Pada era Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, alih muat ikan di tengah laut dilarang dan diawasi di lapangan meski masih terjadi kebocoran. Namun kini kegiatan ilegal itu semakin masif.
Oleh
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS - Kejahatan perikanan di Laut Arafura diduga bakal semakin masif di tengah lemahnya penegakan hukum. Nelayan lokal di Kepulauan Aru, Maluku, biasa mendapati kapal nelayan daerah lain melakukan alih muat di laut. Praktik itu terjadi sekitar satu tahun terakhir dan masif beberapa bulan ini. Pada era Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, alih muat ikan di tengah laut dilarang dan diawasi di lapangan meski masih terjadi kebocoran.
”Nelayan lokal sering melihat seperti itu (bongkar muat di tengah laut), tapi tak bisa berbuat apa-apa. Kami juga tidak bisa berbuat apa-apa. Kami tidak bisa mengawasi, Laut Arafura sangat luas,” kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kepulauan Aru Johanes Gutandjala, saat dihubungi Kompas di Ambon, Selasa (11/2/2020).
Nelayan lokal kian sering mendapati alih muat ikan dari kapal nelayan di atas 30 gros ton. Kapal itu mengantongi izin dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di Jakarta. Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Zulficar Mochtar mengatakan, kementerian menengarai adanya penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur (IUU) yang cukup marak di Dobo. Terjadi pula pelaporan perikanan dan alokasi BBM yang tidak tepat.
Banyak sekali kecolongan dan kami tidak bisa berbuat apa-apa.
”Hal ini akan segera kami tertibkan. Pengawasan akan ditingkatkan,” katanya. Menurut data KKP, hasil pelelangan ikan tahun 2018 sekitar Rp 27 miliar masuk ke Kabupaten Dobo dari berbagai kapal. Diberitakan sebelumnya, kapal-kapal ikan yang mayoritas berasal dari pantai utara Pulau Jawa membawa ikan ke tongkang di lepas pantai Dobo, ibu kota Kabupaten Kepulauan Aru.
Selanjutnya, kapal barang mengangkut ke Pulau Jawa tanpa mendaratkan ke pelabuhan terdekat, seperti Pelabuhan Perikanan Pantai Dobo. Potensi pendapatan daerah pun hilang. Kabupaten berhak mendapat 3 persen nilai ikan yang dibawa keluar, seperti diatur peraturan daerah. ”Banyak sekali kecolongan dan kami tidak bisa berbuat apa-apa,” ujarnya.
Mika Ganobal, tokoh pemuda Kepulauan Aru, mempertanyakan peranan instansi pengawasan perairan, termasuk perwakilan pusat di daerah. Penegakan hukum terhadap kejahatan perikanan di Laut Arafura tak lagi terdengar empat tahun terakhir. ”Mereka yang bertugas ke mana?” ujarnya.
Sebelumnya, puluhan kapal ikan asing yang beroperasi di Laut Arafura ditangkap. Ribuan kapal ikan eks asing dan kapal penampung juga dilarang beroperasi. Selain itu, praktik perbudakan nelayan asing di Pulau Benjina, Kabupaten Kepulauan Aru, juga diusut. Perusahaan perikanan yang mempekerjakan mereka ditutup oleh Menteri KKP Susi Pudjiastuti.
Laut Arafura menjadi target kapal-kapal nelayan di Indonesia, bahkan dunia, semasa penangkapan ikan ilegal masih marak hingga akhir 2014. Lebih dari 500 jenis ikan dan sedikitnya 400 jenis udang-udangan di Laut Arafura. Belum lagi lobster, teripang, bulu babi, dan cumi-cumi. Semua potensi hayati laut itu diperkirakan 855,5 ton per tahun (Kepmen KP No. 45/MEN/2011). Udang menjadi target utama.
Kepala Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Tual Sigit Biantoro, dihubungi dari Ambon, mengatakan, ada perwakilan PSDKP bertugas di Dobo untuk mengawasi. Terkait alih muat itu, ia berjanji akan mempelajarinya. Sigit bertugas di sana sejak Desember 2019.