Sulawesi Utara menghadapi Pilkada 2020 dengan bekal pelaksanaan Pemilu 2019 yang berjalan lancar. Meski demikian, penyelenggara pemilu tetap dan ”ad hoc” diingatkan untuk selalu menjaga integritas.
Oleh
kristian oka prasetyadi
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum Sulawesi Utara menghadapi Pilkada 2020 dengan bekal pelaksanaan Pemilu 2019 yang berjalan lancar. Meskipun demikian, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu dan para pakar politik mengingatkan para penyelenggara pemilu, baik tetap maupun ad hoc, untuk selalu menjaga integritas.
Komisioner Divisi Sosialisasi, Partisipasi Masyarakat, dan Sumber Daya Manusia KPU Sulut Salman Saelangi mengatakan, tidak ada anggota KPU di tingkat provinsi ataupun kabupaten dan kota yang diberhentikan selama rangkaian Pemilu 2019. ”Penyelenggaraan berlangsung relatif lancar dalam koridor hukum. Yang penting kami menjaga keterbukaan,” katanya di Manado, Rabu (29/1/2020).
Dari semua aduan itu, DKPP memberi sanksi peringatan keras kepada lima komisioner KPU Minahasa.
Berdasarkan catatan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), KPU Sulut dan KPU Manado, Bitung, Minahasa, Minahasa Selatan, Bolaang Mongondow, Bolaang Mongondow Timur, dan Kepulauan Talaud masing-masing mendapat satu aduan. Aduan terhadap 36 komisioner KPU itu berasal dari masyarakat dan kader partai politik.
Dari semua aduan itu, DKPP memberi sanksi peringatan keras kepada lima komisioner KPU Minahasa. Para komisioner KPU itu dinilai tidak melaksanakan pemilihan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dengan sesuai tahapan, jadwal, dan syarat yang berlaku. Namun, tidak ada penyelenggara yang diberhentikan DKPP.
Sementara itu, dua anggota PPK dan sembilan anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) diberhentikan karena dinilai tidak lagi imparsial. Salman mengatakan, sebagian melanggar kode etik dengan memasang status di media sosial yang menunjukkan kecondongan pada salah satu peserta pemilu.
”Kasus-kasus itu bisa diselesaikan KPU dan Bawaslu di kota/kabupaten. Sebagian sukarelawan mundur setelah kami tanyai. Memang, risiko menjadi tidak netral cukup tinggi, apalagi kalau ada tekanan dari lingkungannya,” kata Salman.
Untuk menjaga integritas para penyelenggara pemilu ad hoc, pemilihan harus dilaksanakan sesuai peraturan KPU untuk Pilkada 2020. Salah satu syarat penting adalah tidak boleh berafiliasi dengan partai politik dalam lima tahun terakhir.
Sementara itu, sebanyak 16 anggota Bawaslu di enam kota dan kabupaten di Sulut diadukan ke DKPP. Namun, tidak ada yang mendapat sanksi pemberhentian.
Terkait hal ini, Ketua Bawaslu Sulut Herwyn Malonda mengatakan, pihaknya akan mengadakan penguatan kapasitas anggota sembari mengidentifikasi potensi masalah yang mungkin muncul. Penguatan integritas juga akan dilakukan melalui perspektif agama.
”Kami akan melibatkan para pemuka agama untuk mengingatkan pengawas pemilu bahwa amanah itu datangnya dari Tuhan. Jadi, pelanggaran etika dan profesionalisme bisa dicegah. Kami juga akan menerbitkan buku panduan etika penyelenggara pemilu,” kata Herwyn.
Pesta demokrasi akan dihelat lagi pada 2020 dengan pilkada serentak di 270 daerah. Di Sulut, pilkada digelar di tingkat provinsi serta tujuh kota/kabupaten, yaitu Manado, Tomohon, Bitung, Minahasa Utara, Minahasa Selatan, Bolaang Mongondow Timur, dan Bolaang Mongondow Selatan.
Karena itu, integritas harus dipelihara, dirawat sendiri, disemai sendiri, dan pada waktunya dipetik sendiri sehingga dampaknya bisa meluas.
Terkait hal ini, Pelaksana Tugas Ketua DKPP Muhammad Alhamid mengingatkan para penyelenggara pemilu untuk menjaga kepercayaan publik. Anggota KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) harus menjaga integritas agar hasil pilkada dapat dipertanggungjawabkan.
”Integritas ini dipegang oleh orang per orang. Karena itu, integritas harus dipelihara, dirawat sendiri, disemai sendiri, dan pada waktunya dipetik sendiri sehingga dampaknya bisa meluas,” kata Muhammad.
Penangkapan mantan komisioner KPU, Wahyu Setiawan, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi karena menerima suap terkait penetapan anggota DPR pergantian antarwaktu (PAW), menurut Muhammad, turut mencoreng kepercayaan masyarakat terhadap proses pemilu. Padahal, butuh waktu lama untuk membangun kepercayaan publik sehingga hasil pemilu dapat diterima.
Untuk mencegah rusaknya kepercayaan publik, Muhammad mengingatkan anggota KPU dan Bawaslu di Sulut untuk membatasi kontak dengan peserta pemilu. ”Masyarakat akan curiga kalau melihat wasit dan pemain nongkrong dan ketawa-ketawa bersama. Kalau mau ketemu, lebih baik di kantor saja,” katanya.
Meski demikian, Muhammad menilai, integritas penyelenggara pemilu perlu dibentuk juga oleh masyarakat. ”Batu karang yang dihantam lembut oleh air bertahun-tahun akan terkikis juga. Manusia pun, sekuat apa pun integritasnya, harus ditopang lingkungan. Jadi, tolong jangan goda kami, biarkan kami bekerja sesuai undang-undang dan etika pemilu,” ujarnya.
Sementara itu, pengajar Ilmu Politik Universitas Sam Ratulangi, Ronny Gosal, meminta masyarakat turut mencermati jalannya proses pemilu. Jika ada keganjilan, seperti politik uang oleh calon bermasalah, masyarakat diminta melapor kepada DKPP.
Ia menilai, sosialisasi seluas-luasnya soal pemilu sangat penting demi membangun pengertian masyarakat. ”Utamanya adalah sosialisasi agar tidak terkena bujuk rayu sembako dan uang. Menjaga integritas pilkada adalah tanggung jawab konstituen, penyelenggara, dan partai politik,” kata Ronny.
Sementara itu, Wakil Gubernur Sulut Steven Kandouw menyatakan, pemprov mendukung Pilkada 2020 yang berintegritas. Provinsi menyiapkan Rp 400 miliar atau 10 persen dari APBD Sulut untuk melaksanakan pilkada.
”Biaya demokrasi memang tinggi. Tapi, bicara demokrasi, tidak boleh hitung-hitungan. Saya harap pilkada bisa berjalan sesuai regulasi dan hasilnya berintegritas,” katanya.