapat ornamen Kalamakara, yakni hiasan berbentuk wajah raksasa yang dipercaya sebagai penolak bala. Kalamakara di terowongan YIA mirip dengan figur serupa di pesanggrahan Tamansari, Yogyakarta.
Tamansari merupakan bekas pesanggrahan raja Keraton Yogyakarta yang sekarang menjadi obyek wisata. Bambang menjelaskan, Kalamakara di terowongan itu sengaja dibuat mirip dengan di Tamansari agar ada kesinambungan dengan replika Tamansari yang dibuat di kawasan Bandara Internasional Yogyakarta.
Baca juga: Promosi Pariwisata Yogyakarta ke Mancanegara
"Kami memang membuat replika Tamansari di area bandara, makanya di underpass itu juga diberi hiasan Kalamakara seperti di Tamansari. Jadi bisa diibaratkan underpass ini seperti terowongan yang ada di pesanggrahan Tamansari," ungkap Bambang.
Selain itu, pembatas jalan di dalam terowongan YIA juga dihiasi ornamen seni berbentuk geblèk rèntèng yang merupakan motif batik khas Kulon Progo. Motif geblèk rèntèng terinspirasi makanan khas Kulon Progo bernama geblèk.
Antusiasme
Saat terowongan YIA mulai dibuka untuk umum Jumat lalu, masyarakat langsung antusias mencoba. Pagi itu, setelah seremoni pembukaan terowongan usai, ratusan warga yang mengendarai aneka jenis kendaraan langsung melintas masuk. Sebagian dari mereka adalah para pengendara sepeda yang sengaja datang untuk menjajal terowongan YIA.
Walyoto (66), warga Desa Tirtorahayu, Kecamatan Galur, Kulon Progo, mengaku sengaja datang untuk menjajal terowongan YIA menggunakan sepeda. Sebagai warga Kulon Progo, Walyoto mengaku bangga dengan adanya underpass tersebut.
Baca juga: Geliat Jalur Selatan Jawa
"Sebagai warga Kulon Progo, saya senang dan ikut bangga dengan adanya underpass ini. Makanya saya sengaja datang untuk mencoba," ujar Walyoto.
Walyoto juga mengaku bangga dengan hiasan-hiasan di dalam terowonganyang menggambarkan budaya Kulon Progo. "Ada ornamen kesenian daerah dan motif geblèk rèntèng. Ini bagus karena menunjukkan ciri khas Kulon Progo," tutur dia.
Keberadaan terowongan tersebut juga diharapkan bisa meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar.
Keberadaan terowongan tersebut juga diharapkan bisa meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar. Pemilik toko kelontong di dekat terowongan YIA, Sri Awanti (67), berharap keberadaan terowongan tersebut akan membuat wilayah tersebut makin ramai sehingga pembeli di tokonya pun kian banyak.
"Yang jelas, dulu wilayah ini sepi. Tapi setelah ada terowongan, sekarang ramai sehingga masyarakat sini pun senang," kata Sri yang merupakan warga Desa Glagah, Kecamatan Temon.
Keberadaan bandara baru dan terowongan terpanjang itu diharapkan mengangkat potensi budaya dan ekonomi lokal. Namun, seperti filosofi "Gerak Gumregah", warga sekitar tak bisa hanya berpangku tangan. Mereka mesti bangkit, kreatif memanfaatkan geliat baru dampak pembangunan infrastruktur.
Baca juga: Asa Memijar dari Selatan Jawa