Guru Besar ITS Persembahkan Teknologi Kesehatan Kecerdasan Artifisial dan Kemobiosensor
ITS, lewat guru besarnya, menyumbangkan dua temuan di bidang kesehatan. Kedua temuan itu ialah kecerdasan artifisial dalam pengolahan citra medis untuk pengembangan teknologi kesehatan dan peran kemosensor dan biosensor.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Institut Teknologi Sepuluh Nopember mengukuhkan dua dosen sebagai guru besar, Rabu (12/2/2020), di Surabaya, Jawa Timur. Pengukuhan itu diberikan untuk Agus Zainal Arifin dari Departemen Teknik Informatika dan Fredy Kurniawan dari Departemen Kimia.
Agus dikukuhkan sebagai guru besar bidang pengolahan citra digital dengan orasi ilmiah ”Kecerdasan Artifisial dalam Pengolahan Citra Medis untuk Pengembangan Teknologi Kesehatan”.
Fredy dikukuhkan sebagai guru besar bidang kemo dan biosensor dengan orasi ilmiah ”Peran Kemo dan Biosensor dalam Era Revolusi Industri 4.0”.
Kecerdasan artifisial berbasis aplikasi citra medis temuan Prof Agus bisa untuk mendeteksi osteoporosis. Mantan Dekan Fakultas Teknologi Elektro dan Informatika Cerdas ini menggunakan citra panorama gugi untuk mengidentifikasi penyakit periodontitis kronis dan estimasi usia pasien.
”Estimasi usia pasien bisa untuk membantu atau mengonfirmasi misalnya penyelidikan dalam identifikasi jenazah,” kata Agus, yang juga salah satu pengurus di Pengurus Pusat Asosiasi Pendidikan Tinggi Informatika dan Komputer.
Temuan pendeteksi osteoporosis sudah mendapatkan hak paten dari Amerika Serikat sejak 2011. Tingkat kunjungan ke dokter gigi selama ini lebih tinggi daripada ke dokter ortopedi.
Selain menggunakan panorama gigi, khususnya citra rahang, dokter gigi juga bisa mendapatkan informasi potensi osteoporosis pada seorang pasien. Untuk itu, informasi potensi osteoporosis dapat bermanfaat bagi pasien yang akan merujuk ke dokter spesialis.
”Teknologi ini dapat mengurangi risiko patah tulang akibat penanganan terlambat,” kata Agus yang lulus studi doktoral pada 2007 dari Universitas Hiroshima, Jepang.
Menurut salah seorang pengurus di Pengurus Pusat Asosiasi Pondok Pesantren Nahdlatul Ulama ini, purwarupa pendeteksi osteoporosis memakai citra rahang sudah digunakan oleh sejumlah dokter gigi di Bandung dan Surabaya.
Teknologi ini dapat mengurangi risiko patah tulang akibat penanganan terlambat.
Pengembangan pada citra radiografi panorama gigi yang dikembangkan Agus juga bisa mengestimasi usia seseorang. Ini aplikatif karena sangat penting untuk membantu tenaga ahli odontologi forensik mengidentifikasi usia korban kecelakaan atau bencana melalui fitur gigi.
”Penggunaan citra radiografi gigi ini bisa ditempuh meski tubuh korban sudah hancur, membusuk, terbakar, atau termutilasi,” katanya.
Selain itu, Agus juga mengembangkan sistem deteksi parasit malaria melalui citra apusan tebal darah berkualitas rendah. Teknologi ini dapat digunakan untuk proses diagnosis malaria, terutama di daerah-daerah endemik dan potensial tinggi.
Untuk deteksi parasit malaria, penelitian Agus merupakan bagian kerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman.
Sensor
Kemosensor dan biosensor menjadi basis pengembangan riset oleh Prof Fredy untuk bidang kesehatan, pertanian, dan pangan. Kemobiosensor berfungsi mendeteksi analat atau target dengan cara memberikan sinyal. Perbedaan antara kemosensor dan biosensor terletak pada keberadaan komponen biologi.
Dalam orasinya, Fredy mengatakan, kemosensor digunakan untuk pengembangan indikator titik beku dalam hal penyimpanan vaksin polio. Vaksin harus tersimpan pada temperatur 0-10 derajat celsius. Masalahnya, vaksin terkadang rusak, tetapi tidak diketahui mengingat ketiadaan penanda atau indikator.
”Vaksin dapat rusak ketika dipindahkan dan tidak terlihat oleh mata,” kata Fredy, yang juga Kepala Departemen Kimia pada Fakultas Sains dan Analitika Data ini.
Untuk itu dibuatlah pendeteksi yang dilekatkan pada penyimpanan vaksin. Jika alat menyala merah, vaksin tidak rusak. Jika rona merah menurun, hal itu pertanda kerusakan sedang terjadi.
Selain itu, Fredy juga mengembangkan penelitian sensor dopamin. Jenis hormon katekolamin ini berfungsi penting bagi saraf pusat, renal, hormonoal, dan sistem kardiovaskular.
Penelitian sensor dopamin melalui darah atau urine bisa untuk mengetahui kadar hormon ini dalam tubuh. Kekurangan doparmin terkait dengan potensi parkinson dan skizofrenia.
Fredy juga mengembangkan penelitian sensor deteksi gelatin babi. Secara aplikatif, sensor ini bermanfaat untuk mengetahui ada tidaknya kandungan gelatin babi suatu produk pangan sehingga bisa untuk dinyatakan halal. Misalnya pada bakso, salah satu makanan kegemaran masyarakat Indonesia.
”Pembacaannya dengan melihat pergeseran frekuensi. Jika positif atau naik, hal itu mengindikasikan materi babi pada sampel, sedangkan negatif atau turun, menunjukkan kandungan materi sapi atau nonbabi,” ujar dosen yang menyelesaikan studi doktoral di Universitas Regensburg, Jerman, ini.