Aksi Bergizi NTB untuk Kurangi Remaja Putri Penderita Anemia
Seorang siswa terutama remaja putri harus meminum 52 tablet tambah darah (TTD) selama setahun atau sekali seminggu per TTD secara berkesinambungan.
Oleh
KHAERUL ANWAR
·3 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat meluncurkan Aksi Bergizi yang menyasar generasi milenial siswa-siswi sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas. Gerakan ini bertujuan mengurangi anemia pada remaja yang prevalensinya relatif tinggi di Nusa Tenggara Barat.
”Berdasarkan Riskesda tahun 2018, anemia pada remaja mencapai 48 persen. Artinya, hampir separuh calon ibu hamil menderita anemia. Ini menjadi tantangan di NTB karena mereka adalah generasi muda yang harus memberikan kontribusi pembangunan bangsa,” ujar Kepala Dinas Kesehatan NTB Nurhandini Eka Dewi di Mataram, Jumat (14/2/2020) sore.
Wujud konkret Aksi Bergizi yang menjadi tema Hari Gizi Nasional Ke-60 itu meliputi empat komponen, yakni sarapan pagi dan minum tablet tambah darah (TTD), literasi, serta perubahan perilaku. Peluncuran dipusatkan di SMAN I Lembar, Lombok Barat, dan berjalan serentak di sembilan kabupaten/kota di NTB, kecuali Kabupaten Lombok karena siswanya libur merayakan acara bau nyale pada Selasa, 18 Februari.
Dalam acara itu, semua siswa SMAN I Lembar berkumpul di halaman sekolah, menyantap bekal sarapan yang mereka bawa, kemudian dibagikan TTD yang mengandung asam folat dan zat besi. Kegiatan itu merupakan tindak lanjut kegiatan sosialisasi, edukasi, dan memberi contoh kepada siswa cara minum TTD pada Juni 2019.
Seorang siswa terutama remaja putri harus meminum 52 TTD selama setahun atau sekali seminggu per TTD secara berkesinambungan. ”Sejak diluncurkan, siswa diminta sarapan dan minum TTD yang disiapkan sekolahnya masing-masing, dan TTD disiapkan pemerintah,” ujar Nurhandini.
Pemberian TTD ditempuh karena tingginya prevalensi anemia remaja putri di NTB. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2005, anemia pada ibu hamil 50,9 persen dan remaja putri 10-14 tahun sebesar 57,1 persen. Pada tahun 2018, sebesar 48 persen remaja putri di NTB menderita anemia.
Wakil Gubernur NTB Sitti Rohmi Djalilah kemudian memotivasi siswa sebagai generasi penerus harus menjaga kesehatan dengan mengonsumsi makanan bergizi. ”Kalian adalah calon pemimpin bangsa, ke depan harus berani bermimpi besar. Calon pemimpin harus menjaga tubuh agar tetap sehat, menjaga pola makan. Tidak perlu (makanan) mahal, yang penting bergizi,” tuturnya.
Anemia adalah kondisi jumlah sel darah merah lebih rendah dari normal. Anemia bisa terjadi apabila sel-sel darah merah tidak mengandung Hb (protein kaya zat besi) yang cukup. Remaja putri mudah terkena anemia, ditandai dengan tubuh mudah lemas dan mudah pingsan karena menstruasi. Kondisi itu disebabkan sel darah yang berkurang dan asupan gizi yang tidak seimbang.
Kearifan lokal
Dalam Aksi Bergizi, selain kebiasaan makan pagi dan minum TTD, juga dilakukan literasi, diskusi, dan dialog seputar anemia, gizi, narkotika, dan kesehatan reproduksi. Dengan cara itu, siswa membangun kebiasaan baik, seperti menjaga kesehatan dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Kepala Seksi Gizi Dinas Kesehatan NTB Luh Swandeni, baru 2.165 sekolah dari 2.844 SMP/SMA di NTB yang sudah mendapat TTD. Adapun dari 280.469 remaja putri di SMP/SMA, sebanyak 220.153 orang sudah mendapat TTD.
Sebenarnya masyarakat di NTB, kata Swandeni, sudah mewarisi cara hidup sehat dengan mengonsumsi sumber daya alam lokal. Di Lombok, misalnya, dikenal istilah kelak moto atau memasak sayur bening berupa daun kelor, daun lembain (bayam), daun turi, dan daun sager. Dedaunan itu dimasak dengan air yang diberi bawang putih, bawang merah, dan garam secukupnya.
”Kebiasaan lain adalah nyampah (sarapan) dan berayan (masing-masing membawa nasi dan lauk-pauk, lalu menyantap makanan masing-masing secara bersama di tempat tertentu). Ini kearifan lokal yang bisa diimplementasikan dalam program perbaikan gizi masyarakat,” ucap Swandeni.