Polda Bali Ungkap Sindikat Perdagangan Orang, Pemilik Kafe dan Perekrut Ditangkap
Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Bali mengungkap kasus tindak pidana perdagangan orang yang menempatkan seorang perempuan remaja asal Cianjur, Jawa Barat, menjadi korban.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA
·4 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Bali mengungkap kasus tindak pidana perdagangan orang yang menempatkan seorang perempuan remaja asal Cianjur, Jawa Barat, menjadi korban. Polisi sudah menahan tiga orang, termasuk seorang perempuan berinisial PR (28) yang berperan sebagai perekrut calon tenaga kerja yang masih di bawah umur itu.
Tiga tersangka dalam kasus perdagangan orang dengan indikasi mengeksploitasi anak sebagai pekerja itu ditangkap di Tabanan, Bali, Rabu (15/1/2020). Mereka adalah GP (44) sebagai pemilik kafe, IY (22) alias Mami Indri sebagai pengelola kafe, dan PR (28) sebagai perekrut tenaga kerja.
Ketiga tersangka ditahan lantaran mereka dijerat dengan ancaman hukum sesuai dengan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang atau Pasal 761 juncto Pasal 88 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak. Perbuatan tersangka juga melanggar Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Penahanannya mempertimbangkan unsur subyektif dan obyektif. Selain itu, perbuatan tersangka diancam hukuman pidana maksimal 15 tahun penjara. (Suratno)
Hal itu diterangkan Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum (Reskrimum) Polda Bali Ajun Komisaris Besar Suratno, di Polda Bali, Denpasar, Selasa (28/1/2020). ”Penahanannya mempertimbangkan unsur subyektif dan obyektif. Selain itu, perbuatan tersangka diancam hukuman pidana maksimal 15 tahun penjara,” kata Suratno.
Saat memberikan penjelasan kepada pers, Suratno didampingi Kepala Subdirektorat IV yang menangani perkara remaja, anak, dan wanita Ajun Komisaris Besar Sang Ayu Putu Alit Saparini dan Kepala Subbidang Penerangan Masyarakat Polda Bali Ajun Komisaris Besar I Gusti Agung Ayu Yuli Ratnawati.
Kasus tersebut terungkap dari laporan pihak keluarga EN, perempuan remaja asal Cianjur, ke Polda Bali sekitar dua pekan lalu. EN yang berusia 15 tahun itu dipekerjakan sebagai pendamping tamu di sebuah kafe dan tempat karaoke di Desa Senganan, Penebel, Kabupaten Tabanan. Keluarga korban yang berupaya memulangkan EN justru diminta membayar Rp 10 juta sebagai syarat dalam perjanjian kontrak kerja.
”Karena merasa dirugikan dan juga tidak mampu membayar, kakak ipar korban meminta perlindungan ke Polda Bali,” kata Suratno. ”Kami menindaklanjutinya dan mendatangi tempat kerja korban,” ujar Suratno. Polisi mendapati korban di kafe itu bersama sejumlah perempuan lain yang juga bekerja di kafe tersebut.
Iming-iming
Dari hasil pemeriksaan diketahui EN berusia 15 tahun sehingga korban termasuk masih anak-anak. EN tertarik untuk bekerja karena diiming-imingi tawaran gaji Rp 2 juta hingga Rp 4 juta per bulan dengan pekerjaan sebagai pendamping tamu kafe. EN direkrut PR sejak 28 Desember 2019 melalui informasi lowongan kerja di media sosial. EN mulai dipekerjakan di kafe milik GP sejak 30 Desember 2019.
”Korban disuruh melayani tamu yang minum minuman beralkohol,” kata Suratno.
Dari keterangan polisi disebutkan, pengelola kafe berinisial IY kemudian menyuruh EN menandatangani surat kontrak kerja. EN bekerja selama enam bulan sesuai dengan kontrak kerja dan jika EN berhenti sebelum masa kontrak kerja itu, korban harus membayar ganti rugi. Korban juga disuruh menandatangani surat pernyataan yang menyatakan korban bekerja atas kemauannya sendiri.
Sementara korban dalam kasus tindak pidana perdagangan orang yang diungkap Polda Bali itu, menurut Saparini, sudah dikembalikan ke pihak keluarganya. Saparini menambahkan, perbuatan tersangka itu sudah memenuhi tiga unsur dalam tindak pidana perdagangan orang (TPPO), yakni adanya proses perekrutan dan pemindahan orang, adanya cara mengendalikan korban dengan paksaan atau penipuan, dan adanya tujuan, yakni eksploitasi.
Secara terpisah, Eka Santi Indra Dewi dari Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak Daerah (KPPAD) Provinsi Bali mengatakan, anak-anak atau remaja rentan menjadi korban lantaran tergiur dengan iming-iming pekerjaan mudah dan gaji yang cukup besar. Korban diperdaya dengan janji akan dipekerjakan sebagai karyawan toko atau sebagai pramusaji.
Ekonomi rendah
”Dari advokasi terhadap kasus tindak pidana perdagangan orang yang pernah dilakukan KPPAD, korban biasanya berasal dari keluarga yang ekonominya kurang. Keluarga korban dibohongi calo tenaga kerja yang menyatakan anak mereka akan dipekerjakan sebagai pelayan di toko atau salon atau sebagai waitress kalau di kafe,” kata Eka.
Eka menyatakan, sosialisasi tentang kasus tindak pidana perdagangan orang sudah sering dijalankan. Sekitar dua minggu lalu, misalnya, sosialisasi TPPO diselenggarakan Grab bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, serta Komisi Perlindungan Anak Indonesia dan Polda Bali kepada kalangan pelajar di Denpasar. ”Peran pemerintah di daerah adalah lebih mengawasi keberadaan tempat hiburan malam atau kafe,” ujar Eka.