BBPOM Jayapura akan meningkatkan pengawasan untuk mencegah peredaran produk suplemen Purtier Placenta di wilayah Papua. Suplemen itu dinyatakan ilegal karena belum memiliki izin edar.
Oleh
Fabio M Lopes Costa
·2 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan Jayapura melarang penggunaan suplemen Purtier Placenta di Papua karena produk ini tidak memiliki izin edar. Suplemen ini digunakan ratusan pengidap HIV/AIDS untuk meningkatkan kekebalan tubuh. Sejumlah pengidap berhenti mengonsumsi obat antiretroviral untuk HIV dan menggantikan dengan suplemen itu.
Kepala BBPOM Jayapura Hans Kakerissa, Selasa (4/2/2020), di Jayapura, menyatakan, produk tersebut ilegal karena belum memiliki izin edar. BBPOM Jayapura akan meningkatkan pengawasan di setiap apotek dan akan langsung melakukan penyitaan untuk mencegah peredaran produk tersebut di wilayah Papua.
”Hingga saat ini kami belum menemukan Purtier Placenta secara langsung. Namun, kami telah meminta aparat kepolisian untuk menangkap pihak-pihak yang terlibat penjualan produk ini,” katanya. Pihaknya juga berkoordinasi dengan dinas kesehatan serta instansi lain untuk mencegah penggunaan suplemen itu.
Purtier Placenta bukan obat, melainkan suplemen yang mengandung plasenta rusa.
”Sistem penjualan produk ini multilevel marketing (MLM). Kami mengimbau masyarakat tidak mengonsumsi produk ini karena tidak ada jaminan mutu dan keamanan dari Badan POM,” ujarnya. Kepala Unit I Subdit Industri dan Perdagangan Direktorat Kriminal Khusus Polda Papua Ajun Komisaris Komang Yustrio Wirahadi Kusuma mengatakan, pihaknya telah memeriksa salah satu distributor Purtier Placenta berinisial JM yang berprofesi sebagai dokter.
Komang menuturkan, Purtier Placenta bukan obat, melainkan suplemen yang mengandung plasenta rusa. Dari hasil pemeriksaan, JM mempromosikan Purtier Placenta kepada pengidap HIV/AIDS sebagai pengganti obat antiretroviral (ARV). Produk ini beredar di Papua dua tahun terakhir.
Penyidik telah memeriksa tiga pengidap HIV/AIDS yang mengonsumsi suplemen itu. Ketiganya mengaku kondisi kesehatannya menurun drastis karena memilih minum suplemen daripada obat ARV. Bahkan, empat pengidap HIV/AIDS yang minum Purtier Placenta kini telah meninggal. Mereka membeli suplemen itu dari JM seharga Rp 6 juta per paket. Satu paket berisi 60 kapsul. Kepolisian menyita 30 paket suplemen dari JM.
Sementara itu, Yan Matuan dari Komisi Penanggulangan AIDS Papua mengatakan, telah menjalankan dua program untuk pengidap HIV/AIDS di Papua. Program itu meliputi pembagian suplemen Purtier Placenta dan uang tunai Rp 500.000 untuk perbaikan gizi. Sebanyak 700 pengidap HIV/AIDS mendapat suplemen itu dan 1.000 pengidap mendapat bantuan uang tunai.
”Kami mendapat instruksi dari Gubernur Papua Lukas Enembe untuk menyelamatkan pengidap HIV/AIDS di Papua. Salah satu caranya, memberi suplemen untuk menjaga kesehatan mereka,” ujar Yan.
Ia mengatakan, banyak pengidap HIV/AIDS yang kondisi kesehatannya membaik setelah mengonsumsi suplemen itu. ”Kami telah memeriksa kegunaan produk sebelum membeli. Produk ini juga tersebar di 80 negara,” katanya.