Daging babi yang terjangkit demam babi afrika (african swine fever/ASF) aman dikonsumsi. Karena itu, warga tak perlu khawatir berlebihan. Yang penting, daging dimasak sampai matang.
Oleh
Ayu Sulistyowati
·3 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Kepala Dinas Kesehatan Bali Ketut Suarjaya di Denpasar, Rabu (5/2/2020), menyatakan, masyarakat Bali yang mengonsumsi daging babi serta menjadikannya sebagai sarana upacara adat/keagamaan tidak perlu khawatir dengan wabah ASF. Pemerintah terus mengupayakan pencegahan dan melakukan edukasi terkait kesehatan masyarakat.
”Yang penting, saat memasak, warga memastikan daging benar-benar matang,” ujarnya. Hal senada dinyatakan Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali I Gusti Ngurah Sudiana. Ia mengimbau umat Hindu Bali tidak resah menjelang hari raya Galungan ini. Umat diminta fokus pada makna di balik daging babi sebagai salah satu sesaji. Daging juga menjadi sarana mempererat kebersamaan ketika dibagikan untuk dimasak dan disantap di hari raya.
Kewaspadaan masyarakat dapat dilakukan mulai dari pemilihan daging hingga cara memasak yang aman, higienis, serta benar-benar matang sehingga tidak menimbulkan penyakit saat dikonsumsi. Menurut data Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Denpasar, kebutuhan daging babi tercatat 11.000 kilogram setiap hari atau setara dengan 317 babi. Kebutuhan ini meningkat tiga kali lipat pada hari raya Galungan.
Siap memeriksa
Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Pertanian Kota Denpasar Made Ngurah Sugiri mengatakan, jika masyarakat membutuhkan petugas kesehatan hewan guna memeriksa kesehatan babi, petugas siap memberikan pelayanan secara gratis. Apalagi menjelang hari raya Galungan, daging babi biasanya dicari untuk upacara serta dikonsumsi.
Masyarakat juga dapat pergi ke rumah potong hewan jika ragu dengan kebersihan saat penyembelihan babi. Sehari sebelum hari raya Galungan, umat Hindu Bali memiliki tradisi memotong babi bersama-sama. Daging babi kemudian dibagikan secara merata untuk mempererat kebersamaan. Hari raya merupakan kesempatan berkumpul dengan keluarga, kerabat, serta tetangga. Sementara itu, para pelaku pariwisata tidak terlalu mempersoalkan wabah ASF di Bali.
Mereka percaya dengan kemampuan memasak dan kebersihan restoran-restoran penyedia menu berbahan daging babi. ”Babi yang sakit segera dikubur dan yang masih sehat dijaga kebersihannya agar tetap sehat. Kematangan daging ketika memasak dimaksimalkan sehingga aman dikonsumsi. Selain itu, wisatawan bisa memilih alternatif daging yang lain jika khawatir dengan kesehatan hewan tersebut,” kata Pengurus Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali Ida Bagus Purwa Sidemen.
Meski demikian, ia meminta pemerintah tetap gencar dan maksimal menginformasikan kepada masyarakat terkait wabah ASF. Sejumlah restoran atau warung makan dengan menu daging babi masih diminati meski tidak seramai hari-hari sebelum merebaknya kabar kematian ratusan babi di Bali. Harga babi hidup juga turun dari Rp 26.000 per kilogram pada bulan Desember 2019 menjadi Rp 22.000 per kilogram saat ini.
Menurut I Nyoman Gede Putra Wiratma (40), pemilik usaha jasa guling babi untuk upacara dan konsumsi di Denpasar, wabah ASF sebaiknya menjadi bahan evaluasi bersama agar semakin waspada dan hati-hati menjaga kebersihan. Bagi dia, kematangan daging menjadi hal utama dalam menyiapkan pesanan.
Beberapa konsumen, kata Gede Putra, sempat menanyakan apakah daging babi aman dalam situasi seperti ini. Ia mengatakan kepada konsumen agar tidak khawatir. Daging babi dimasak secara bersih dan sangat matang. Tempat usahanya juga beberapa kali diperiksa petugas dinas kesehatan guna memastikan kebersihan hingga cara memasaknya. Hal ini membuat dia lebih tenang dan terus menjaga kualitas produknya.