Empat Daerah Rawan Penyelundupan Senjata Ilegal di Papua
Komnas HAM Perwakilan Provinsi Papua menemukan empat daerah yang rawan penyelundupan senjata dan amunisi secara ilegal.
Oleh
FABIO COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Perwakilan Provinsi Papua menemukan empat daerah yang rawan penyelundupan senjata dan amunisi secara ilegal. Pemerintah pun diminta serius menangani masalah ini karena dapat memicu konflik berkepanjangan di tengah masyarakat.
Pelaksana tugas Kepala Perwakilan Komnas HAM Perwakilan Papua Frits Ramandey, di Jayapura, Jumat (31/1/2020), mengatakan, keempat daerah itu adalah Sorong, Jayapura, Mimika, dan Nabire. Hal itu berdasarkan hasil pemetaan Komnas HAM sepanjang 2015-2018.
Amunisi dan senjata masuk melalui jalur udara maupun laut di empat daerah tersebut.
Ia mengungkapkan, terdapat dua motif maraknya penjualan amunisi dan senjata ilegal di empat daerah ini. Pertama, motif kepentingan bisnis kelompok sipil bersenjata yang tidak berafiliasi dengan gerakan Papua merdeka. Kelompok ini mengamankan pembangunan infrastruktur serta tambang ilegal.
Motif kedua adalah pembelian senjata dan amunisi oleh kelompok organisasi Papua merdeka untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. "Amunisi dan senjata masuk melalui jalur udara maupun laut di empat daerah tersebut," kata Frits.
Ia menuturkan, perlu upaya serius dari pemerintah untuk menghentikan penjualan senjata ke kelompok sipil bersenjata di Papua. Sebab, hal ini dapat memicu konflik bersenjata yang berkepanjangan di tengah masyarakat.
Frits mengatakan, perlu diperkuat fungsi jajaran intelijen di Polri, TNI, dan institusi lainnya. Selain itu, menggunakan jaringan warga sipil dan mengawasi jumlah senjata dan amunisi anggota TNI-Polri non-organik yang ditugaskan ke Papua secara rutin.
Diduga ada intimidasi dari kelompok kriminal bersenjata terhadap aparatur kampung untuk menggunakan dana desa membeli senjata dan amunisi.
Bahkan, Frits mengungkapkan, Komnas HAM juga menemukan adanya dugaan penyalahgunaan dana desa sebesar Rp 100 juta untuk pembelian ratusan amunisi di Kabupaten Mimika. Uang itu berasal dari salah satu kampung di Kabupaten Yahukimo.
"Kami berharap aparat kepolisian dan kejaksaan dapat mengusut aliran dana desa itu. Diduga ada intimidasi dari kelompok kriminal bersenjata terhadap aparatur kampung untuk menggunakan dana desa membeli senjata dan amunisi," ungkap Frits.
Kepala Bidang Humas Polda Papua Komisaris Besar Ahmad Mustofa Kamal menegaskan, pihaknya akan berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk mengawasi jalur transportasi di Sorong, Jayapura, Nabire, dan Mimika.
"Polda Papua telah dua kali menggagalkan penjualan amunisi dan senjata pada awal tahun ini. Kami akan terus meningkatkan pengawasan agar mencegah masuknya amunisi dan senjata ke kelompok kriminal bersenjata," tutur Ahmad.
Polisi menggagalkan upaya kelompok kriminal bersenjata melakukan transaksi senjata di Kabupaten Nabire pada 21 Januari lalu. Penggagalan itu berakhir dengan kontak tembak di Kampung Nifasi, daerah pedalaman Nabire, yang kemudian menewaskan salah satu pimpinan kelompok itu, yakni NM.
Kelompok NM sering menebar teror di Kabupaten Intan Jaya, daerah tetangga Nabire. Polisi menemukan sepucuk senjata rakitan laras panjang, satu unit telepon seluler, amunisi kaliber 5,56 mm sebanyak dua butir, KTP, buku tabungan bank Papua, dan uang tunai Rp 500.000.
Terakhir, aparat Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Papua menggagalkan transaksi senjata serbu jenis AK-47 dan 12 butir amunisi di Perumahan BTN Gajah Mada, Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, Senin kemarin. Sebanyak tiga orang ditahan di Markas Polda Papua hingga saat ini.
Adapun identitas tiga warga yang ditangkap itu yakni JJS, NT, dan YN. JJS berperan sebagai pemilik senjata, YN sebagai kurir, dan NT sebagai pembeli. Kepolisian menduga, senjata itu akan dibawa NT ke Yahukimo. Daerah itu merupakan salah satu yang rawan konflik bersenjata di Papua.
Polisi hingga kini masih menyelidiki dari mana asal senjata itu. Selain itu, polisi juga menelusuri kemungkinan keterkaitan NT dengan kelompok kriminal bersenjata di Papua.