Pemerintah Provinsi Bali Klaim Mampu Kendalikan Penyebaran Penyakit Babi
Pemerintah Provinsi Bali mengklaim kasus kematian babi dengan gejala menyerupai demam babi afrika sudah mereda dan penularannya dapat ditangani sehingga dampaknya tidak meluas.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·3 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Bali mengklaim kasus kematian babi dengan gejala menyerupai demam babi afrika sudah mereda dan penularannya dapat ditangani sehingga dampaknya tidak meluas. Edukasi dan sosialisasi biosekuriti peternakan dan pengolahan daging babi harus terus diberikan kepada masyarakat.
Sekretaris Daerah Provinsi Bali Dewa Made Indra mengatakan, penyakit yang menyerang ternak babi itu sudah berkurang. ”Dalam sepekan terakhir tidak ada lagi laporan babi yang mati dengan simptom yang sama,” kata Indra dalam acara sosialisasi dan kampanye bertajuk ”Daging Babi Aman Dikonsumsi” di area Kantor Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Bali di Denpasar, Jumat (7/2/2020).
Dalam acara itu disuguhkan aneka makanan khas Bali yang menggunakan olahan daging babi. Beberapa di antaranya lawar (campuran sayur dan daging yang dicincang), sate babi, kerupuk kulit babi, dan babi guling.
Direktur Kesehatan Hewan dari Kementerian Pertanian Fadjar Sumping Tjatur Rasa mengatakan, penyebab kematian ratusan ternak babi di Bali masih diperiksa di laboratorium Balai Besar Veteriner (BBvet) Medan di Sumatera Utara. Fadjar menyebutkan, kematian ternak babi di Bali dicurigai akibat virus african swine fever (ASF/demam babi afrika).
”Dari gejala klinis ada kemiripan (dengan ASF) sehingga dapat disebut suspect,” kata Fadjar.
Hingga 5 Februari 2020, tercatat 888 kasus kematian ternak babi di enam daerah di Bali, yakni di Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Kabupaten Gianyar, Kabupaten Tabanan, Kabupaten Bangli, dan Kabupaten Karangasem. Kasus kematian ternak babi terbanyak terjadi di Kabupaten Badung sebanyak 598 kasus. Adapun populasi ternak babi di Bali diperkirakan 760.000 ekor.
Pengambilan sampel
Kepala BBVet Denpasar I Wayan Masa Tenaya menyatakan sudah mengambil puluhan sampel darah dari babi yang sakit. Karena sampel tidak menunjukkan indikasi penyakit kolera babi, meningitis babi, dan septicemia epizootica (SE) atau ngorok seperti yang biasa di Bali, ujar Tenaya, sampel itu dikirim ke BBVet Medan untuk diperiksa lebih lanjut.
”Karena kami curiga adanya penyakit eksotik baru, kami mengirim ke Medan yang menjadi laboratorium rujukan penyakit eksotik pada babi. Kalaupun ada hasil pemeriksaan menunjukkan positif, kewenangan Menteri Pertanian untuk mengumumkannya,” ujar Tenaya.
Ketua Gabungan Usaha Peternak Babi Indonesia Bali Ketut Hari Suyasa mendesak pemerintah mengambil langkah cepat. Suyasa meminta Gubernur dan kepala daerah di Bali segera mengeluarkan pernyataan resmi tentang situasi di Bali. Tujuannya, agar peternak tidak resah dan masyarakat juga tenang.
”Saya setuju agar saat ini tidak lagi berpolemik tentang apa penyakitnya. Namun, perlu kepedulian dan pendekatan dari pemerintah agar peternak bisa melokalisir penularannya,” kata Suyasa.
Suyasa menambahkan, babi tidak hanya ternak bernilai ekonomi di Bali. Namun, babi juga berkaitan dengan kehidupan sosial dan budaya masyarakat Bali karena digunakan dalam sejumlah upacara adat ataupun keagamaan.
Saya setuju agar saat ini tidak lagi berpolemik tentang apa penyakitnya. Namun, perlu kepedulian dan pendekatan dari pemerintah agar peternak bisa melokalisir penularannya.
Peternak khawatir
Peternak babi dari Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung, Nyoman Merta (36), khawatir penyebaran penyakit itu bakal mematikan ternak babinya. Merta mengungkapkan, petugas dari Dinas Pertanian Kabupaten Klungkung sudah turun ke lapangan untuk memeriksa kesehatan ternak babi. Mereka bersama peternak menyemprotkan disinfektan ke kandang sebagai upaya mencegah penyebaran virus. Hingga kini belum ada kasus kematian babi yang dicurigai ASF di Klungkung.
Ketua Persatuan Dokter Hewan Indonesia Bali I Ketut Puja mengatakan, pihaknya menyiapkan 11 dokter hewan yang dapat dikerahkan membantu menangani kesehatan ternak babi di peternak. Puja setuju apabila prosedur standar penanganan wabah penyakit ASF disiapkan dan diterapkan di Bali.
”Apa pun hasil pemeriksaan di laboratorium BBVet Medan nantinya, prosedur penanganan ASF memang perlu dijalankan sebagai antisipasi dan pencegahan meluasnya penyakit tersebut,” kata Puja.