Anak-anak di Lereng Gunung Merapi Dilatih Mitigasi Bencana
Kesiapsiagaan masyarakat untuk mengantisipasi erupsi Gunung Merapi di perbatasan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta terus ditingkatkan. Salah satunya, dengan melatih anak-anak menghadapi bencana.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Kesiapsiagaan masyarakat untuk mengantisipasi erupsi Gunung Merapi di perbatasan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta terus ditingkatkan. Salah satunya, dengan memberikan pelatihan mitigasi bencana kepada anak-anak yang tinggal di lereng Gunung Merapi.
Program pelatihan untuk anak-anak di lereng Merapi itu dijalankan oleh Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, bekerja sama dengan lembaga riset asal Jepang, Mount Fuji Research Institute. Program pelatihan hasil kerja sama dua lembaga itu dinamai Merapi Gadjah Mada Fuji (MGF) Project.
”Kami melakukan pendidikan kebencanaan di sekolah-sekolah di lereng Merapi,” kata Ketua MGF Project dari Indonesia Wiwit Suryanto dalam acara Workshop dan Evaluasi MGF Project Periode III, Sabtu (8/2/2020), di Aula Museum Gunung Merapi, Kabupaten Sleman, DIY.
Wiwit menjelaskan, MGF Project berawal dari kerja sama Pemerintah Daerah (Pemda) DIY dan pemerintah Prefektur Yamanashi, Jepang, yang dirintis sejak tahun 2014. Salah satu kesepakatan dalam kerja sama itu adalah pembuatan program pelatihan di bidang mitigasi bencana gunung berapi.
Prefektur Yamanashi merupakan lokasi Gunung Fuji berada sehingga pemerintahan setempat memiliki pengalaman menjalankan program mitigasi bencana gunung api. ”Kami ingin berbagi pengalaman dalam melakukan mitigasi bencana,” ujar Wiwit yang merupakan dosen Program Studi Geofisika UGM.
Ia memaparkan, MGF Project dijalankan sejak tahun 2017. Bentuk program itu adalah penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan mitigasi bencana di sekolah dasar (SD) yang berada di lereng Gunung Merapi. Hingga sekarang, pelatihan mitigasi bencana itu sudah digelar di 14 sekolah di lereng Merapi di wilayah DIY dan Jawa Tengah.
Hingga sekarang, pelatihan mitigasi bencana itu sudah digelar di 14 sekolah di lereng Merapi di wilayah DIY dan Jawa Tengah.
Adapun peserta pelatihan MGF Project sejak tahun 2017 telah mencakup sekitar 1.400 siswa dan 100 guru. ”Selain untuk anak-anak, kami juga melakukan pembelajaran untuk bapak ibu guru. Sebab, harapan kami, meskipun proyek ini sudah selesai, ke depan bapak ibu guru masih bisa menyampaikan sendiri materi kebencanaan tersebut kepada anak-anak,” papar Wiwit.
Ia menambahkan, dalam pelatihan kebencanaan itu, pihaknya berupaya memasukkan muatan saintifik. Dengan begitu, anak-anak yang menjadi peserta pelatihan diharapkan bisa memahami erupsi gunung berapi secara saintifik sejak dini. Meski begitu, agar anak-anak tersebut mudah memahami, pelatihan dengan muatan saintifik itu disampaikan melalui metode yang menyenangkan, misalnya permainan.
Sebagai contohnya, saat menjelaskan tentang terjadinya erupsi gunung berapi, tim MGF Project menggunakan minuman soda kemasan sebagai alat bantu. Minuman soda yang masih tersimpan rapat dalam botol itu dikocok, lalu dibuka tutupnya sehingga keluar busa. Busa yang keluar itu bisa diibaratkan sebagai magma yang keluar saat gunung api mengalami erupsi.
”Konsep dasar mengenai bagaimana erupsi gunung api itu terjadi sudah bisa terwakili dengan percobaan ini,” ungkap Wiwit.
Kunjungan ke Jepang
Selain itu, perwakilan dari sekolah peserta pelatihan juga diajak berkunjung ke Jepang agar bisa melihat mitigasi bencana yang dijalankan di sekolah-sekolah di sana. Studi banding ini penting karena Jepang merupakan negara yang menjalankan pendidikan mitigasi bencana sejak dini.
”Gunung Fuji itu sudah sekian ratusan tahun belum meletus, tapi mitigasinya sudah disiapkan sejak dini. Jadi, anak-anak di sana sudah diajak untuk berpikir kalau terjadi erupsi, apa yang harus dilakukan. Ini sesuatu yang perlu kita pelajari di Indonesia,” tutur Wiwit.
Presiden Direktur Mount Fuji Research Institute Toshitsugu Fujii mengatakan, pelatihan yang dijalankan tim MGF Project diharapkan bisa dilanjutkan oleh guru di sekitar lereng Merapi. Dengan begitu, setelah masa pelatihan dari tim MGF Project selesai, edukasi mengenai mitigasi bencana bagi anak-anak di lereng Merapi tetap bisa dijalankan secara swadaya oleh guru.
”Setelah program ini selesai, diharapkan bapak dan ibu guru terus melakukan edukasi bencana kepada anak-anak,” ujar Toshitsugu.
Ia menambahkan, program kerja sama UGM dan Mount Fuji Research Institute dijadwalkan selesai pada Maret 2020. Namun, kedua pihak sepakat untuk memperpanjang kerja sama.
”Kami juga akan melakukan kerja sama dengan perguruan tinggi lain di Indonesia sehingga Indonesia dan Jepang dapat melakukan peningkatan kemampuan penanggulangan bencana, terutama bencana gunung berapi,” ucap Toshitsugu.
Kepala SD Negeri Kaliurang 2, Sleman, Belariantata, menyambut baik pelatihan mitigasi bencana gunung api yang dijalankan oleh tim MGF Project. Sebab, berbeda dengan pelatihan lainnya, pelatihan dari tim MGF Project banyak menggunakan metode praktik atau peragaan sehingga anak-anak lebih mudah memahami.
Menurut Belariantata, sekolahnya berjarak sekitar 7 kilometer dari puncak Gunung Merapi. Oleh karena itu, pelatihan mitigasi bencana seperti yang dilakukan tim MGF Project sangat berguna. ”Makanya kami berharap program pelatihan ini bisa berlanjut dan bahkan kalau bisa juga melibatkan orangtua murid,” katanya.