Kisah Jihan dan Makanan Kiriman Tetangga
Di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, seorang bocah berusia 11 tahun bergulat dengan kondisi itu ketika harus merawat sang ibu yang sakit parah sekaligus mengasuh adiknya sambil mengurus rumah.
Kemiskinan dan sakit adalah perjumpaan dua nestapa yang sangat berat dihadapi. Di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, seorang bocah berusia 11 tahun bergulat dengan kondisi itu ketika harus merawat sang ibu yang sakit parah sekaligus mengasuh adiknya sambil mengurus rumah.
Duduk melantai, Jihan, bocah itu, merapikan empat buah boks plastik berisi berbagai makanan. Ada kolak pisang, ikan, sayur lodeh, dan nasi putih. Seorang tetangganya di Lepo-lepo, Kendari, baru saja pulang setelah mengantar makanan itu, Rabu (29/1/2020), selepas pagi.
Jihan masuk ke kamar tempat ibunya berbaring. Wa Ode Nuraini (37) telah beberapa waktu ini hanya dapat berdiam di kamar. Kanker hati dan kanker payudara stadium lanjut membuat ibu enam anak ini tidak bisa berbuat banyak. Dibalut jilbab besar, Nuraini berbaring di kasur.
”Mauki makan kolak, Ummu (ibu)?” tanya Jihan, yang dijawab anggukan oleh sang ibu.
Ummu kanker hati, punggungnya sering sakit. Tiap siang, sore, sama habis isya, minta dipijat.
Cekatan, Jihan mengambil sendok di dapur lalu kembali ke kamar. Perlahan, Jihan menyendokkan kolak ke ibunya. Siswi Kelas V sebuah pesantren di Kendari ini menyuapkan beberapa potong kolak sebelum diminta berhenti oleh sang ibu.
Jihan kembali ke ruang tengah, lalu menggendong Bilal, adik bungsunya yang berusia enam bulan. Bilal asyik bermain di gendongan sang kakak, menarik-narik kerudung atau sekadar menyandarkan kepala ke bahu Jihan. Seminggu terakhir, Bilal dirawat oleh seorang kerabat dan baru pulang kembali ke rumah siang itu.
”Biasanya, saya biarkan saja main sendiri. Nanti setelah kasih makan ummu, mencuci, baru saya gendong,” cerita Jihan, yang tidak bersekolah sebulan terakhir karena memilih fokus merawat ibu dan adik-adiknya. ”Ummu kanker hati, punggungnya sering sakit. Tiap siang, sore, sama habis isya, minta dipijat,” lanjutnya.
Tidak seperti anak seusianya yang bersekolah, bermain, dan berkumpul, Jihan ”sibuk” mengambil alih pekerjaan di rumah sekaligus mengurus sang ibu. Jihan adalah sulung dari enam bersaudara. Setelah ibu dan ayahnya pisah, ia ikut sang ibu bersama adik bungsunya. Empat adiknya yang lain ikut bersama sang ayah. Hari itu, adik kelimanya, Ikrimah (5), datang menginap.
Selama tiga bulan terakhir, Jihan menceritakan, sakit yang dialami ibunya bertambah parah. Sang ibu tidak bisa mengerjakan pekerjaan rumah atau mencari penghasilan melalui praktik bekam yang biasa dilakukannya.
Alhasil, keluarga kecil ini tidak mempunyai penghasilan apa pun. Untungnya, bantuan dari tetangga terus mengalir. Beras, kiriman makanan, hingga makanan bayi terus berdatangan.
Kalau makan, biasa makan indomi, sama kiriman tetangga kalau ada yang kasih.
Bantuan bedah rumah juga mereka dapatkan dari sebuah organisasi dakwah. Rumah permanen dengan tiga buah kamar, tetapi tanpa dapur, telah mereka tempati satu pekan terakhir. Jemuran pakaian di belakang rumah masih basah setelah Jihan mencuci pagi sebelumnya.
Rumah mereka berjarak sekitar 5 kilometer dari rumah jabatan (rujab) Gubernur Sultra, atau 10 kilometer dari rujab Wali Kota Kendari. Jika memakai mobil dinas dan pengawalan seperti biasanya, bisa ditempuh kurang dari 7 menit.
Rumah yang mereka tempati sebelumnya hanya berjarak beberapa langkah dari rumah sekarang. Sebuah rumah berdinding papan dan berlantai semen itu tidak terlihat lagi bentuknya. Di situ, Jihan dan adik-adiknya menetap tujuh tahun terakhir. ”Kalau makan, biasa makan indomi, sama kiriman tetangga kalau ada yang kasih. Adik Bilal ini makan makanan bayi sama menyusu dari ibu,” ucap Jihan.
