Penyuluhan dan Kepemimpinan di Kelompok Tani Jadi Kunci
Masih rendahnya tingkat pemanfaatan Kartu Tani di Jawa Tengah, antara lain, karena mayoritas petani berusia di atas 50 tahun dan telanjur terbiasa dengan cara-cara manual. Penyuluhan tentang manfaat kartu mendesak.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
UNGARAN, KOMPAS — Masih rendahnya tingkat pemanfaatan Kartu Tani di Jawa Tengah, antara lain, karena mayoritas petani berusia di atas 50 tahun dan telanjur terbiasa dengan cara-cara manual. Penyuluhan manfaat kartu serta inisiasi gerakan dari ketua kelompok tani pun menjadi kunci keberhasilan.
Di Jateng, program Kartu Tani dimulai pada 2018 dengan menggunakan kartu Bank BRI. Kartu itu dapat membaca alokasi pupuk bersubsidi serta transaksi yang menggunakan mesin electronic data capture (EDC). Namun, dari 2,6 juta petani yang telah menerima kartu tersebut, tingkat penggunaannya baru 20,1 persen.
Berdasarkan pantauan, Senin (10/2/2020), sejumlah petani di Kabupaten Semarang dan Kendal tak memegang Kartu Tani, tetapi dititipkan di Kios Pupuk Lengkap (KPL) atau tempat mereka membeli pupuk subsidi. Saat transaksi, ada pencatatan, tetapi secara manual. Kartu pun tidak digesek ke mesin EDC.
”Setahun, biasanya saya membutuhkan 10 zak (5 kuintal) pupuk ZA. Kalau beli pupuk subsidi, langsung beli di (kantor) desa. Kalau kehabisan, saya cari ke desa lain, tetapi tidak pakai kartu juga tidak apa-apa. Pupuk subsidi tetap bisa dibeli,” tutur Basri (55), petani asal Desa Bumen, Kecamatan Sumowono, Kabupaten Semarang.
Petani asal Desa Salamsari, Kecamatan Boja, Kendal, Budi Haryanto (60), mengatakan telah menerima Kartu Tani sekitar setahun lalu. Sejak itu, kartunya disimpan di koperasi unit desa yang menjadi tempat penjualan pupuk bersubsidi. Hal itu dilakukan agar praktis dan tak usah membawa kartu setiap membeli pupuk.
”Jadi, sebenarnya membeli pupuk subsidi memang dengan cara lama. Hanya dicatat nama saya, tetapi kartunya tidak gesek. Saya juga belum mengaktifkan Kartu Tani ke Bank BRI,” kata Budi.
Di Desa Karangasem, Kabupaten Demak, sebagian petani sudah menggesekkan Kartu Tani setiap membeli pupuk subsidi di KPL. Ketua Kelompok Tani Gemah Ripah, Karangasem, Achmadi (52) menuturkan, kartu bermanfaat karena sudah terdata jatah pupuk subsidi bagi setiap petani. Namun, pemanfaatan kartu untuk transaksi perbankan lainnya belum dilakukan petani.
Kepala Seksi Penyuluhan pada Bidang Penyuluhan, Pascapanen, dan Bina Usaha Dinas Pertanian dan Perkebunan Jateng Dani Harun mengatakan, 59,1 persen dari penerima Kartu Tani berusia 57-66 tahun. Hal tersebut menjadi salah satu kendala mengingat program kartu tani berkaitan dengan adopsi teknologi.
Oleh karena itu, kepemimpinan kelompok tani menjadi salah satu penentu berjalannya program Kartu Tani secara optimal. ”Apabila ketua kelompok tani aktif, anggotanya akan mengikuti. Ini perlu didukung peran pemerintah hingga tingkat desa. Sosialisasi dan penyuluhan terus diberikan kepada petani,” kata Dani.
Ia menuturkan, program Kartu Tani dimulai pada 2018 setelah pendataan dilakukan pada 2017. Namun, tahapan pembagian kartu telah dimulai pada 2015. Menurut Dani, saat ini Kartu Tani dalam tahap percepatan menuju pemanfaatan yang optimal. Pada 2020, penggunaan ditargetkan mencapai 75 persen.
Selain itu, belum optimalnya penggunaan Kartu Tani juga karena belum adanya aturan yang mengikat dan mewajibkan penebusan pupuk bersubsidi menggunakan Kartu Tani. Saat ini, baru ada instruksi gubernur. Ke depan, diharapkan ada peraturan gubernur terkait penggunaan Kartu Tani.