Petugas gabungan dari sejumlah instansi berjibaku dalam pencarian Kapal Layar Motor Panji Saputra yang diduga hilang di Laut Banda, Maluku. Sejumlah tantangan menghadang proses pencarian itu.
Oleh
Fransiskus Pati Herin
·5 menit baca
Angin dari arah barat daya tiba-tiba berembus kencang menghadang Kapal Polisi Teluk Ambon 3002 yang baru saja melewati perairan teduh Teluk Ambon pada Senin (20/1/2020) pagi. Kecepatan angin hingga 25 knot atau 46,3 kilometer per jam itu seakan memukul balik kapal yang melaju dalam kecepatan 11 knot atau 20,3 kilometer per jam. Haluan kapal terpental diseret angin.
Angin kencang itu mengubah permukaan laut yang teduh menjadi gelombang tinggi. Angin membawa pesan, laut akan berkecamuk. Gelombang tinggi bakal terus menghadang sepanjang perjalanan membelah Laut Banda untuk mencari Kapal Layar Motor Panji Saputra yang hilang kontak sejak keluar dari Ambon pada 7 Januari 2020.
"Perjalanan ini tidak mudah, gelombang di depan cukup tinggi," ujar Inspektur Satu Edwin Terloit, Komandan Kapal Polisi Teluk Ambon 3002, ketika menceritakan pengalamannya dalam operasi pencarian itu.
Bahkan, sesekali gelombang dengan tinggi lebih dari 2 meter menghadang, seakan menelan kapal.
Edwin terus mengarahkan kapal bergerak menuju sasaran di Kepulauan Tujuh. Di pulau-pulau kecil tanpa penghuni itu diduga menjadi titik terdamparnya kapal yang mengangkut 5.000 liter avtur milik Komando Daerah Militer XVI/Pattimura beserta enam orang di dalamnya.
Kepulauan Tujuh biasa dilintasi kapal dari Ambon menuju bagian tenggara Maluku, termasuk Saumlaki, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, yang menjadi tujuan kapal pengangkut avtur itu.
Semakin jauh masuk ke tengah Laut Banda, gelombang tinggi terus berarak menyambut lalu menghantam badan Kapal Polisi Teluk Ambon 3002 dengan panjang 27 meter dan lebar 6 meter itu. Bahkan, sesekali gelombang dengan tinggi lebih dari 2 meter menghadang, seakan menelan kapal. Edwin mengarahkan haluan sedikit menyamping, kecepatan diatur naik-turun untuk mengimbangi gelombang.
Sekitar 11 jam sejak keberangkatan dari Ambon, kapal akhirnya tiba di Kepulauan Tujuh. Kapal telah menempuh jarak sekitar 120 mil laut atau 222,2 kilometer. Perjalanan pada hari pertama itu cukup melelahkan. Jika dihitung, tidak lebih dari lima detik, badan kapal selalu dihantam gelombang. Selama 11 jam perjalanan menuju Kepulauan Tujuh, kapal menerjang sekitar 7.920 gelombang!
Tiba di sana, tak ditemukan ada kapal yang terdampar di pulau itu. Perkiraan awal meleset. Setelah berputar beberapa kali, Edwin memutuskan untuk mencari perlindungan di balik pulau. Malam tiba, Erwin bersama sepuluh anak buah kapal beristirahat hingga kembali melakukan pencarian pada keesokan harinya.
Siang hari, perahu karet ditarik lantaran gelombang semakin mengganas hingga lebih dari 3 meter.
Pada Selasa (21/1) pagi, mereka menurunkan perahu karet untuk membantu penyisiran dalam radius sekitar 10 kilometer. Siang hari, perahu karet ditarik lantaran gelombang semakin mengganas hingga lebih dari 3 meter. Pencarian hari kedua di sekitar Kepulauan Tujuh berakhir nihil.
Sementara, di titik lain, tim dari Kantor SAR Ambon, TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, dan TNI Angkatan Udara menggabungkan kekuatan. Mereka mengerahkan Kapal Negara Abimanyu milik SAR, Kapal Hatumuri milik TNI AL, Kapal ADRI 64 milik TNI AD, dan pesawat CN 235 milik Komando Armada III TNI AL.
Mereka pun membagi kelompok. Sebagian menyisir di Kepulauan Tanimbar dan Kepulauan Banda. Titik itu juga diduga menjadi tempat terdamparnya kapal yang dicari.