Pekan lalu, atas dorongan warga dan kerabat, ibu Jihan akhirnya mau dibawa ke rumah sakit. Di RS Bahteramas, Nuraini dirawat selama tiga hari. Nuraini lalu meminta dipulangkan ke rumah untuk berkumpul bersama anak-anaknya. Selama di rumah sakit, Bilal dititipkan di mushala, yang dirawat oleh pegawai RS Bahteramas.
Masyita dari bagian Humas RS Bahteramas membenarkan bahwa Nuraini memang dirawat selama beberapa hari pekan lalu. Pihak rumah sakit melakukan perawatan dan penanganan sesuai kondisi penyakit pasien yang didiagnosis kanker stadium lanjut.
Persoalan akut
Hingga Rabu siang, sejumlah kerabat dan teman berdatangan ke rumah Nuraini. Mereka membawa makanan, telur, air mineral, hingga perlengkapan rumah. Abdul Rahman (42), tetangga Nuraini, menceritakan, sejumlah pihak terus berusaha membantu setiap hari. Kiriman makanan rutin di siang dan sore hari agar beban keluarga tersebut bisa dikurangi.
Debi (28), staf RS Bahteramas yang merawat Bilal, menuturkan, ia hanya berusaha membantu agar keluarga ini bisa bangkit dan tidak terbebani terlalu jauh. Apalagi, anak Nuraini masih kecil dan membutuhkan asupan gizi yang baik. Mereka juga belum terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan ataupun program Kartu Indonesia Sehat (KIS).
Waktu saya pertama ketemu, berat Bilal hanya 5 kilogram. Sekarang, alhamdulillah sudah bertambah.
”Waktu saya pertama ketemu, berat Bilal hanya 5 kilogram. Sekarang, alhamdulillah sudah bertambah. Alerginya juga sudah berkurang,” kata Debi, menunjukkan telapak tangan Bilal yang masih kemerahan. ”Nanti, kalau sudah umur 9 bulan, harus divaksin karena selama beberapa bulan dia minum ASI, sementara ibunya sedang sakit. Makanya, harus diperiksa lengkap nanti,” ujarnya.
Jihan, Bilal, dan keluarganya sedikit beruntung karena memiliki kerabat dan tetangga yang sigap membantu. Keluarga yang berada di bawah garis kemiskinan ini mengalami beragam problema dan hambatan akses untuk mendapatkan pelayanan sesegera mungkin dari negara.
Menilik data Badan Pusat Statistik, persentase penduduk miskin di Kota Kendari hingga 2017 lalu terus turun. Pada 2015 sebesar 5,59 persen, turun menjadi 5,51 persen pada 2016, dan kemudian menjadi 5,01 persen di 2017. Akan tetapi, indeks kedalaman kemiskinan tidak berubah. Pada 2015 sebesar 0,75 persen, sempat turun menjadi 0,69 persen di 2016, dan kembali ke 0,75 persen di 2017.
Untuk wilayah se-Sultra, jumlah penduduk miskin di perkotaan memang terus meningkat. Pada September 2017 sebanyak 67.960 jiwa, menjadi 70.050 jiwa di 2018, dan di September 2019 sebanyak 72.580 jiwa.
Sementara itu, data Dinas Sosial Kota Kendari menunjukkan, jumlah orang yang berhak menerima bantuan sosial terus naik. Jumlah penerima bertambah dari 74.000 pada 2017, dan menjadi 89.000 jiwa pada 2018. Jumlah ini diperkirakan terus naik pada 2019 dan 2020.
Baca juga: Kemiskinan di Sultra Bertambah Dalam
Jihan dan keluarganya tentu tidak terlalu berharap muluk-muluk kepada negara. Mereka terkendala akses dan ketidaktahuan dengan sistem dan birokrasi panjang pemerintah. Di satu sisi, mereka bergelut dengan kemiskinan akut dan penyakit yang parah.
Jihan menuturkan, ia mendapat banyak bantuan dari orang-orang selama ini. Ia masih ingin bersekolah, tetapi tidak ingin meninggalkan sang ibu yang terbaring lemah. ”Kalau sekolah, ummu tidak ada yang urus. Nanti saja, kalau ummu sudah sehat,” ucap Jihan yang bercita-cita menjadi guru ini.
Baca juga: Menyelesaikan Kemiskinan