Benidiktus Papa Terpilih sebagai Ketua Presidium PMKRI
Forum Majelis Permusyawaratan Anggota XXX Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia memberikan mandat kepada Benidiktus Papa sebagai ketua presidium pengurus pusat.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Forum Majelis Permusyawaratan Anggota XXX Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia atau PMKRI memberikan mandat kepada Benidiktus Papa sebagai ketua presidium pengurus pusat. Isu kerusakan lingkungan, pelanggaran hak asasi manusia, dan korupsi menjadi fokus perhatian organisasi tersebut selama dua tahun ke depan.
Keputusan forum itu dicapai melalui voting tertutup yang berlangsung di aula pertemuan Gozalo Veloso, Kota Ambon, Maluku, pada Rabu (11/2/2020) petang. Benidiktus, yang berasal dari PMKRI Cabang Makassar, Sulawesi Selatan, meraih dukungan 36 cabang dari total 66 cabang PMKRI di seluruh Indonesia. Benidiktus mengungguli enam calon lain. Ia akan memimpin PMKRI selama dua tahun ke depan.
Saya bukan ketua untuk 36 cabang, tetapi untuk 66 cabang di seluruh Indonesia.
Berdasarkan pantauan Kompas, suasana di arena Kongres XXXI dan Majelis Permusyawaratan Anggota XXX (MPA) sangat cair. Setelah pemilihan, para peserta secara bergantian berfoto bersama ketua umum terpilih di dalam aula. Di luar aula, sebagian peserta bercengkerama sambil minum kopi. Beberapa senior juga nimbrung. Suasana terasa akrab. Padahal, dinamika forum cukup hangat.
Benidiktus mengatakan, setelah pemilihan, ia akan membentuk kepengurusan dengan mengakomodasi masukan dari berbagai pihak. Ia berjanji akan merangkul semua anggota, termasuk mereka yang tidak memilihnya dalam forum tersebut. ”Saya bukan ketua untuk 36 cabang, tetapi untuk 66 cabang di seluruh Indonesia,” katanya. Soliditas internal menjadi kekuatan dalam menjalankan roda organisasi.
Menurut Benidiktus, beberapa isu yang menjadi perhatian PMKRI, di antaranya, kerusakan lingkungan, pelanggaran hak asasi manusia di Papua, dan korupsi. Kerusakan lingkungan dimaksud seperti pembalakan liar, kebakaran hutan, dan penambangan. Kerusakan lingkungan itu mengancam keselamatan manusia pada masa yang akan datang.
Pada kasus pelanggaran hak asasi manusia di Papua, negara diharapkan hadir untuk melindungi warga sipil. Konflik berkepanjangan antara aparat negara dan kelompok sipil bersenjata di Papua menyebabkan korban jiwa berjatuhan. Ribuan orang kini hidup dalam ketakutan. Selain itu, pemenuhan hak dasar, seperti makanan dan kesehatan, bagi masyarakat Papua yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Untuk pemberantasan korupsi, kata Benidiktus, PMKRI fokus pada pembinaan internal anggota. Perlu menanamkan jiwa antikorupsi dalam diri anggota sejak dini. Integritas menjadi modal menghadapi dunia praktis yang cenderung pragmatis. ”Semua akan kembali pada pribadi,” ujarnya.
Sebelumnya, pada pembukaan kongres dan MPA pada 5 Februari lalu, Uskup Diosis Amboina Mgr PC Mandagi MSC mengingatkan, sebagai pemimpin masa depan, integritas sudah harus ditanamkan PMKRI sejak berkecimpung dalam wadah pengaderan hingga nanti terjun ke dunia praktis yang penuh dengan godaan pragmatisme.
”PMKRI merupakan wadah keluarga, sekolah, tempat mendidik pemimpin-pemimpin sekarang ini dan masa yang akan datang,” ujarnya. Mandagi pun mengaku bangga dengan banyaknya jebolan PMKRI yang kini menduduki posisi strategis di Indonesia, baik di tingkat pusat maupun daerah. Kader PMKRI terdistribusi ke sejumlah lini.
Rudi Fofid, alumnus PMKRI yang juga mantan Ketua PMKRI Cabang Ambon, mengaku senang dengan soliditas PMKRI dalam kongres dan MPA kali ini. Perbedaan pendapat berakhir di dalam forum. Tidak ada saling mengguggat hasil keputusan forum. ”Mereka solid,” ujar Rudi yang ditemui di lokasi kegiatan itu.
Pemilihan Benidiktus selaku mandataris itu sekaligus menandai berakhirnya kongres dan MPA. Kongres dan MPA tahun 2022 akan berlangsung di Samarinda, Kalimantan Timur.