Minimnya hujan membuat sawah-sawah di Lombok Timur dan Lombok Tengah, NTB, kekeringan dan retak-retak. Luasan tanaman padi musim tanam kali ini turun jauh dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Oleh
KHAERUL ANWAR
·4 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Hujan yang relatif singkat di wilayah Nusa Tenggara Barat mendatangkan gagal tanam padi, terutama di wilayah selatan Lombok Tengah dan Lombok Timur. Hamparan sawah retak-retak seperti terlihat di Kecamatan Sakra, Keruak, dan Jerowaru di Lombok Timur.
Di Lombok Timur, dari target areal tanam padi sekitar 19.000 hektar, yang baru tercapai baru sekitar 15.000 ha. Sisanya, sekitar 4.000 ha, proses olahan lahan belum berjalan karena instensitas hujan. ”Berdasarkan ramalan BMKG, hari Jumat, Sabtu, dan Minggu instensitas hujan Lombok Timur 80 persen. Kenyataannya, di Selong (ibu kota Lombok Timur) hujan lebat, sedangkan di wilayah selatan panas terik,” ujar Kepala Dinas Pertanian Lombok Timur Abadi, Kamis (6/2/2020).
Pantauan 29 Januari lalu, di Kecamatan Jerowaru, beberapa petani sibuk memasukkan air ke sawah dan areal sawah yang sudah ditanami benih padi. Namun, sebagaian besar areal sawah itu kering kerontang. Begitu pun di Lombok Tengah, seperti Kecamatan Janapria, Praya Timur, dan Praya Barat, tanah sawah belum tergarap dan menyisakan tegakan tanaman tembakau yang daunnya mulai mengering.
Implikasi pergeseran musim hujan ini juga adanya stagnasi capaian luas tanam padi, jagung, dan kedelai Lombok Tengah.
Beberapa embung sebagai sumber irigasi kering air, seperti terlihat di Embung Jonga, Dusun Jonga, Desa Sengkol. Kawanan ternak sapi merumput di dasar embung.
Di Lombok Tengah dan Lombok Timur bagian selatan, areal sawah merupakan tadah hujan. Proses olah lahan dengan sistem gogo rancah. Tanah sawah yang berupa tanah liat itu dibongkar sebelum musim hujan. Petani menugal benih padi ketika hujan pertama turun. Keperluan air untuk pertumbuhan benih padi didapatkan selama musim hujan.
Kepala Dinas Pertanian Lombok Tengah Lalu Iskandar, yang dihubungi dari Mataram, menyebut, anomali iklim global sebagai penyebab curah hujan rendah dan pergeseran awal musim tanam. Hasil pengukuran curah hujan tahun 2019, kondisi awal musim hujan pada November dengan intensitas 335 milimeter dan Desember 3.707 mm. Tahun 2018, curah hujan November 2.974 mm dan Desember 1.896 mm.
Akibatnya, 2.057 ha sawah kekeringan. Sawah seluas 8.994 ha terancam kering, 1.927 ha mengalami kekeringan ringan, dan 115 ga kekeringan sedang. Sebaran indikasi mengalami kekeringan terjadi di Kecamatan Praya Barat sebanyak 10 desa, Kecamatan Praya Barat Daya 6 Desa, Kecamatan Pujut sebanyak 16 desa, dan Desa Sukaraja, Kecamatan Praya. ”Implikasi pergeseran musim hujan ini juga adanya stagnasi capaian luas tanam padi, jagung, dan kedelai Lombok Tengah,” kata Iskandar.
Periode tanam Oktober 2019-Maret 2020 di Lombok Tengah, realisasi luas tanaman padi pada Januari 2020 mencapai 34.247 (47,63 persen) dari target 71.904 ha, tanaman jagung realisasinya 10.395 ha (87,38 persen) dari target 11.898 ha, dan kedelai capaiannya 3.331 ha (48 persen) dari target 6.920 ha.
Benih layu
Ridata (55), petani di Dusun Tolot-tolot, Desa Gapura, Kecamatan Pujut, mengatakan, petani di dusunnya mulai mengolah lahan pada Desember 2019, sedangkan awal Januari 2020 menyemai benih memanfaatkan air hujan saat itu.
Namun, selama Januari-Februari, intensitas hujan yang rendah mengakibatkan benih padinya di areal sawah seluas 2 ha itu mulai retak-retak. Padahal, tahun-tahun sebelumnya petani sudah fase pemupukan padi. ”Kalau sampai selama Februari ini tidak hujan, semua panen berarti gagal tanam,” ujarnya.
Suparman (30), warga Desa Kateng, Kecamatan Praya Barat, mengatakan, hal senada. Dengan sistem gogo rancah, areal sawahnya seluas 0,50 ha sudah ditanami benih padi dengan cara ditugal sejak Desember. Harapannya, proses pertumbuhannya didapat dari air hujan pada Januari.
Namun, perkiraan Suparman meleset. Hujan hanya dua kali turun di desa itu, kemudian hilang hingga Februari ini. Akibatnya, sawah kering tidak mendapat air, benih padi juga sudah menguning dan layu. Suparman pesimistis pertumbuhan benih padi secara maksimal sebab kondisi benih padi sudah kritis. ”Biarpun hujan lebat lima kali, tidak mungkin benih itu terselamatkan,” ungkapnya.
Asuransi
Kepala Dinas Pertanian Lombok Timur H Abadi mengatakan, petani hanya berharap hujan turun dalam dua bulan terakhir agar bisa mengolah lahan. Air dari Bendungan Pandanduri di Lombok Timur tidak bisa menyuplai kebutuhan irigasi Lombok Timur bagian selatan.
Membangun sumur bor juga dinilai tidak mungkin mengingat air tanah berupa air payau. ”Kalau menggunakan sumur, yang didapat justru air payau,” ujarnya. Jika selama Februari ini tidak hujan, menurut Abadi, warga diminta shalat meminta hujan.
Adapun Kepala Dinas Lombok Timur Lalu Iskandar menyiapkan konsolidasi dan koordinasi dengan dinas pekerjaan umum (komisi air) untuk mempercepat distribusi pelayanan air ke daerah irigasi teknis hilir, petani dianjurkan tanam sebar langsung tugal dengan sistem gogo rancah sebagai strategi adaptif tanam yang mampu bertahan pada kondisi curah hujan minim. Selain itu, menggencarkan keikutsertaan petani mengasuransikan usaha tani padi dalam Asuransi Usaha Tanaman Padi (AUTP).
Catatan Kompas, tahun 2019, NTB menargetkan luas tanaman padi sawah 368.000 ha dan 16.000 ha luas tanam padi ladang. Tahun 2020, target luas tanam 350.000 ha lahan sawah dan 130.000 ha tanam di lahan ladang.