Virus Baru Korona Tidak Mudah Dideteksi Dini
Antisipasi penyebaran virus korona baru di Indonesia mesti menyeluruh. Selain telah terjadi penularan antarmanusia, sebagian penderita tidak mengalami gejala klinis spesifik sehingga sulit dideteksi.
JAKARTA, KOMPAS—Virus korona baru yang menyebar dengan cepat di China memicu gejala mirip dengan sindrom pernapasan akut yang parah atau SARS yang mewabah pada tahun 2003. Virus ini juga bisa menyebar luas sebelum gejala muncul sehingga sulit terdeteksi.
Kesimpulan ini diperoleh melalui dua studi klinis pertama kepada pasien yang terinfeksi virus corona baru atau 2019-nCov. Hasil kajian diterbitkan di jurnal kedokteran terkemua The Lancet pada 24 Januari 2020.
Dalam kajian pertama, para peneliti menganalisis catatan klinis, hasil laboratorium, temuan pencitraan dan data epidemiologis dari 41 orang yang terinfeksi pertama dan dirawat di rumah sakit di Wuhan antara 16 Desember 2019 dan 2 Januari 2020.
Pasien yang dirawat umumnya berusia setengah baya (usia rata-rata 49 tahun), tiga perempat adalah laki-laki, dan dua pertiga telah mengunjungi pasar makanan laut di Kota Wuhan yang diduga sebagai tempat asal virus.
Baca juga Pemantauan Berkelanjutan Diperlukan untuk Mendeteksi Penularan Virus Korona
Mirip dengan wabah sindrom pernapasan akut yang parah (SARS) di China pada 2003, sebagian besar pasien yang datang ke rumah sakit sebelumnya tak memiliki masalah kesehatan mendasar yang kronis. Gejalanya juga mirip dengan SARS.
Semua pasien yang dirawat di rumah sakit menderita pneumonia (radang paru), hampir semua (98 persen) mengalami demam, tiga perempat mengalami batuk, 44 persen merasa lelah, dan 55 persen mengalami sesak napas. Gejala seperti sakit kepala atau diare jarang terjadi.
"Meskipun beberapa gejala mirip dengan SARS (seperti demam, batuk kering, sesak napas), ada beberapa perbedaan penting," kata Bin Cao, peneliti dari China-Japan Friendship Hospital and Capital Medical University, Beijing dalam keterangan tertulis di Lancetnews.
Meskipun beberapa gejala mirip dengan SARS (seperti demam, batuk kering, sesak napas), ada beberapa perbedaan penting.
Perbedaan itu misalnya penderita virus korona baru ini biasanya tidak memiliki ingus atau gejala lain melibatkan saluran pernapasan bagian atas. Selain itu sangat sedikit yang memiliki gejala sakit pada usus seperti diare, yang terjadi pada sekitar seperempat pasien SARS.
Cao menambahkan, sebagian pasien mengalami gejala sakit yang parah dan masuk ke ICU, terjadi pada sekitar sepertiga pasien yang dirawat di rumah sakit. Enam pasien kemudian meninggal.
Peneliti juga menemukan adanya kondisi yang melibatkan disfungsi sistem kekebalan yang dikenal sebagai "badai sitokin" pada beberapa pasien yang sangat parah. Namun, belum jelas bagaimana virus baru mempengaruhi sistem kekebalan tubuh.
Tanpa gejala
Dalam studi lain yang juga diterbitkan di jurnal The Lancet pada edisi sama, dilakukan melalui analisis genetika terhadap satu keluarga dari Shenzhen yang terinfeksi 2019-nCoV setelah berkunjung ke Wuhan. Studi ini membuktikan bagaimana terjadi penularan antarmanusia di luar Kota Wuhan Jarak Shenzen dan Wuhan mencapai 1.094 kilometer, dan keluarga itu bepergian menggunakan pesawat.
Dari enam anggota keluarga yang bepergian ke Wuhan pada 29 Desember 2019 hingga 4 Januari 2020, lima di antaranya dinyatakan terinfeksi virus corona baru. Selain itu, satu anggota keluarga, yang tak ikut melakukan perjalanan ke Wuhan, juga terinfeksi setelah beberapa hari kontak dengan anggota keluarga.
