Pemahaman dan pelatihan rohani bagaimana cara hidup berumah tangga yang tepat dan tangguh dalam suka maupun duka terbukti mampu memperkokoh lembaga perkawinan.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Pemahaman dan pelatihan rohani bagaimana cara hidup berumah tangga yang tepat dan tangguh dalam suka maupun duka terbukti mampu memperkokoh lembaga perkawinan. Pasangan suami–istri yang mengikuti pembinaan dinilai cukup sukses membangun bahtera hidup rumah tangga dibandingkan dengan yang tidak mengikuti pembinaan.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak-anak Nusa Tenggara Timur (NTT) Silvia Pekujawa dalam diskusi ”Konsolidasi Organisasi Perempuan NTT” di Kupang, Kamis (30/1/2020), mengatakan, agama tertentu sudah menjalankan pembinaan. Proses pembinaan yang disebut kursus persiapan perkawinan itu berlangsung selama 7-14 hari yang dilakukan oleh tokoh agama bersangkutan.
Pasangan suami-istri yang mengikuti pembinaan dinilai cukup sukses membangun bahtera hidup rumah tangga. Mereka setia dalam suka ataupun duka. Akan tetapi, keluarga baru yang tidak dipersiapkan secara rohani (mental) dan agama, mudah melakukan perceraian, perselingkuhan, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Kejiwaan istri atau suami sangat labil dalam menghadapi berbagai persoalan rumah tangga. Kondisi ini sangat disayangkan.
Sejumlah kasus pembunuhan dan penganiayaan yang dilakukan dalam keluarga menunjukkan banyak keluarga tidak siap menghadapi aneka masalah hidup berkeluarga. Kasus yang akhir-akhir ini menjadi perhatian adalah kasus Dewi Regina Ano (26) yang membunuh anak kembarnya pada 17 September 2019. Kedua anaknya, Angga Masus dan Anggi Masus (5), dibunuh di kamar kontrakan di Kupang.
Selain itu kasus Adriana Lulu Djami (33), yang membunuh anak perempuannya, Dominic Quin (2), di kamar kontrakan di Kupang karena pipis di atas kasur, 1 Januari 2020. Ini terjadi karena ibu bersangkutan belum siap menjadi seorang ibu. Demikian pula kasus kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan suami terhadap istri, atau ayah terhadap anak-anak. Suami belum siap menjalankan hidup rumah tangga.
Agar pemerintah memberikan perhatian khusus terhadap pasangan keluarga muda pada 2020 ini. (Magdalena Ina)
”Tiga masalah yang sering menjadi pemicu dalam keluarga adalah kecemburuan atau perselingkuhan, kesulitan ekonomi rumah tangga atau pekerjaan suami, dan campur tangan ibu mertua secara berlebihan. Akan tetapi, paling dominan adalah masalah ekonomi rumah tangga dan perselingkuhan yang selalu berawal dari ponsel,” kata Pekujawa.
Ketua DPRD NTT Emilia Nomleni mengatakan, keluarga yang baik melahirkan generasi muda yang berkualitas. ”Masa depan bangsa ini ditentukan generasi muda saat ini. Jika mereka dipersiapkan secara baik dan benar dari kecil, sesuai dengan nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika di dalam keluarga, mereka bisa diandalkan menjadi penerus perjuangan cita-cita bangsa ini,” kata Nomleni.
Ketua Organisasi Perempuan NTT Kristofora Bantang mengatakan, pendidikan anak di dalam rumah tangga sangat ditentukan perilaku, kasih sayang, dan perangai ibu kandung. Setiap ibu selalu menginginkan yang terbaik bagi anak-anaknya.
Adapun Ny Magdalena Ina (48), peserta diskusi, meminta agar pemerintah memberikan perhatian khusus terhadap pasangan keluarga muda pada 2020 ini. Karena melalui generasi muda, akan lahir generasi berikutnya yang akan menjalankan pembangunan pada 20-50 tahun yang akan datang.