DPRD Kota Palu, Sulawesi Tengah, berencana menghadirkan BMKG, ahli bencana, dan pihak terkait untuk mendengarkan pandangan mereka terkait adanya perbedaan perspektif peta zona ruang rawan bencana.
PALU, KOMPAS — Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Palu, Sulawesi Tengah, berencana menghadirkan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika; para ahli bencana; serta pihak terkait untuk mendengarkan pandangan mereka terkait adanya perspektif yang berbeda dalam penyusunan peta zona ruang rawan bencana (ZRB) Palu dan sekitarnya. Pandangan ini sebagai masukan dalam pembahasan revisi rencana tata ruang wilayah.
Anggota DPRD Kota Palu, Mutmainah Korona, menyatakan, BMKG, ahli bencana, dan pihak terkait dihadirkan dengan tujuan agar DPRD dapat mendudukkan persoalan yang bermuara pada penguatan mitigasi bencana dengan lebih tepat. ”Kami tidak akan buru-buru untuk membahas revisi RTRW yang bersama dengan RDTL (rencana detail tata ruang). Kalau perlu satu tahun juga tidak apa-apa. Ini menyangkut keselamatan manusia,” ucap Mutmainah, Selasa (28/1/2020).
Adapun peta ZRB Palu dan sekitarnya di Sulawesi Tengah lebih mengutamakan aspek sosial sehingga tidak menyertakan survei kerentanan gempa BMKG. Ada kekhawatiran Palu sulit untuk berkembang dan ada gejolak dari masyarakat karena zona yang lebih rawan bencana meluas.
Berdasarkan penelusuran Kompas, terdapat dua alternatif peta zona ruang rawan bencana (ZRB) Palu dan sekitarnya. Alternatif satu tanpa hasil survei kerentanan gempa BMKG, sedangkan alternatif dua menyertakan hasil survei BMKG.
Direktur Jenderal Tata Ruang Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Abdul Kamarzuki mengatakan, pembahasan teknis peta ZRB sudah dilakukan sekitar empat kali pada Oktober-Desember 2018. Dari awal, tim penyusun, selain BMKG, sudah memutuskan memilih peta ZRB alternatif satu. Keputusan itu diambil berdasarkan pertimbangan sosial.
”Begitu faktor sosial masuk, itu jadi perhitungan juga. Tidak bisa kita lepaskan begitu saja. (Kalau alternatif dua) sebetulnya kayak merelokasi secara pelan-pelan. Kita tidak boleh mengembangkan. Sama aja menghilangkan fasilitas sehingga pelan-pelan dia (warga) ingin pindah,” kata Abdul, saat ditemui.
Sesuai dengan catatan di peta tersebut, BMKG menilai zona 1 di Peta ZRB semestinya adalah zona 3. Untuk itu, BMKG menolak tanda tangan dan hanya menorehkan paraf. ZRB memiliki rentang zona 1-4 dengan zona 4 atau zona merah sebagai yang paling tinggi kerentanannya.
Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla mengungkapkan, pemilihan peta ZRB alternatif satu diputuskan bersama. Peta itu dinilai tepat karena memberikan rasa aman masyarakat dari ancaman likuefaksi. Peta itu memuat kajian ancaman likuefaksi dari Badan Geologi.
Untuk gempa bumi, menurut Kalla, seluruh wilayah Indonesia juga mengalami kerentanan gempa, kecuali Pulau Kalimantan. ”Tidak bisa kita mengatakan aman dari gempa. Tapi, kita bisa memetakan wilayah mana yang aman dari likuefaksi itu,” kata Kalla.
Meski demikian, rapat tetap menerima masukan BMKG. Masukan itu juga dijadikan rujukan untuk pertimbangan daerah merevisi RTRW. Salah satu usulnya yakni standar konstruksi bangunan yang bisa digunakan menurut klasifikasi ZRB. ”Relokasi hanya bisa dilakukan dengan building code yang tepat. Ini kita adopsi pendapat BMKG,” ujar Kalla.
Di tengah rapat, Deputi Geofisika BMKG Muhamad Sadly sempat mengajukan interupsi. Dia tidak puas dengan dipilihnya peta ZRB yang tak menyertakan survei BMKG. ”Saya tidak mau tanda tangan karena ada pesan dari atasan. Ini, kan, tanggung jawab moral BMKG. Kalau kami setuju dan terjadi sesuatu nantinya, kami yang disalahkan,” ungkap Sadly.
Sementara itu, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono menjelaskan, perbedaan dalam kerja tim itu sudah biasa. ”Wajar saja kalau ada satu yang tidak setuju. Tetapi, yang diambil, kan, keputusan bersama, itu sudah final (peta ZRB). Tidak ada yang perlu dibahas lagi,” ujarnya.
Direktur Pembinaan Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang Daerah Kementerian ATR/BPN Reny Windyawati mengatakan, dalam rapat teknis, ada kekhawatiran Palu akan sulit berkembang jika menyertakan survei kerentanan gempa BMKG karena zona terbatas untuk rawan bencana meluas. ”Belum lagi kalau masyarakat protes karena tak bisa membangun,” kata Reny.
Kepala Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang Sulawesi Tengah Syaifullah Djafar menjelaskan, hasil dari peta ZRB akan berdampak signifikan terhadap arah pembangunan Sulteng, utamanya Kota Palu. Sebab, peta akan dijadikan rujukan utama dalam Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Sekaligus Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).
”Meskipun, kan, nanti dalam RDTR skalanya lebih detail sampai 1:5.000, dibandingkan peta ZRB 1:100.000. Tetapi, kita akan menjalankan peta ZRB dengan konsisten. Kalau dilarang pembangunan baru pastinya bisa terhambat nanti,” kata Syaifullah.
Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Eko Yulianto menilai, BMKG menggunakan paradigma skenario terburuk dalam menyusun peta ZRB. Hasilnya, peta itu menghasilkan daerah yang mayoritas zona terlarang dan terbatas. Konsekuensi dari peta itu adalah risiko bencana menjadi rendah, tetapi dampak ekonomi paling tinggi.