Ketekunan berinovasi dan menciptakan tangan robot bisa menjadi asa baru bagi mereka yang membutuhkan. Tanpa disadari, terobosan itu kini juga memberikan asa baru bagi Prapti, ibunya, untuk terus bersemangat bekerja.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·4 menit baca
Selama tiga tahun berjualan telur dadar, baru tiga minggu inilah Praptining Utami (55) mendapatkan bantuan ”asisten”. Pembantu atau asisten tersebut adalah tangan robotik yang membantunya menuangkan kocokan telur ke 12 cetakan wajan panas di atas kompor yang terpasang di sepedanya.
Praptining, yang akrab disapa Prapti, adalah warga Kelurahan Kledung Karangdalem, Kecamatan Banyuurip, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Dia sehari-hari biasa berjualan telur dadar bagi siswa-siswi Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 3 Purworejo, Kelurahan Sucenjurutengah, Kecamatan Bayan, yang berjarak sekitar 500 meter dari rumahnya.
Tangan robotik adalah peranti berbahan akrilik yang sepintas terlihat seperti alat berat pengeruk berukuran mini. Bagian badannya tersambung selang menghubungkan wadah berisi kocokan telur hingga ke ujung alat dengan bagian bawahnya terdapat mulut selang yang siap menyemburkan kocokan telur.
Cukup dengan memencet saklar dan empat tombol di sampingnya, maka kocokan telur akan tersedot dan selanjutnya bagian ujung bergerak menuangkan kocokan telur ke setiap lubang cetakan di wajan. ”Sekarang, dengan alat ini, saya tidak perlu selalu menatap wajan saat menuangkan kocokan telur secara manual,” ujarnya berseri-seri, saat ditemui, Selasa (4/2/2020).
Alat ini adalah inovasi anak kedua Prapti, Agung Budi Wibowo (18). Sekalipun terlihat menarik perhatian, Prapti mengatakan, alat ini sengaja dipakainya bukan karena ingin bergaya ala futuristik.
Dia membutuhkannya karena menderita gangguan penglihatan dan sejak 2015 didiagnosis menderita retinitis pigmentosa, penyakit yang diwariskan secara genetik, sehingga belum bisa disembuhkan. Prapti, yang semula bekerja sebagai karyawan bagian pembukuan koperasi, pun memutuskan berhenti bekerja dan berwirausaha.
Keterbatasan penglihatan membuatnya tidak bisa melihat segala sesuatu di sekelilingnya dengan jelas sehingga dia kesulitan menuangkan kocokan telur ke wajan. ”Untuk menuangkan kocokan telur, saya harus mendekatkan wajah ke wajan. Namun, upaya itu pun sering kali tidak berhasil sehingga kocokan telur yang tak pas di lubang justru berceceran ke mana-mana,” ujarnya.
Menarik pembeli
Kini, berkat tangan robotik buatan anaknya, Prapti lebih mudah bekerja meski dia harus tetap berhati-hati mengoperasikannya. Dia meraba setiap tombol untuk memastikan memencet tombol yang tepat. Tidak hanya memudahkan, tangan robotik tersebut juga menarik minat pembeli. Semakin banyak orang mendekat untuk melihat alat dan membeli telur dadar buatannya, yang dijual Rp 1.000 dan Rp 2.000 per porsi.
Omzet pun akhirnya meningkat dari sebelumnya hanya Rp 25.000-Rp 35.000 per hari kini menjadi Rp 40.000-Rp 50.000 per hari. Prapti menyadari, gangguan penglihatan memang tidak boleh membuatnya menyerah. Sejak 2013, dia terpaksa menjadi tulang punggung keluarga setelah suaminya meninggal. Berdagang pun menjadi satu-satunya pilihan karena dirinya tidak mungkin lagi bekerja di sektor formal.
Prapti menjual telur dadar di depan MIN 3 Purworejo atas saran kerabatnya karena mudah disajikan. Belakangan, pekerjaan ini juga menjadi tidak mudah karena gangguan penglihatan menyulitkannya menuang kocokan telur ke wajan panas. Dia pun meminta pembeli sering kali menuang sendiri kocokan telur ke wajan. Kini, berkat bantuan tangan robot buatan anaknya, Prapti lebih bersemangat berdagang.
Agung merupakan lulusan Jurusan Otomotif Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 1 Purworejo. Dia mengaku, keinginan membantu sang ibu sebenarnya sudah tebersit sejak masih duduk di bangku SMK. Saat itu, dia merasa iba bercampur khawatir karena ibunya sering harus mendekatkan wajah ke wajan saat menuang telur karena gangguan penglihatannya.
”Saya sering kali khawatir, wajah ibu, tanpa disadarinya, akan tersenggol, terkena wajan yang panas,” ujarnya. Sayang, ketika itu, keinginannya terhambat oleh ketiadaan dana untuk membeli peranti dan komponen yang dibutuhkan. Setelah lulus, Agung pun berwirausaha dengan menerima permintaan pemrograman komputer.
Terus berkembang
Akhir tahun lalu, setelah menerima pembayaran dari salah seorang pelanggan, dia pun langsung membuat desain alat dan mengirimkannya ke jasa cetak akrilik untuk dibuatkan tangan robotik. Saat pesanan diterima, Januari lalu, Agung pun langsung membuat program komputer untuk pengoperasian tangan robotik. Setelah semuanya selesai, alat tersebut diberikan dan digunakan ibunya untuk berjualan.
Agung pun tidak cepat puas. Dia masih ingin terus mengembangkan inovasinya. Jika saat ini masih perlu dioperasikan dengan memencet tombol, kini dia tengah berupaya agar alat tersebut bisa dioperasikan dengan menggunakan aplikasi tertentu di gawai Android.
Dia ingin memberikan terobosan cara bagi ibunya untuk berjualan. Tanpa disadari, terobosan itu kini juga memberikan asa baru bagi Prapti, ibunya, untuk terus bersemangat bekerja. Agung ingin lebih banyak orang yang bisa memanfaatkan produk inovasinya. Ketekunannya berinovasi dan menciptakan tangan robot bisa menjadi asa baru bagi mereka yang membutuhkan.