Kejaksaan Tetapkan Dua Tersangka Korupsi Proyek Gambut Kalteng
Kejaksaan Negeri Palangkaraya menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan infrastruktur pembasahan lahan gambut di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Rabu (29/1/2020).
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Kejaksaan Negeri Palangkaraya menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan infrastruktur pembasahan lahan gambut di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Rabu (29/1/2020). Dalam proyek dengan total nilai sebesar Rp 84 miliar tersebut, kerugian negara diduga mencapai Rp 933 juta. Jaksa juga menduga masih ada tersangka lainnya.
Kedua tersangka berinisial A dan MS. Tersangka A merupakan pegawai Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kalteng, yang pada saat proyek dilaksanakan menjabat sebagai pejabat pembuat komitmen. Adapun MS merupakan konsultan pengawas dari seluruh proyek pembangunan infrastruktur pembasahan lahan gambut tersebut.
Seharusnya alat-alat itu ada di titik-titik yang sudah ditentukan, tetapi malah masih tersimpan rapi di kantornya.
Kepala Kejaksaan Negeri Palangkaraya Zet Tadung Allo menjelaskan, dugaan korupsi dimulai ketika pihaknya menemukan banyak sumur bor yang belum terbangun dan masih tersimpan rapi di Kantor DLH Kalteng. Beberapa sumur bor itu juga tersimpan di kantor kelurahan/desa yang tersebar di Kota Palangkaraya, Kabupaten Kapuas, dan Kabupaten Pulang Pisau.
”Seharusnya, alat-alat itu ada di titik-titik yang sudah ditentukan, tetapi malah masih tersimpan rapi di kantornya,” kata Allo.
Allo menjelaskan, Badan Restorasi Gambut (BRG) menyerahkan proyek pembangunan infrastruktur pembasahan lahan gambut ke daerah melalui sistem kontraktual dan swakelola. Untuk kontraktual, dikerjakan oleh PT Kalangkap, sedangkan yang swakelola dikerjakan pihak Universitas Palangka Raya, Universitas Muhammadiyah, dan DLH Provinsi Kalteng. Total terdapat 3.200 sumur bor yang dibuat selama tahun 2018.
Allo menambahkan, tersangka lainnya, MS, merupakan konsultan pengawas proyek yang bertugas mengawasi pembuatan sumur bor tersebut. Namun, MS tidak menjalankan tugasnya sehingga masih banyak sumur bor yang belum atau tidak dibangun sama sekali.
Selain itu, pengawas juga meminjam perusahaan, yang dinilai menyalahi aturan. Allo menambahkan, pengawas juga tidak memiliki sertifikat ahli dan meminjam sertifikat tersebut dari orang atau perusahaan lain. ”Ahli tidak bekerja, dia hanya minta bayaran kepada yang bersangkutan (tersangka MS). Laporannya pun fiktif karena diminta demikian,” kata Allo.
Pada 2018, BRG memberikan proyek pembangunan infrastruktur ke daerah, seperti pembangunan sumur bor, sekat kanal, dan paket revitalisasi ekonomi masyarakat. Proyek itu dilaksanakan oleh Tim Restorasi Gambut Daerah (TRGD) Provinsi Kalteng yang diketuai oleh Sekretaris Daerah Provinsi Fahrizal Fitri, yang saat itu juga merupakan penjabat DLH Provinsi Kalteng. Sebagian besar pelaksana merupakan staf DLH.
Proyek itu dikerjakan di tiga kabupaten/kota, yakni Kabupaten Pulang Pisau, Kapuas, dan Kota Palangkaraya. Pihak kejaksaan menemukan dugaan tindak pidana korupsi di daerah-daerah tersebut, terutama di Kota Palangkaraya. ”Tidak secara langsung kami katakan itu penyebab sumur bor tidak berfungsi, lalu masif terjadi kebakaran karena tidak ada pembasahan,” ujar Allo.
Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Palangkaraya Mahdi Suryanto mengungkapkan, kedua tersangka langsung ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas IIA Kota Palangkaraya. Pihaknya juga masih mengumpulkan bukti lainnya pada proyek gambut ini, seperti pembuatan sekat kanal dan proyek revitalisasi. ”Kemungkinan masih ada tersangka lain, tetapi kami fokus pada dua tersangka ini dulu,” kata Mahdi.
Sementara itu, saat dihubungi, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala DLH Kalteng Esau enggan memberikan komentar. Esau baru saja menjabat sebagai Plt Kepala DLH Provinsi Kalteng. Sejak kasus ini ditangani kejaksaan, beberapa kali terjadi rotasi kepala dinas sekaligus sejumlah kepala bidang di bawahnya.