Selama di Wuhan, keluarga ini tidak berkunjung ke pasar hewan laut ataupun kontak dengan binatang, namun mereka telah mengunjungi rumah sakit di kota ini. Lima anggota keluarga berusia 36-66 tahun positif terinfeksi mengalami demam, gejala saluran pernapasan atas atau bawah, diare setelah 3-6 hari terpapar.
Infeksi terhadap anggota keluarga yang tidak mengunjungi pasar makanan atau hewan selama di Wuhan ini menunjukkan virus ini telah menular dari orang ke orang. Sementara anggota keluarga ketujuh, seorang anak yang memakai masker bedah selama mereka tinggal di Wuhan, tidak terinfeksi virus.
“Selain itu, anak kedua yang terinfeksi tak menunjukkan gejala klinis penyakit tersebut,” sebut para peneliti yang dipimpin oleh Kwok-Yung Yuen, dari Rumah Sakit Universitas Hong Kong-Shenzhen. Itu menunjukkan virus korona baru (2019-nCoV) dapat disebarkan dari orang ke orang oleh orang yang bahkan tidak menyadari mereka terinfeksi karena gejalanya tidak terlihat jelas.
"Temuan kami konsisten dengan penularan virus korona baru dari orang ke orang ini (bisa terjadi) di rumah sakit dan keluarga, dan juga dari pelancong yang terinfeksi di negara lain," kata Yuen.
"Karena infeksi asimptomatik mungkin terjadi, upaya mengendalikan epidemi akan bergantung pada mengisolasi pasien, melacak dan mengkarantina kontak sedini mungkin, mendidik masyarakat tentang makanan dan kebersihan pribadi, dan memastikan petugas perawatan kesehatan mematuhi pengendalian infeksi," ujarnya.
Para peneliti menemukan, gejala bisa muncul dan berkembang dalam beberapa hari setelah kontak dengan orang yang sakit. Periode inkubasi virus ini bisa berkisar satu dan 14 hari. Tes gen mengungkapkan lima anggota keluarga membawa 2019-nCoV yang memiliki jenis protein yang memungkinkannya untuk masuk ke sel sehat.
Sumber penularan
Tim Yuen juga memakai sampel dari dua pasien untuk memetakan genom lengkap 2019-nCoV dan menemukan kemiripannya dengan virus korona pada kelelawar pemicu SARS. Belajar dari SARS, yang dimulai sebagai penularan dari hewan ke manusia, semua perdagangan daging satwa harus diatur dengan lebih baik. Investigasi lebih lanjut diperlukan untuk mengklarifikasi potensi ancaman yang ditimbulkan oleh virus, terutama adanya kasus tanpa gejala.
Baca juga Cerita Kelelawar dan Virus Korona
Para peneliti ini merekomendasikan, pentingnya untuk mengisolasi pasiendan mengkarantina orang-orang yang pernah mengalami kontak dengan satwa atau pasien lain sedini mungkin. Studi menunjukkan, penularan dari orang ke orang bisa terjadi di rumah keluarga atau rumah sakit, dan penyebaran antarkota virus ini sangat mungkin terjadi.
Hingga Minggu (26/1) malam, sudah terdapat 2.019 kasus infeksi 2019-nCov yang dikonfirmasi dan 56 penderita meninggal dunia. Jika hampir semua korban sebelumnya berada di Kota Wuhan yang menjadi titik awal penyebaran, laporan terbaru menyebutkan korban tewas juga terjadi di Sanghai.
Menteri Kesehatan China Ma Xiaowei, seperti dikuti BBC mengatakan, kemampuan penyebaran virus tampaknya menguat. Beberapa kota China telah diberlakukan pembatasan perjalanan yang signifikan. Sedangkan Kota Wuhan, Provinsi Hubei yang berpenduduk 11 juta jiwa, yang menjadi sumber wabah, diisolasi total.
Pemerintah China juga telah mengumumkan bahwa penjualan semua satwa liar akan dilarang mulai hari Minggu. Virus ini diduga berasal dari hewan liar, sekalipun hingga saat ini belum kepastian binatang apa.