Tanam Jagung dengan Pola Tanpa Bakar Lahan Buahkan Hasil di Kalimantan Tengah
Badan Usaha Milik Desa Garantung Makmur berhasil memanen 25 ton jagung hibrida di lahan seluas lima hektar di Desa Garantung, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Rabu (12/2/2020).
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PULANG PISAU, KOMPAS - Badan Usaha Milik Desa Garantung Makmur berhasil memanen 25 ton jagung hibrida di lahan seluas lima hektar di Desa Garantung, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Rabu (12/2/2020). Panen tersebut merupakan yang pertama dengan pengolahan lahan tanpa bakar.
Panen dihadiri Bupati Pulang Pisau Edy Pratowo, Deputi Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi dan Kemitraan Badan Restorasi Gambut (BRG) RI Myrna Safitri, serta Program Manajer Kemitraan-Partnership Hasantoha. Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Garantung Makmur itu adalah kelompok binaan BRG RI bersama Kemitraan.
Kepala Desa Garantung Supardiono mengungkapkan, desanya adalah penghasil jagung hibrida. Total luas lahannya mencapai 60 hektar lahan yang digarap sekitar 250 rumah tangga. Selain menjadi komoditas utama, jagung hibrida juga dibuat produk turunannya seperti pakan dan produk lainnya.
Setiap hektar lahan di desa itu menghasilkan 5-6 ton jagung hibrida. Mereka bahkan sudah membuat kerja sama dengan perusahaan pembuat pakan ternak di Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Setiap tahun, lanjut Supardiono, mereka mengirimkan 1.000 ton jagung hibrida ke perusahaan pakan ternak tersebut. "Ini (kerja sama) sudah berlangsung selama tiga tahun terakhir," katanya.
Sebelumnya, menurut Supardiono, masyarakat masih membuka lahan dengan membakar. Cara itu dinilai sangat ekonomis. Namun, rentan memicu kebakaran hutan dan lahan hingga akhirnya merusak gambut.
Setelah didampingi BRG RI, mereka lantas diberikan keahlian mengelola lahannya tanpa membakar. Hasilnya, jumlah panen kali ini tidak jauh berbeda bila dibandingkan dengan pola bakar lahan.
"Kami sadar lahan garap kami sebagian besar merupakan lahan gambut yang sangat rentan terbakar," ungkap Supardiono.
Saat ini, menurut Supardiono, harga jagung hibrida basah Rp 3.300 per kilogram. Sedangkan jagung hibrida kering, dengan tingkat kekeringan 17 persen, mencapai Rp 4.200 per kg. Dengan kerja sama penyaluran 1.000 ton jagung hibrida dengan perusahaan pakan, mereka beromset sekitar Rp 3 miliar per tahun.
"Setelah ada kerja sama dengan perusahaan itu, kesejahteraan petani jauh lebih baik," kata Supardiono.
Kami sadar lahan garap kami sebagian besar merupakan lahan gambut yang sangat rentan terbakar.(Supardiono)
Myrna Safitri mengatakan, kegiatan penanaman jagung tanpa lahan bakar itu bagian dari program BRG RI merevitalisasi ekonomi. Tujuannya, agar kegiatan restorasi gambut memiliki dampak ekonomi untuk masyarakat. "Kegiatan restorasi tidak akan berjalan kalau masyarakat tidak mendapatkan tempat yang penting. Kami percaya pemberdayaan itu penting sekali," kata Myrna.
Selain berdampak ekonomi, lanjut Myrna, revitalisasi juga bertujuan agar keuntungannya bisa digunakan untuk memelihara atau mengoperasikan infarastruktur yang sudah dibangun, seperti sumur bor dan sekat kanal. Di Kalteng, BRG RI dan Kemitraan membentuk 46 Desa Peduli Gambut (DPG). Pada tahun 2018, ada 69 paket revitalisasi ekonomi di desa-desa dampingan program restorasi gambut.
"Jadi masyarakat memanfaatkan gambut tanpa merusaknya dan justru mendapatkan keuntungan, itu yang penting," kata Myrna.