Kios Tani Belum Paham Mekanisme Layanan dengan Kartu
Pemanfaatan kartu tani di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah masih minim. Selain kebiasaan petani membeli pupuk secara konvensional, pihak kios juga kurang siap melayani layanan pembelian menggunakan kartu.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·4 menit baca
MAGELANG, KOMPAS - Pemanfaatan kartu tani di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah masih minim. Selain kebiasaan petani membeli pupuk secara konvensional, sejumlah kios tani juga kurang siap melayani layanan pembelian menggunakan kartu.
Hingga kini, jumlah petani di Kabupaten Magelang yang melakukan transaksi pembelian pupuk menggunakan kartu tani baru terdata 11.463 orang, atau hanya 8,8 persen dari total penerima kartu 129.022 orang.
Pelaksana tugas Kepala Seksi Pupuk dan Pestisida Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Magelang, Mirza Sidarta, Rabu (12/2/2020), mengatakan, dari hasil peninjauan di lapangan, sejumlah kios pupuk tidak paham bahwa mereka adalah kepanjangan tangan dari pihak bank, yakni BRI yang sekaligus bisa melayani pengisian saldo di rekening petani.
“Dengan peran dan fungsi tersebut, seharusnya kios bisa melayani pembeli yang belum mengisi saldonya,” ujarnya. Namun, karena ketidakpahaman tersebut, kios biasanya meminta petani untuk mengisi saldo terlebih dahulu di bank.
Masalah lain juga terjadi karena pemilik kios seringkali tidak berada di kios. Sementara metode transaksi penjualan pupuk dengan kartu tani tidak disampaikan secara detail oleh pemilik ke karyawan. Akibatnya, transaksi dengan kartu tani tidak optimal.
Selain itu, di sisi lain, lanjut Mirza, banyak petani masih malas menggunakan kartu tani. “Karena tidak pernah dipakai dan cenderung diabaikan, akhirnya kartu-kartu tani di tangan mereka akhirnya benar-benar tidak bisa digunakan karena sudah berstatus non-aktif atau kedaluarsa,” ujarnya.
Di masa awal pembagian kartu, masa berlaku kartu tani ditetapkan selama satu tahun, tetapi kini diperpanjang menjadi tiga tahun. Kartu tani yang sudah non aktif tersebut bisa diproses, diaktifkan kembali di Bank BRI.
Di Kabupaten Magelang, pencatatan data penerima kartu tani mulai dilakukan pada 2016. Tahun 2017, kegiatan tersebut ditindaklanjuti dengan pembuatan kartu tani dan uji coba pemakaian kartu mulai dilakukan 2018. Sejak 2019, kartu tani diharapkan sudah mulai digunakan secara optimal.
Dari sebanyak 136.140 orang calon penerima, distribusi kartu tani sudah menjangkau 129.022 orang. Sebanyak 7.118 orang belum atau tidak bisa menerima karena sudah meninggal dunia, pindah rumah, dan sebagian lainnya sedang menunggu proses pembuatan.
Sementara itu, karena berbagai alasan, sejumlah petani mengaku enggan untuk menggunakan kartu tani untuk membeli pupuk. Asnawi, petani di Desa Banyuwangi, Kecamatan Bandongan, mengaku tidak pernah menggunakan kartu tani meski sudah menerima sejak dua tahun lalu. Dia tidak mengetahui cara menggunakannya karena sama sekali belum pernah mendapatkan sosialisasi terkait penggunaan kartu.
Namun, karena menilai penggunaan kartu tani kurang penting disoal, dia tidak pernah menanyakannya kepada siapa pun. Hal serupa, menurut Asnawi, juga banyak dilakukan petani lain. “Sebagian petani bahkan mengaku kartu tani miliknya sudah hilang entah ke mana,” ujarnya.
Petani tidak mau memakainya karena saat menggunakan kartu tani, volume pembelian pupuk dibatasi berdasarkan kuota.
Widodo, petani di Desa Bumirejo, Kecamatan Mungkid, mengatakan, dirinya tidak pernah menggunakan kartu tani karena kios pupuk yang ditunjuk untuk melayani pembelian, letaknya jauh, sekitar 5 kilometer dari rumah.
Selain itu, dia tidak mau memakainya karena saat menggunakan kartu tani, volume pembelian pupuk dibatasi berdasarkan kuota. Untuk pembelian urea misalnya, petani hanya diperbolehkan membeli maksimal 30 kilogram (kg) pupuk per sekali musim tanam per 1.000 meter persegi.
Batasan ini jauh di bawah volume pemakaian pupuk oleh petani termasuk Widodo, yang biasanya berkisar 40 kg-45 kg per 1.000 meter per sekali tanam per 1.000 meter persegi lahan.
Menurut dia, pada kondisi sekarang, pemakaian pupuk tidak bisa mendadak dikurangi karena kondisi alam sudah berubah. “Kami bisa mematuhi kuota karena kebanyakan kondisi tanah sudah rusak. Jika volume pupuk dikurangi, hasil panen pasti kurang maksimal,” ujarnya.
Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan pupuk di musim tanam, Widodo pun melakukan pembelian secara tunai di kios pupuk terdekat. Selain lebih dekat, pembelian pupuk dengan transaksi tunai lebih disukai karena petani dapat membeli pupuk dalam jumlah lebih banyak.
Sekalipun harga yang ditawarkan lebih mahal dibandingkan pembelian dengan kartu tani, tetapi pembelian secara tunai tersebut dirasa tidak memberatkan. "Tidak perlu pusing dan repot. Kalau toh sedang tidak memiliki banyak uang, saya tetap bisa berhutang di kios pupuk," ujarnya