Semua Kecamatan di Manado Ditargetkan Memiliki Insinerator
Manado, ibu kota Sulawesi Utara, kini memiliki enam alat pembakar sampah atau insinerator di lima kecamatan untuk mengurangi timbunan sampah di tempat pembuangan akhir kota.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Manado, ibu kota Sulawesi Utara, kini memiliki enam alat pembakar sampah atau insinerator di lima kecamatan untuk mengurangi timbunan sampah di tempat pembuangan akhir kota. Akhir tahun ini, diproyeksikan semua atau 11 kecamatan di Manado telah memiliki masing-masing satu insinerator.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Lingkungan Hidup Manado Tresje Mokalu, Selasa (11/2/2020), mengatakan, lima insinerator untuk membakar segala jenis sampah telah didirikan di Kecamatan Sario, Paal II, Wanea, Malalayang, dan Singkil. Satu insinerator lainnya dikhususkan bagi limbah medis, seperti jarum suntik dan tabung infus dari rumah sakit.
Satu insinerator di Malalayang sudah selesai dibangun pada 2019 karena masuk area Pasar Restorasi Kayu Bulan, sedangkan lima unit lainnya baru selesai dibangun tahun ini. ”Total dana dari APBD 2019 untuk lima insinerator baru itu sekitar Rp 11 miliar,” ujar Tresje.
Dia mengatakan, mesin insinerator yang diproduksi dari Jakarta itu dapat membakar 2,5 ton sampah setiap jam. Jika mesin dioperasikan setidaknya 22 jam per hari, satu kecamatan dapat melebur 55 ton sampah setiap hari.
Total dana dari APBD 2019 untuk lima insinerator baru itu sekitar Rp 11 miliar.
Saat ini, sebanyak 400 ton sampah yang dihasilkan warga Manado setiap hari ditimbun di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sumompo, Mapanget. Tresje menyebutkan, tidak ada lagi lahan di TPA seluas 6 hektar itu untuk membuat sanitary landfill. Sampah pun diolah dengan metode penimbunan (open dumping). Akibatnya, Manado dinobatkan sebagai kota terkotor pada penilaian Adipura 2019.
Dengan enam mesin tersebut, Tresje menargetkan sampah yang bisa dikelola setidaknya 175-200 ton per hari. Dengan demikian, timbunan sampah ke TPA Sumompo bisa berkurang setengah dari timbulan sampah warga Manado.
Setiap insinerator nantinya dapat membakar sampah pada suhu 1.000-1.200 derajat celsius, di atas syarat minimal 800 derajat celsius yang ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Karena itu, Tresje menjamin, insinerator tidak akan mencemari udara karena asap pembakaran akan dinetralisasi terlebih dahulu.
”Yang dilepaskan ke udara adalah molekul-molekul yang sudah netral. Jadi, sudah pasti ramah lingkungan. Tiap bulan, mesin itu akan diuji emisi,” ujarnya.
Tresje menambahkan, pemerintah telah mengalokasikan tambahan Rp 12 miliar dari APBD 2020 untuk membangun enam insinerator di enam kecamatan lain. Nantinya, masing-masing dari 11 kecamatan dapat berbagi beban rerata 36,4 ton sampah.
Melihat kondisi TPA Sumompo yang sudah tidak layak, insinerator ini solusi untuk mengantisipasi masalah sampah.
Sebelumnya, Wali Kota Manado Vicky Lumentut melihat uji coba insinerator di Kecamatan Wanea yang dibangun di belakang Kantor Camat Wanea. Ia juga meninjau insinerator yang sudah mulai difungsikan di Paal II pada Kamis, 6 Februari.
”Melihat kondisi TPA Sumompo yang sudah tidak layak, insinerator ini solusi untuk mengantisipasi masalah sampah. Mulai (Kamis) malam ini, sampah di Paal II tidak lagi dibuang di TPA, tapi diselesaikan di insinerator,” kata Vicky.
Kendati begitu, beberapa insinerator belum berfungsi hingga kini, seperti di Wanea. Pagar ”rumah” insinerator itu masih terkunci. Tidak ada petugas kebersihan dinas lingkungan hidup yang beraktivitas di sana.
Nelce Assa, Kepala Seksi Kebersihan Kantor Camat Wanea, mengatakan, belum ada petugas dinas lingkungan hidup yang ditugaskan sejak uji coba terakhir pada 24 Januari lalu. Pihaknya juga belum diminta menugaskan tiga tenaga kebersihan untuk mengangkut sampah ke sana. ”Tapi mesin sudah bekerja dengan baik waktu uji coba,” katanya.
Insinerator Kecamatan Sario dan yang dikhususkan bagi sampah medis di belakang kantor Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Manado juga belum difungsikan. Meidy Tulangow (54), pemilik warung di dekat insinerator, mengatakan, kontraktor belum menyerahkan kunci kepada dinas lingkungan hidup.
”Beberapa petugas ada yang kemari, tapi gembok pagar insinerator belum dibuka, jadi mereka pulang lagi,” katanya. Namun, ia maklum karena pembangunan baru selesai pekan lalu.
Tunggu TPA regional
Sekalipun insinerator merupakan langkah antisipatif untuk mengurangi sampah, Tresje mengatakan, ini hanyalah solusi sementara. Pemerintah Kota Manado saat ini tengah menunggu pembangunan TPA Regional Iloilo di Kecamatan Wori, Minahasa Utara. TPA tersebut juga akan memiliki insinerator yang juga berfungsi sebagai pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa).
”Saat TPA Iloilo sudah jadi, insinerator pastinya akan tetap kami pakai. Kalau ada sisa melebihi kapasitas mesin, baru kami kirim ke Iloilo. Lagi pula, saya yakin, produksi sampah akan terus bertambah di Manado,” tuturnya.
Namun, pembangunan TPA Regional Iloilo belum jelas. Kepala Unit Pelaksana Teknis Persampahan Dinas PUPR Sulawesi Utara Yongky Tompodung mengatakan, pembangunan masih direncanakan Kementerian PUPR. Hingga kini, belum ada perusahaan yang ditunjuk sebagai pemenang lelang proyek TPA tersebut.
”Kalau sudah ada pemenang, pembangunan tetap di bawah pemerintah pusat. Nanti, kemungkinan asetnya akan diserahkan kepada kami untuk dikelola,” katanya.
Meski demikian, Yongky menyebutkan, Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara telah menyiapkan lahan seluas 48 hektar dengan sertifikat hak guna usaha. Tanah itu disediakan sejak 2017.
Namun, ia belum mengetahui fasilitas apa saja yang ada di TPA Iloilo nantinya. ”Informasinya, akan ada PLTSa, tapi kami belum tahu karena masih proses tender dan belum ke desain,” ucapnya.