Seorang siswi di sebuah SMA di Kabupaten Maluku Tengah, Maluku, diperkosa oleh 16 teman kelasnya serta seorang siswa SMP. Korban mengalami trauma berat.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS - Seorang siswi di sebuah SMA di Kabupaten Maluku Tengah, Maluku, diperkosa oleh 16 teman kelasnya serta seorang siswa SMP. Korban mengalami trauma berat. Peristiwa itu menujukkan betapa buramnya moral sebagian anak sekolah akibat rapuhnya benteng pendidikan moral yang ditanamkan mulai dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Korban dan 15 pelaku masih di bawah umur, sedangkan dua pelaku yang lain dikategorikan sudah dewasa. Korban dan pelaku sama-sama tinggal di satu perkampungan. Bahkan, beberapa pelaku memiliki hubungan keluarga dengan korban.
Bagaimana orangtua mendidik anak-anaknya agar bermoral baik. Barangkali, orangtua tidak menjalankan hal itu dengan serius.
Pemerhati perempuan dan anak di Maluku Lusi Peilouw, di Ambon, Jumat (31/1/2020), mengatakan, korban dan juga pelaku sama-sama korban dari rapuhnya pendidikan moral. "Ini terutama dalam keluarga sendiri. Bagaimana orangtua mendidik anak-anaknya agar bermoral baik. Barangkali, orangtua tidak menjalankan hal itu dengan serius," katanya.
Tanggung jawab berikutnya, kata Lusi, adalah sekolah yang tidak maksimal menjalankan fungsi sebagai pendidik. Mata pelajaran pendidikan moral rupanya tidak terlalu diperhatikan di sekolah. Jika muatan materinya terbatas, wali kelas selaku orangtua di sekolah harus proaktif. "Wali kelas perlu mengingatkan siswa bahwa mereka adalah keluarga besar yang harus saling menjaga," ujarnya.
Selain itu, lingkungan pergaulan di masyarakat sangat menentukan. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dianggap berperan signifikan merusak sikap dan perilaku anak yang tidak memiliki benteng moral yang kuat. Anak-anak terpapar pengaruh itu saat bergaul di lingkungan masyarakat. "Lihat di lorong-lorong (gang permukiman), mereka duduk berkumpul sambil nonton film di handphone," ujarnya.
Josef A Ufi, pemerhati sosial dari Universitas Pattimura, menambahkan, gempuran media sosial menyebabkan erosi nilai sosial dan budaya semakin sulit dibendung. Benteng moral yang tidak kuat akan ambruk. Konten pornografi dan pornoaksi yang dimuat dalam media sosial merusak perilaku hingga dijadikan contoh, termasuk perilaku seks. "Perilaku seks menyimpang semacam ini banyak berseliweran di media sosial," ujarnya.
Josef menilai, orangtua gagal mendidik anak mereka dalam menggunakan telepon seluler secara baik. Orangtua seharusnya membatasi penggunaan gawai pada anak sejak kecil hingga usia sekolah. "Sekarang ini, di meja makan, orangtua dan anak sibuk pegang handphone masing-masing," katanya.
Kepala Polres Kota Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease Komisaris Besar Leo Simatupang menuturkan, korban diperkosa di enam tempat yang berbeda. Ia diperkosa secara berkelompok oleh 17 orang itu. Peristiwa itu terjadi sepanjang November-Desember 2019. "Ada pelaku yang perkosa satu kali, ada juga yang lebih dari itu di tempat yang berbeda," kata Leo.
Kepada penyidik, korban menuturkan, dirinya terpaksa menuruti kemauan temannya untuk diperkosa berulang-ulang lantaran takut. Para pelaku mengancam apa yang dilakukan sebelumnya diumbar kepada orang lain. Otak pemerkosaan adalah pacarnya sendiri. Setelah bersetubuh dengan korban, pacarnya memaksa korban agar mau disetubuhi oleh teman-temannya.
Lantaran mengalami trauma, korban tidak mau ke sekolah. Gurunya lalu datang dan membujuk korban agar masuk sekolah. Di sekolah, korban menyampaikan apa yang dialami sehingga pihak sekolah pun melaporkan hal itu kepada keluarga korban. Tidak terima dengan hal itu, ibu korban membawa kasus itu ke kantor polisi.
Para pelaku pemerkosaan ditangkap lalu dibawa ke Markas Polres Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease. Mereka telah ditetapkan sebagai tersangka. Dari 17 tersangka itu, dua di antaranya telah berumur dewasa atau lebih dari 18 tahun. Adapun para tersangka lain ditahan di rumah tahanan khusus anak di Kota Ambon.