Selasa malam, beredar kabar, warga Pulau Tayandau, Kota Tual, menemukan delapan drum avtur. Personel TNI AD dan Polri terdekat bergerak ke sana. Setelah diverifikasi, drum avtur itu betul milik Kodam Pattimura. Pada Rabu (22/1), pencarian dialihkan ke perairan tersebut untuk mencari para korban. Semua kapal dikerahkan ke sana. Pesawat CN 235 kembali terbang rendah. Pencarian difokuskan dalam cakupan 243 mil laut persegi.
Pencarian pada hari itu menemukan sebuah tas berisi pakaian dinas lapangan TNI AD milik Sersan Dua Aswandi Ali, prajurit Kodam Pattimura. Selain Aswandi, korban lainnya adalah Prajurit Satu Midun yang juga prajurit Kodam Pattimura serta awak kapal atas nama La Mufik, La Jau, Ongki, dan Muhammad Juniarto.
"Penemuan tas berisi seragam milik salah satu korban ini menunjukkan bahwa kapal tersebut tenggelam," kata Kepala Kantor SAR Ambon Muslimin.
Pencarian korban hilang terus dilakukan selama tujuh hari pertama kemudian diperpanjang lagi tiga hari. Masyarakat setempat juga terlibat dalam pencarian. Mereka menggunakan perahu motor milik nelayan. Pada Senin (27/1) malam, Muslimin mengumumkan bahwa pencarian diakhiri. Nasib enam korban pun belum diketahui. Mereka dinyatakan hilang.
Tenggelamnya Kapal Layar Motor Panji Saputra memberi pesan akan pentingnya memperhatikan aspek keselamatan berlayar. Menurut penelusuran Kompas, kapal itu membawa muatan melebihi kapasitas, memaksa berlayar di tengah gelombang tinggi, dan tidak mengantongi persetujuan berlayar dari otoritas pelabuhan setempat.
Mery Uktolseja, petugas di Pelabuhan Batu Merah Ambon, menuturkan, dirinya berulang kali melarang kapal dengan bobot mati hanya 6 gros ton itu berlayar. Larangan itu sejak anggota Kodam Pattimura menaikkan avtur sebanyak 25 drum ke dalam kapal pada 3 Januari 2020. Muatan itu ditambah lagi dengan lima drum solar untuk bahan bakar kapal. Masing-masing drum berisi 200 liter. "Waktu itu, beban kapal sudah melewati batas aman," kata Mery.
Ia lalu mengingatkan kepada pihak kapal dan anggota Kodam Pattimura yang ada di pelabuhan agar tidak memaksakan diri berlayar. Terlebih lagi, saat itu cuaca buruk dengan ketinggian gelombang di atas 3 meter. Kapal berbahan fiber itu melewati Laut Banda selama empat hari lamanya. Pelayaran itu dianggap sangat berisiko. "Saya minta berulang kali, tapi mereka tetap bersikeras. Mereka bilang ini perintah atasan," kata Merry.
Kapal tersebut kemudian berpindah sebentar ke pesisir Desa Poka, yang masih berada di Teluk Ambon. Tanggal 6 Januari, kapal bergeser ke Pelabuhan Slamet Riyadi Ambon, dekat Pelabuhan Batu Merah. Keesokannya harinya, kapal keluar dari Pelabuhan Slamet Riyadi menuju Saumlaki. "Kami mendapat laporan, kapal sudah keluar melalui pelabuhan lain. Sejak itu, kami tidak mendapatkan laporan. Belakangan, beredar kabar kapal hilang kontak," ujar Merry.
Pihak Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Ambon, yang memegang kendali pengawasan di Pelabuhan Slamet Riyadi, menilai pelayaran tersebut liar. Ethly Johannis Alfaris dari bagian humas otoritas tersebut, menyatakan, pihaknya tidak mengeluarkan surat persetujuan berlayar untuk kapal tersebut.
Jika diajukan surat persetujuan berlayar, pihaknya pun belum tentu mengabulkannya dengan berbagai alasan, seperti cuaca buruk dan jenis muatan. Kapal layar motor dinilai berisiko mengangkut avtur.
Pasti ada tim investigasi dari Kodam Pattimura yang akan melaksanakan tugasnya.
"Ini jadi pelajaran. Pelajaran selalu datang terlambat. Pasti ada tim investigasi dari Kodam Pattimura yang akan melaksanakan tugasnya," kata Kepala Penerangan Kodam Pattimura Kolonel (Inf) Jansen Simanjuntak.
Terlepas dari itu semua, kerja sama banyak pihak, seperti SAR, TNI AD, TNI AL, TNI AU, dan Polri, menunjukkan sinergi yang kuat antara sesama institusi negara dalam penanggulangan musibah. Masyarakat setempat pun ikut membantu berjibaku dalam proses pencarian tersebut.