Diikuti Banyak Petahana, Penggunaan Fasilitas Negara Rawan di Sulteng
Pemilihan Kepala Daerah 2020 di Sulawesi Tengah bakal diikuti banyak calon petahana. Aparat penegak hukum mewaspadai penyalahgunaan fasilitas negara yang dinilai rawan terjadi.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·2 menit baca
PALU, KOMPAS — Pemilihan Kepala Daerah 2020 di Sulawesi Tengah bakal diikuti banyak calon petahana. Aparat penegak hukum mewaspadai penyalahgunaan fasilitas negara yang dinilai rawan terjadi.
Provinsi Sulawesi Tengah akan menyelenggarakan pemilihan kepala daerah (pilkada) di delapan kabupaten/kota serta pemilihan gubernur Sulteng. Delapan kebupaten/kota tersebut adalah Kota Palu, Kabupaten Sigi, Poso, Tojo Una-Una, Banggai, Morowali Utara, Banggai Laut, dan Tolitoli.
Sulteng termasuk daerah yang dikategorikan rawan dalam penyelenggaraan Pilkada 2020. Salah satu indikatornya banyak petahana (incumbent) yang maju.
Kepala Kepolisian Daerah Sulteng Inspektur Jenderal Syafril Nursal mengatakan, Sulteng termasuk daerah yang dikategorikan rawan dalam penyelenggaraan Pilkada 2020. Salah satu indikatornya banyak petahana (incumbent) yang maju.
”Banyak petahana yang maju, rawan akan penyalahgunaan fasilitas negara. Kami akan berkoordinasi dengan sejumlah pihak, termask Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) dan Inspektorat di kabupaten atau provinsi,” katanya di sela-sela rapat pimpinan dan koordinasi Polda Sulteng menyiapkan Pilkada 2020, di Palu, Sulteng, Kamis (6/2/2020).
Syafril berharap para petahana tidak menyalahgunakan fasilitas negara. Jika ditemukan ada yang melanggar, penegak hukum akan menindak yang bersangkutan sesuai dengan aturan.
Sejauh ini, di delapan daerah yang menyelenggarakan pilkada hampir semua petahana maju untuk mempertahankan kursinya. Di Kota Palu, misalnya, Wali Kota Hidayat maju kembali untuk periode kedua. Hal yang sama dilakukan Bupati Sigi Irwan Lapatta, Bupati Poso Darmin A Sigilipu, dan Bupati Banggai Yerwin Yatim.
Fasilitas negara cakupannya luas. Tak hanya terkait fasilitas mobilitas dan anggaran, tetapi juga kewenangan yang bisa disalahgunakan yang melekat pada petahana.
Secara terpisah, Ketua Bawaslu Sulteng Ruslan Husein mengatakan, fasilitas negara cakupannya luas. Hal itu tak hanya terkait dengan fasilitas mobilitas (kendaraan operasional), anggaran (hibah atau sumbangan), tetapi juga kewenangan yang bisa disalahgunakan yang melekat pada petahana.
Hal itu diatur dalam Pasal 71 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Perubahan Kedua UU No 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Pasal tersebut mengatur larangan bagi petahana untuk tak memutasi pejabat lingkup pemerintahannya dalam rentang enam bulan sebelum pilkada berlangsung, kecuali atas persetujuan menteri. Sanksinya diskualifikasi dari kepesertaan sebagai calon.
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Tadulako, Palu, Slamet Riyadi Cante, menyatakan, pengawasan yang dilakukan penegak hukum harus maksimal untuk mendeteksi penyalahgunaan fasilitas negara. Petugas di lapangan sangat berperan penting. Untuk itu, mereka harus dibekali kapasitas yang memadai serta dijamin keamanannya.
Untuk mengantisipasi penyebaran hoaks yang biasanya subur saat penyelenggaraan pemilihan kepala daerah, Syafril menyatakan, sumber daya manusia di bagian teknologi dan informasi Polda Sulteng mesti diperkuat. Dirinya juga akan berkoordinasi dengan bagian siber Mabes Polri untuk mendukung antisipasi kejahatan-kejahatan berbasis teknologi informasi, seperti penyebaran hoakas.