BOGOR, KOMPAS —Sebagian warga Kecamatan Sukajaya dan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, mendukung rencana pemerintah menutup penambangan emas ilegal di Taman Nasional Gunung Halimun Salak selama disediakan mata pencarian alternatif. Namun, warga menolak tudingan bahwa aktivitas penambangan itu menjadi pemicu bencana banjir bandang dan longsor di Bogor dan Lebak pada awal Januari 2020.
”Dari hasil evaluasi kami bersama semua kepala desa di Kecamatan Nanggung pascabencana, hal itu bukan disebabkan aktivitas tambang ilegal. Sebab, wilayah yang terkena longsor jaraknya jauh dari lokasi aktivitas tambang,” kata Jani Nurjaman, Ketua Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia Kecamatan Nanggung, Jumat (31/1/2020).
Pada 1 Januari 2020, sebanyak 10 dari 11 desa di Nanggung terdampak longsor dan banjir.
Terkait dengan hal itu, Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengatakan, pemerintah akan menutup tambang ilegal. ”Sudah ada rencana mengeluarkan perpres penanganan pasca-penambangan,” kata Wapres.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya memaparkan, berdasarkan penelitian Kementerian LHK, ada 50 titik longsor di Lebak dan 65 titik di Bogor. Longsor karena ada banyak aktivitas penambangan emas ilegal di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) (Kompas, 31/1).
Informasi yang dihimpun Kompas, Selasa (28/1), sebagian warga di Kecamatan Sukajaya dan Nanggung bekerja sebagai petambang emas ilegal di TNGHS. Pekerjaan itu sudah mereka geluti puluhan tahun. Sebagian warga yang bekerja sebagai petambang emas itu tinggal di Kampung Babakan Ciberani, Desa Pasir Madang, Sukajaya. Namun, warga yang ditemui rata-rata tidak mengaku sebagai pekerja tambang.
Salah satunya Nira (40), warga Kampung Babakan Ciberani, yang ditemui di Kampung Pasir Walang. Ia awalnya mengaku sebagai pekerja serabutan. Namun, perempuan dua anak itu lalu bercerita, sejak tahun 2000 dirinya membantu suaminya sebagai petambang emas tanpa izin di TNGHS. ”Tetapi, sejak bencana awal Januari lalu, kami semua berhenti. Polisi akhir- akhir ini rutin patroli, jadi belum berani ke sana,” ujarnya.
Tak memiliki lahan
Bekerja sebagai petambang jadi pilihan lantaran warga sudah tidak memiliki lahan pertanian. Lahan hak guna usaha (HGU) yang ada di kampung itu juga tidak bisa dimanfaatkan untuk bertani karena dilarang perusahaan penguasa lahan.
”Lokasi yang kami gali itu lubangnya kecil-kecil, ukurannya hanya bisa untuk dilalui satu orang. Jadi, tidak mungkin jadi penyebab bencana sebesar ini,” ucapnya.
Hal senada disampaikan warga Kecamatan Nanggung, Bogor. Sebagian besar warga di kecamatan itu sudah beralih pekerjaan dari petambang emas sejak ditertibkan Kepolisian Resor Bogor pada 2016.
”Kami tidak mau mencari kesalahan terkait dengan bencana ini. Misi kami memperbaiki semua yang berpotensi bencana, mulai dari hutan sebagai resapan air, lereng gunung di sekitar permukiman untuk program penghijauan bersama Pemerintah Kabupaten Bogor,” kata Jani.
Bupati Bogor Ade Yasin mengatakan, tambang emas ilegal yang disebut sebagai penyebab bencana di Bogor dan Lebak merupakan hasil kajian ahli. ”Ketika saya mendengar dinyatakan pemerintah pusat penyebabnya ini (tambang ilegal), saya harus paham dulu. Kalau soal penegakan hukum, itu kewenangan kepolisian,” ujarnya.
Para penyintas bencana longsor di Desa Pasir Madang, Kecamatan Sukajaya, diberikan opsi relokasi untuk menghindari zona merah di kawasan terdampak.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menawarkan relokasi ke Kecamatan Cigudeg sekitar 15 kilometer dari Pasir Madang. Lokasi ini terdiri atas 15 titik yang tersebar di 5 wilayah meliputi tanah milik PTPN VIII Cikasungka seluas 20,48 hektar, 8 lokasi milik perusahaan non-PTPN (59,5 hektar), dan 2 lokasi milik warga (1,72 hektar).
Jika tawaran tersebut disetujui warga, Cigudeg akan menampung lebih kurang 4.800 jiwa penduduk Desa Pasir Madang. ”Juga akan disediakan tempat bercocok tanam atau bekerja sama dengan PTPN mengolah tanah,” ujar Ridwan Kamil.
Kepala Desa Pasir Madang Encep Sunarya mengatakan, bantuan sudah didistribusikan ke 10 posko penanganan banjir dan longsor di desa tersebut. Terkait dengan relokasi, dia dan warga masih belum bisa memutuskan dari tawaran yang diberikan. (RTG/VAN/GIO)