Peningkatan kualitas produk, kemampuan bisnis, ketersediaan akses pembeli, dan modal menjadi permasalahan umum pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Pemerintah daerah didorong menghadirkan pusat UMKM di daerah.
Oleh
ANDREAS BENOE ANGGER PUTRANTO
·3 menit baca
BANYUWANGI, KOMPAS — Peningkatan kualitas produk, kemampuan bisnis, ketersediaan akses pembeli, dan modal menjadi permasalahan umum pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM. Pemerintah daerah didorong menghadirkan pusat UMKM untuk mengatasi masalah itu.
Hal ini mengemuka dalam diskusi tatap muka pelaku UMKM dengan Staf Khusus Presiden Andi Taufan Garuda Putra di Banyuwangi, Rabu (29/1/2020). Andi yang banyak berkecimpung di dunia kewirausahaan ini mengatakan pernah berdiskusi dengan Presiden Joko Widodo terkait pengembangan UMKM.
”Menurut kami, UMKM bisa naik kelas apabila produknya bisa ditingkatkan nilainya, pelakunya meningkatkan kapasitas diri, dan tersedianya akses pembeli dan modal bagi pelaku usaha,” ujarnya.
Taufan mengatakan, ketiga hal tersebut dapat dicapai dengan mendirikan pusat-pusat UMKM. Fasilitas ini jangan hanya dijadikan untuk sarana memasarkan produk, tetapi ikut meningkatkan nilai produksi dan kapasitas diri pelakunya.
Pusat UMKM, lanjut Taufan, seharusnya juga menjadi bengkel kerja untuk desain kemasan produk. ”Kemasan yang dipikirkan dengan baik bisa meningkatkan nilai produk. Kemasan baik dan menarik sedikit banyak akan berpengaruh pada penjualan. Hal ini yang kadang dianggap remeh, padahal memiliki pengaruh besar,” tuturnya.
Pelaku UMKM juga dapat dilatih menjadi entrepreneur yang mampu membuat usahanya menjadi ladang bisnis menjanjikan. Salah satu pelatihan yang dapat diberikan, misalnya, terkait pemasaran menggunakan media sosial.
Selain itu, pusat UMKM juga bisa menjadi wadah match making bisnis. Di tempat tersebut pelaku UMKM bisa bertemu dengan pembeli, pemodal, pemberi akses pinjaman, atau penyedia bahan baku produksi.
Di Banyuwangi, Dinas Koperasi, Usaha Mikro, dan Perdagangan telah mengembangkan pusat UMKM yang diberi nama Rumah Kreatif. Tempat ini dibangun seperti konsep yang disampaikan Taufan.
”Rumah kreatif ini terbuka 24 jam. Kami memberikan pelatihan desain kemasan, pelatihan pemasaran, bahkan pelatihan pengolahan. Untuk produk kopi, misalnya, kami memberi pelatihan menyangrai hingga menghidangkan kopi yang baik,” ucap Pelaksana Tugas Kepala Dinas Koperasi, Usaha Mikro, dan Perdagangan Banyuwangi Nanin Oktaviantie.
Nanin mengatakan, saat ini ada 290.000 pelaku UMKM di Banyuwangi. Sebanyak 320 pelaku di antaranya merupakan binaan Dinas Koperasi, Usaha Mikro, dan Perdagangan Banyuwangi.
Rumah kreatif ini terbuka 24 jam. Kami memberikan pelatihan desain kemasan, pelatihan pemasaran, bahkan pelatihan pengolahan. Untuk produk kopi, misalnya, kami memberi pelatihan menyangrai hingga menghidangkan kopi yang baik.
Salah satu yang mendapat pelatihan tentang kemasan dari Rumah Kreatif ialah Suharti (45), pemilik usaha Kopi Duren Kalibaru. ”Dulu kopi saya hanya dihargai Rp 21.000 per kg. Namun, setelah mengubah pola tanam, panen, pengolahan pascapanen, hingga mengikuti tata cara pengemasan yang baik, sekarang kopi saya dijual Rp 25.000 per 2 ons atau Rp 125.000 per kg,” ucapnya.
Selain kenaikan harga, pengemasan yang baik juga membuat kopi produksi Suhartini lebih dikenal dan dinikmati banyak orang. Ia menuturkan, dahulu dirinya hanya menjual kopi bubuk di pasar dengan kemasan plastik biasa tanpa merek.
Kini, setelah belajar mengenai kemasan, kopinya bisa dipasarkan hingga Jakarta dan Batam. Sejumlah pesanan juga datang karena melihat merek dan alamat atau nomor telpon untuk pemesanan.