Pengelolaan perhutanan sosial di Sumatera Selatan terkendala modal dan kemampuan masyarakat dalam membuat perencanaan usaha.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Pengelolaan perhutanan sosial di Sumatera Selatan terkendala modal dan kemampuan masyarakat dalam membuat perencanaan usaha. Pendampingan dan bantuan dari kredit usaha rakyat serta dana bergulir diharapkan bisa menjadi solusi permasalahan tersebut.
Hal itu mengemuka dalam deklarasi pengurus Himpunan Masyarakat Perhutanan Sosial (HMPS) Sumsel di Palembang, Kamis (13/2/2020). Ini merupakan HMPS pertama di Indonesia.
Padahal, salah satu tujuan dibentuk perhutanan sosial adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di kawasan perhutanan sosial.
Ketua HMPS Sumsel Eko Agus Sugianto mengatakan, permodalan masih menjadi kendala para pemegang izin perhutanan sosial untuk mengembangkan usaha di lahan tersebut. ”Padahal, salah satu tujuan dibentuk perhutanan sosial adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di kawasan perhutanan sosial,” katanya.
Kendala yang masih terjadi antara lain sulitnya masyarakat mendapatkan akses perbankan, terutama untuk mendapatkan pinjaman. Hal ini tidak lepas dari masih banyak warga yang belum tahu cara membuat rencana kerja usaha untuk pengelolaan perhutanan sosial.
Untuk itu, ungkap Eko, pihaknya akan menggandeng semua pihak untuk mendampingi para petani yang menggarap lahan di sekitar kawasan perhutanan sosial. ”Kami akan menjadi fasilitator sehingga petani bisa mendapatkan modal untuk mengembangkan usahanya,” katanya.
Salah satu fasilitas permodalan bantuan yang bisa dimanfaatkan adalah kredit usaha rakyat (KUR). Adapun kegiatan ekonomi yang dikembangkan di dalam kawasan hutan antara lain usaha pertanian dan perkebunan. ”Dengan adanya manfaat ekonomi, kesadaran masyarakat untuk menjaga hutan semakin tinggi,” ucapnya.
Sektor agroforestri memang menjadi salah satu prioritas yang akan dibiayai pemerintah.
Staf Khusus Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah M Riza Damanik menyampaikan, sebenarnya ada fasilitas pembiayaan yang disediakan pemerintah pusat untuk membantu kelompok tani di dalam kawasan perhutanan sosial. Program itu adalah KUR dan dana bergulir. ”Sektor agroforestri memang menjadi salah satu prioritas yang akan dibiayai pemerintah,” katanya.
Untuk dana bergulir, pemerintah menyalurkan dana sekitar Rp 1,7 triliun tahun 2020, meningkat dibandingkan dengan tahun lalu sebesar Rp 1,4 triliun. Sementara alokasi KUR juga ditambah dari Rp 140 triliun pada tahun 2019 menjadi Rp 190 triliun tahun ini.
Riza menyarankan, agar penyaluran bantuan tepat sasaran, harus ada satu daerah perhutanan sosial di Sumsel yang menjadi proyek percontohan. Apabila dalam 4-6 bulan bantuan dari pemerintah pusat ini berhasil diterapkan, program akan disebar ke berbagai kawasan perhutanan sosial lainnya.
Selain itu, dia menyarankan agar anak muda juga dilibatkan dalam proses pengembangan usaha. Mereka diberikan pelatihan tentang pemasaran digital. ”Dengan demikian, peluang pasar akan semakin luas,” ujar Riza.
Kepala Dinas Kehutanan Sumatera Selatan Panji Tjahjanto mengatakan, ada dua tujuan perhutanan sosial, yakni untuk melestarikan keberadaan hutan yang masih tersisa di Sumsel dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Menurut Panji, di Sumatera Selatan, hingga Februari 2020, telah terbit 134 izin perhutanan sosial dengan luas total 102.962,80 hektar. Adapun penerima manfaat secara langsung sebanyak 15.693 keluarga yang berada di dalam dan sekitar kawasan hutan.
Izin perhutanan sosial yang telah diterbitkan ini meliputi hutan desa sebanyak 23 izin dengan luas 32.961,00 hektar, hutan kemasyarakatan sebanyak 43 izin dengan luas 22.627,64 hektar, hutan tanaman rakyat sebanyak 60 izin dengan luas 18.721,32 hektar, hutan adat sebanyak 2 izin dengan luas 379,7 hektar, dan kemitraan kehutanan sebanyak 6 izin dengan luas 28.273,14 hektar.
Namun, dari 134 izin tersebut, masih ada 91 izin yang belum mengirimkan rencana kerja usaha. Untuk itu, diperlukan pendampingan dari para penyuluh. ”Penyuluh bukan hanya dari ASN (aparatur sipil negara), melainkan juga dari lembaga swadaya masyarakat yang bermitra,” kata Panji.
Panji pun berharap program perhutanan sosial ini dapat berimplikasi pada menurunnya tingkat kemiskinan di Sumsel. ”Selain itu, masyarakat akan menjaga hutan sehingga tingkat deforestasi di Sumsel dapat ditekan,” katanya.