Pers sebagai salah satu pilar demokrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia tak pernah berhenti berjuang. Selain untuk bangsa, pers juga kini harus berjuang untuk mempertahankan hidup di era disrupsi.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·3 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS — Pers sebagai salah satu pilar demokrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia tak pernah berhenti berjuang. Selain untuk kepentingan bangsa Indonesia, pers juga kini harus berjuang untuk mempertahankan hidupnya di era disrupsi media.
Benang merah itu muncul dalam acara syukuran Puncak Hari Pers Nasional (HPN) 2020 di Gedung Mahligai Pancasila, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Minggu (9/2/2020). Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Atal S Depari mengingatkan kembali komitmen pers untuk terus berjuang.
Acara ini turut dihadiri Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh, Gubernur Kalsel Sahbirin Noor, Ketua DPRD Kalsel Supian HK, para pemimpin redaksi media massa, dan beberapa delegasi dari Malaysia.
HPN 2020 mengusung tema ”Pers Menggelorakan Kalimantan Selatan sebagai Gerbang Ibu Kota Negara”. Pemilihan tema tersebut menunjukkan komitmen perjuangan pers untuk bangsa Indonesia, khususnya Kalsel yang menyiapkan diri sebagai gerbang ibu kota negara.
Pada syukuran acara puncak HPN 2020, PWI juga memberikan press card number one kepada 17 insan pers dari berbagai daerah di Indonesia. Pada kesempatan itu, diluncurkan juga aplikasi PWIku.
Sejak dulu, menurut Atal, pers berjuang untuk kepentingan bangsa Indonesia. Itu adalah komitmen pers yang luar biasa dan tidak perlu diragukan lagi. Pers selalu berpikir untuk bangsanya.
”Sekarang ini, pers juga tidak berhenti berjuang. Tidak hanya berjuang untuk bangsanya, tetapi dia juga berjuang untuk hidupnya sendiri. Di era disrupsi, pers harus terus berjuang karena itu adalah dunianya,” kata Atal.
Atal menuturkan, HPN ditetapkan melalui Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 1985. Tanggal peringatannya diambil dari tanggal hari lahir PWI, 9 Februari 1946. Sebagai organisasi, PWI telah menyatukan insan pers yang berbeda dalam pandangan politik dan sebagainya.
”Sejak dulu, tokoh pers tetap berjuang dan bersatu meskipun mereka berbeda-beda,” ujarnya.
Mohammad Nuh mengatakan, semua bersepakat NKRI sudah final. Demokrasi adalah pilar NKRI dan pers adalah salah satu pilar demokrasi. Maka, membangun dunia pers sama dengan membangun demokrasi. Membangun demokrasi sama dengan membangun negeri.
Menurut Nuh, membuat dunia media terus tumbuh dan berkembang pada hakikatnya adalah bagian dari tugas negara. Namun, kadang tugas itu dialihkan kepada dunia pers secara mandiri.
”Dunia pers tidak boleh meminta-minta untuk menjaga marwahnya. Namun, kalau komponen bangsa yang memiliki tugas untuk itu tidak mau memberi, itu justru jauh lebih jelek,” katanya.
Dunia pers tidak boleh meminta-minta untuk menjaga marwahnya. Namun, kalau komponen bangsa yang memiliki tugas untuk itu tidak mau memberi, itu justru jauh lebih jelek.
Punya ideologi
Sebagai bagian NKRI, ujar Nuh, pers juga memiliki ideologi. Ideologi dunia pers adalah good jurnalism atau jurnalisme yang baik. Jurnalisme yang baik bisa dibangun jika wartawan diberikan tiga hal mendasar, yaitu kompetensi, jaminan keamanan, dan kesejahteraan.
Menurut Nuh, tiga hal mendasar tersebut harus terus menerus dibangun. Itu semua bisa terjadi kalau ekosistem, termasuk di dalamnya perusahaan pers harus tumbuh dengan baik.
”Solusinya adalah ekosistem, bukan solusi parsial. Dalam waktu dekat, kami bersama komponen pencinta dunia pers akan merumuskan ekosistem agar apa pun yang terjadi, pers masih bisa bertahan,” katanya.
Sahbirin Noor mengatakan, daerahnya mendapat anugerah luar biasa karena kehadiran wartawan dari seluruh Indonesia pada HPN 2020. Kehadiran itu tergolong langka dan membawa berkah, teristimewa dengan kedatangan 20 duta besar negara sahabat.
”Pers telah bergerak menggelorakan rakyat Indonesia. Kehadiran pers telah mewarnai negeri ini dengan segala kekritisan dan perjuangan. Insan pers adalah pejuang. Semoga pers benar-benar jadi pilar yang tak bisa dipisahkan dengan NKRI,” katanya.