Penderes Kelapa Enggan Pakai Sabuk Pengaman Saat Bekerja
Penderes kelapa di Banyumas, Jawa Tengah, enggan memakai sabuk pengaman saat memanjat kelapa. Padahal, angka kematian akibat kecelakaan kerja sebagai penderes tergolong tinggi.
Oleh
MEGANDIKA WICAKSONO
·4 menit baca
PURWOKERTO, KOMPAS — Sejumlah penderes kelapa di Desa Kasegeran, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, belum mau memakai sabuk pengaman yang dibagikan pemerintah. Padahal, sabuk itu penting untuk meminimalisasi kecelakaan kerja.
Berdasarkan data Pemerintah Kabupaten Banyumas, angka kecelakaan kerja penderes di Banyumas mencapai 702 orang dalam kurun 2014-2019. Mereka jatuh dari pohon saat menderes.
Adapun periode 2017-2019, data Bagian Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Kabupaten Banyumas menunjukkan, terdapat 323 kasus penderes jatuh. Dari jumlah itu, 236 orang cacat dan 87 orang lainnya meninggal. Total jumlah penderes di Banyumas mencapai 26.580 orang.
Oleh karena itu, Bupati Banyumas Achmad Husein menyalurkan bantuan sabuk pengaman sebanyak 167 unit kepada penderes di Desa Kasegeran dan 25 unit bagi penderes di Desa Kedungurang. Bantuan alat keselamatan ini berasal dari CSR Forum Komunikasi Koperasi Besar Indonesia.
Namun, setelah menerima bantuan sabuk, para penderes enggan memakai. Mereka kesulitan dan bingung cara pemakaiannya. Penggunaan sabuk keamanan juga dinilai repot dan tidak praktis meski demi keselamatan jiwa mereka.
”Bingung cara pasangnya. Belum hafal,” kata Naslim (65), penderes kelapa di RT 004 RW 002 Desa Kasegeran, Selasa (11/2/2020).
Naslim yang sudah memanjat tujuh pohon kelapa hari itu tidak menggunakan sabuk pengaman yang sudah dibagikan. Tidak berkaus, Naslim cekatan naik ke puncak batang pohon kelapa berbekal dua ember dan sebuah parang. ”Alatnya masih disimpan di rumah. Itu kemarin di balai desa diajari cara pakainya, tapi banyak orang dan saya masih bingung,” kata Naslim yang sudah menderes sejak usia 23 tahun.
Hal serupa disampaikan Rasim (50). Pagi itu, Rasim tidak memakai sabuk pengaman karena dinilai repot dan membuat lama proses memanjat pohon. ”Pakainya rumit dan kelamaan. Kalau biasanya setengah jam bisa dapat 10 pohon, kalau pakai alat bisa cuma 3-5 pohon,” kata Rasim.
Pagi itu, Rasim bergegas memanjat pohon kelapa dengan ketinggian sekitar 10 meter. Tidak butuh waktu lama bagi Rasim mencapai puncak, mengambil air kelapa, dan kembali turun ke bawah. Proses itu hanya butuh waktu sekitar 1 menit. ”Yang penting bismillah. Pikiran tenang dan tenteram, sabar, tidak akan jatuh,” kata Rasim.
Berbeda dengan Naslim dan Rasim, Kamsori (70), penderes di RT 007 RW 001 Desa Kasegeran justru bersemangat memakai sabuk pengaman bantuan pemerintah. Sambil memikul ember dari rumah ke kebunnya, tali pengaman sudah dikenakan di tubuhnya. Sesampainya di pohon yang dituju, Kamsori segera memasang tali pengaman berbalut karet ke pohon dan mengaitkannya ke harness yang terkait dengan tali pengaman di tubuhnya. ”Iya masih latihan, pelan-pelan. Agak repot, tapi aman,” katanya.
Setiap hari, para penderes bisa memanjat 10-35 pohon kelapa untuk mengambil air kelapa bahan baku gula merah. Per hari, rata-rata mereka bisa mengolah 3 kilogram-7 kilogram gula merah dengan harga gula Rp 12.500-Rp 13.000 per kilogram. ”Kalau sudah terbiasa kan tidak repot,” kata Kamsori yang membutuhkan waktu sekitar 5 menit untuk memanjat pohon kelapa setinggi 15 meter menggunakan sabuk pengaman.
Sabuk pengaman dipasang melingkari batang pohon dan dikaitkan ke tubuh penderes. Saat memanjat, tubuh akan menggantung jikalau tiba-tiba sang penderes terjatuh atau terpeleset. Ketika persis sampai di bawah pelepah atau daun kelapa, sabuk pengaman harus dilepas karena penderes harus naik ke pelepah dan mengambil air kelapa di atasnya. Proses melepas dan kemudian nanti memasang lagi untuk turun inilah yang dinilai sebagian penderes cukup repot.
Menanggapi masih adanya penderes yang belum mampu memakai sabuk, Husein mengatakan akan membuat tim untuk mengontrol, mengajarkan, dan mengedukasi para penderes. ”Saya harus membikin tim untuk mengontrol, memberi tahu cara pasangnya. Saya sangat prihatin setiap minggu tanda tangan santunan penderes jatuh,” kata Husein.
Diberitakan sebelumnya (Kompas.id, 26/8/2019), pemerintah daerah akan mengalokasikan dana Rp 1 miliar untuk menyediakan sabuk pengaman bagi para penderes. Ditargetkan pada 2023, seluruh penderes sudah terbiasa dan bisa memakai sabuk pengaman.
Saat itu, Bank Indonesia melalui Program Sosial Bank Indonesia menyerahkan 50 sabuk pengaman kepada para penderes di Desa Pageraji, Cilongok. Banyumas merupakan salah satu sentra gula kelapa di Indonesia. Di kabupaten ini, jumlah industri rumah tangga gula kelapa di Banyumas sekitar 31.521 unit usaha dengan kapasitas produksi 87.569,2 ton per tahun.