Pengerukan Tak Maksimal, Dua Desa di Sidoarjo Terus Tergenang
Banjir yang melanda Desa Kedungbanteng dan Desa Banjarasri, Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, selama lebih dari sebulan, hingga hari ini belum surut.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Banjir yang melanda Desa Kedungbanteng dan Desa Banjarasri, Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, selama lebih dari sebulan, sampai hari ini belum surut. Air bahkan meninggi setiap hujan datang lagi. Upaya pengerukan sungai dan saluran yang dilakukan oleh pemerintah daerah beberapa waktu lalu belum berdampak signifikan.
Berdasarkan pantauan Kompas di lokasi banjir, Kamis (6/2/2020), ketinggian air di permukiman warga mencapai 40 sentimeter (cm). Di jalanan dan sejumlah titik permukiman yang lebih rendah, ketinggian genangan mencapai 50 cm. Air menggenang seperti kolam tidak mengalir. Air di sungai dan saluran pun penuh.
Meski tergenang, ratusan keluarga yang terdampak bencana tidak mengungsi. Mereka beraktivitas seperti biasa. Ada yang mengurus anak, menjemur pakaian, dan memasak. Sebagian warga lainnya bahkan tampak menguras genangan di dalam rumah meski pekerjaan yang dilakukan sia-sia.
Kulit kaki ini rasanya jadi tipis karena mengelupas terus. Selain itu, gatal dan merah di mana-mana karena setiap hari terendam banjir.
Mayoritas warga saat ini mengenakan sepatu bots berbahan karet dalam beraktivitas sehari-hari. Sebelumnya, warga hanya memakai sandal, bahkan tanpa alas kaki. Hidup di tengah genangan banjir selama lebih dari sebulan telah menyebabkan kaki mereka gata-gatal dan kulitnya mengelupas.
”Kulit kaki ini rasanya jadi tipis karena mengelupas terus. Selain itu, gatal dan merah di mana-mana karena setiap hari terendam banjir,” ujar Marfuah (37), warga Desa Banjarasri.
Marfuah sudah berobat ke posko kesehatan yang didirikan Dinas Kesehatan Sidoarjo untuk menangani masalah kesehatan korban banjir. Dia sudah mendapat salep dan obat untuk diminum. Namun, karena terlalu lama berendam di kubangan banjir, gatal di kakinya tak kunjung sembuh.
Marfuah akhirnya menggunakan sepatu bots untuk beraktivitas di luar dan di dalam rumah meskipun dia merasa kurang nyaman. Ketidaknyamanan serupa dirasakan oleh warga korban banjir lainnya. Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sidoarjo, terdapat 350 keluarga yang terdampak banjir di Desa Banjarasri dan Kedungbendo.
Dalam upaya mengatasi banjir, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sidoarjo mengadakan dengar pendapat dengan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo yang dihadiri Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Sumber Daya Air (DPUBMSDA), BPBD Sidoarjo, Dinas Pendidikan Sidoarjo, serta Dinkes Sidoarjo pada Rabu (5/2/2020).
Sedimentasi tinggi
Dalam kesempatan itu, Pelaksana Tugas Kepala DPUBMSDA Yudhi Kartikawan mengatakan, pihaknya sudah menormalisai Sungai Gedangrowo yang mengalami sedimentasi tinggi sehingga tidak maksimal menampung air. Pengerukan sudah berjalan sejak pekan lalu, tetapi hasilnya belum optimal.
”Mobilitas alat berat di lapangan terhambat karena bantaran sungai dipenuhi bangunan liar di sepanjang alirannya,” kata Yudhi.
Upaya lain yaitu mengerahkan mesin pompa untuk menyedot genangan banjir dari permukiman warga. Namun, hal itu pun hasilnya belum optimal. Alasannya, pihaknya kesulitan mencari tempat pembuangan air karena seluruh sungai dan saluran air penuh. Air tidak mengalir ke muara.
Yudhi berjanji menambah alat berat untuk memaksimalkan pengerukan sedimentasi sungai dan saluran. Pengerukan diupayakan dilakukan menyeluruh dari hulu hingga hilir, bukan sporadis di titik-titik tertentu. DPUBMSDA juga terus berupaya mencari tempat pembuangan air agar bisa menyedot genangan.
Selain merendam permukiman warga dan fasilitas umum, seperti jalan desa, banjir juga menggenangi SMPN 2 Tanggulangin dan SDN Banjarasri. Kepala SDN Banjarasri Muhammad Ismanu mengatakan, selama banjir, siswa dipulangkan lebih awal karena kondisi lingkungan sekolah yang kotor sehingga kurang higienis.