Bendungan Kuningan Hampir Rampung, Pembayaran Lahan Belum Tuntas
Pembangunan Bendungan Kuningan di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, hampir rampung. Namun, bendungan yang diharapkan mampu mengairi ribuan hektar sawah itu belum bisa digenangi.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
KUNINGAN, KOMPAS — Pembangunan Bendungan Kuningan di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, hampir rampung. Namun, bendungan yang diharapkan mampu mengairi ribuan hektar sawah itu belum bisa digenangi. Penyebabnya, lahan warga belum sepenuhnya dibayarkan.
Bendungan Kuningan yang mulai dibangun pada 2013 bakal mengairi 1.000 hektar sawah di Kuningan melalui daerah irigasi Cileuwueng dan 2.000 hektar di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Bendungan ini juga mampu menyediakan air baku 300 liter per detik untuk 300.000 warga Brebes serta potensi produksi listrik 500 kilowatt.
Bendungan ini bahkan dapat meminimalkan banjir hingga 68 persen karena membendung Sungai Cikaro, bagian daerah aliran Sungai Cisanggarung. Cisanggarung selama ini kerap meluap dan merendam sejumlah wilayah di Cirebon dan Brebes.
Berdasarkan pemantauan Kompas di Bendungan Kuningan, Senin (3/2/2020) sore, tubuh bendungan yang berfungsi sebagai penghalang air hingga pintu air irigasi telah terbangun. Hanya tampak sebuah alat berat yang dioperasikan untuk memadatkan jalan di jembatan bendungan.
Akses jalan berupa aspal hotmix juga telah tersedia. Pengerjaan fisik bendungan, menurut Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk-Cisanggarung, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, telah mencapai lebih dari 97 persen.
Akan tetapi, bendungan yang mampu menampung 25,9 juta meter kubik air itu belum dapat digenangi meskipun saat ini musim hujan. Penyebabnya, belum semua lahan yang akan digenangi telah dibebaskan.
Padahal, ketika meninjau bendungan pada 25 Mei dua tahun lalu, Presiden Joko Widodo menargetkan proyek itu tuntas pada akhir 2018. Saat itu, Presiden bahkan mengatakan tidak ada masalah terkait relokasi karena sebagian rumah telah siap dihuni (Kompas.id, 26/5/2018).
Sebanyak 1.156 warga di Desa Kawungsari, Kecamatan Cibeureum, misalnya, belum direlokasi. Lahan desa seluas 93 hektar, termasuk 10 hektar areal permukiman, terdampak pembangunan bendungan.
”Warga sudah rela lahannya digunakan untuk kepentingan umum, pembuatan bendungan. Namun, sampai saat ini, belum ada uang pengganti untuk lahan permukiman. Padahal, bendungannya sudah jadi,” kata Kepala Desa Kawungsari Kusto.
Warga sudah rela lahannya digunakan untuk kepentingan umum, pembuatan bendungan. Namun, sampai saat ini, belum ada uang pengganti untuk lahan permukiman. Padahal, bendungannya sudah jadi.
Selain Kawungsari, Desa Randusari dan Desa Sukarapih di Cibeureum juga terdampak proyek bendungan dengan elevasi 121 meter di atas permukaan laut tersebut. Begitu pun Desa Tanjungkerta dan Desa Simpayjaya di Kecamatan Karangkencana.
Akan tetapi, hanya Kawungsari yang hampir seluruh wilayahnya bakal tergenang dan belum ada pembayaran pengganti lahan permukiman. Di sisi lain, perumahan untuk warga Kawungsari yang akan direlokasi juga belum tuntas.
Areal relokasi berjarak lebih dari 11 kilometer dari Kawungsari jika mengitari bendungan. Di sana, terdapat 25 unit rumah dengan tipe bangunan 27, balai desa, masjid, dan bangunan sekolah dasar. ”Padahal, target rumah untuk warga itu 361 unit,” ucapnya.
Kusto mengatakan, warga telah melaporkan mandeknya pembebasan lahan tersebut kepada DPRD dan Pemkab Kuningan serta BBWS Cimanuk-Cisanggarung. Namun, hingga kini, pihaknya belum menerima kejelasan.
”Kami berharap pembayaran lahan kami selesai dan bisa pindah dari sini. Dua tahun terakhir, kami kebanjiran saat musim hujan. Televisi dan kulkas saya rusak karena hanyut,” ucap Nining Cartini (45), warga Kawungsari lainnya.
Kepala BBWS Cimanuk-Cisanggarung Happy Mulya mengakui, penggenangan bendungan belum bisa dilakukan karena terkendala relokasi. Dari target 371 rumah tangga, baru sekitar 100 rumah tangga yang telah direlokasi.
”Masalahnya ada double akun (pemilik tanah). Kami sedang proses ke BPN. Kami belum tahu berapa bidang tanah yang bermasalah,” katanya.