Kewaspadaan Cegah Kebakaran Hutan dan Lahan Ditingkatkan
Badan Restorasi Gambut (BRG) bersiap mencegah kebakaran hutan dan lahan. Selain itu, dalam pertemuan dengan Wakil Presiden Ma’ruf Amin, BRG diingatkan agar upaya restorasi termasuk mengubah perilaku masyarakat.
Oleh
Nina Susilo
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menghadapi musim kemarau, Badan Restorasi Gambut menyiapkan sejumlah langkah untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan di area gambut. Langkah pencegahan itu antara lain dengan memastikan kesiapan sekat kanal dan mengintensifkan patroli. Perusahaan pun didorong untuk terlibat dalam mencegah kebakaran tersebut.
Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) Nazir Fuad menyampaikan hal itu seusai bertemu dengan Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin di Istana Wapres, Jakarta, Jumat (14/2/2020). Dalam pertemuan tersebut, Nazir didampingi Sekretaris BRG Hartono dan beberapa deputi di BRG.
”Jadi memang kita harus melakukan patroli untuk pencegahan kebakaran, memeriksa sekat kanal yang telah kita bangun agar bisa berfungsi maksimal,” ujar Nazir kepada wartawan.
Musim kemarau diperkirakan mulai April 2020. Area yang banyak terdapat lahan gambut, seperti Riau, Jambi, Kalimantan Barat, dan Sumatera Selatan, jadi perhatian utama dalam mencegah kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Presiden Joko Widodo juga meminta agar pencegahan karhutla dilakukan sedini mungkin dalam Rapat Koordinasi Nasional Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan di Istana Negara, Jakarta, Kamis (6/2/2020).
Pemadaman sesegera mungkin ketika muncul satu-dua titik api juga harus segera dikerjakan. Pembiaran titik api sehingga membesar akan menyulitkan penanganan dan memperbesar kerugian.
”Kalau ada api satu saja di desa, segera cari ember padamkan. Jangan sampai meluas. (Kalau meluas), menggunakan air yang berjuta-berjuta ton, tidak menyelesaikan,” ucap Presiden.
Ketika api membesar, apalagi masuk ke lahan gambut, pemadaman akan semakin sulit dilakukan. Sebab, kendati api padam di bagian atas lahan gambut, di bagian bawahnya tetap panas. Asap pun terus keluar. Pemahaman seperti ini diharapkan disampaikan kepada masyarakat. Solusi penanganan dan pencegahan karhutla yang lebih permanen juga perlu dicari.
Sepanjang 2019, area karhutla di Indonesia mencapai 1,592 juta hektar. Hal ini tak jauh berbeda dengan analisis Center for International Forestry Research (CIFOR) pada awal Desember lalu. CIFOR menyebutkan, karhutla pada Januari-Oktober 2019 terjadi di areal seluas 1,64 juta hektar di tujuh provinsi.
Luas area karhutla 2019 meningkat ketimbang 2017 dan 2018. Saat itu, hanya 150.000 hektar hutan dan lahan yang terbakar, sedangkan pada 2018, area karhutla seluas 590.000 hektar.
Presiden Joko Widodo juga meminta agar BRG terus menjaga pembasahan di kawasan gambut, menjaga kanal-kanal, terutama ketika mulai terjadi penurunan muka air pada musim kemarau. Sekat kanal, embung, dan sumur bor juga terus harus dikerjakan.
Penataan ekosistem gambut dalam kawasan hidrologi gambut juga diminta dilanjutkan secara konsisten. Apabila kawasan ini termasuk dalam area konsesi, penjagaan tetap harus dilakukan.
Untuk mendeteksi dini karhutla, menurut Nazir Fuad, BRG bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG), serta Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
Ketika ekosistem gambut mulai kering, ditambah keluarnya peringatan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengenai adanya hari-hari tanpa hujan, tim darat akan langsung diminta berpatroli. Pembasahan juga akan dilakukan ketika wilayah kering meluas. Saat musim kemarau, pembasahan akan dilakukan dengan modifikasi cuaca.
Saat ini, luasan ekosistem gambut yang terbasahi dengan adanya sekat kanal dan sumur bor sekitar 800.000 hektar dari target 900.000 hektar pada 2020. Adapun luasan gambut di lahan konsesi yang sudah memiliki sekat kanal 1,7 juta hektar.
Semua ekosistem gambut ini adalah bagian dari 2,6 juta hektar lahan gambut yang diprioritaskan penanganannya. Secara keseluruhan, lahan gambut di Indonesia tak kurang dari 14,9 juta hektar.
BRG, ujar Nazir, akan melanjutkan penyelesaian sekat kanal, memastikan gambut tetap basah, memperbaiki tata kelola air, dan melibatkan perusahaan-perusahaan yang ada di kubah-kubah gambut. Tata kelola air ini semestinya dalam satu kesatuan ekosistem.
Wapres Amin, kata Nazir, juga mengingatkan bahwa upaya restorasi tidak hanya semata-mata urusan ekologi dan alam, tetapi juga perilaku masyarakat agar semakin peduli dengan gambut. Masyarakat diharapkan menyesuaikan kegiatan ekonominya dengan kaidah-kaidah ekologi gambut.
Oleh karena itu, Wapres mengapresiasi upaya BRG melibatkan berbagai tokoh masyarakat, baik cendekiawan, tokoh agama, maupun tokoh masyarakat.
Wapres Amin juga berharap upaya penanganan gambut berlanjut, baik kegiatan restorasi maupun kelembagaannya. Untuk ini, menurut Nizar, akan dibahas kemudian.