Negatif, Seorang Pasien di Palangkaraya Dipulangkan
RSUD Doris Sylvanus, Palangkaraya, memulangkan satu pasien yang awalnya diduga terinfeksi virus korona jenis baru. Setelah melakukan serangkaian pemeriksaan, pasien tersebut dipastikan tidak terjangkit penyakit itu.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Rumah Sakit Umum Daerah Doris Sylvanus, Palangkaraya, Kalimantan Tengah, memulangkan satu pasien yang awalnya diduga terinfeksi virus korona jenis baru. Setelah melakukan serangkaian pemeriksaan, pasien tersebut dipastikan tidak terjangkit penyakit itu.
Direktur RSUD Doris Sylvanus Yayu Indriaty menjelaskan, pasien yang identitasnya dirahasiakan itu dirujuk dari salah satu rumah sakit swasta di Kalimantan Tengah setelah mendapatkan gejala menyerupai virus korona jenis baru. Ditambah lagi, pasien dan keluarganya baru saja kembali dari Singapura.
Sesuai ketentuan Kementerian Kesehatan, kami ambil sampel lalu mengirimkannya ke Jakarta.
”Setelah pulang dari Singapura, muncul beberapa gejala seperti batuk, pilek, dan sesak napas setelah 14 hari. Sesuai ketentuan Kementerian Kesehatan, kami ambil sampel lalu mengirimkannya ke Jakarta,” ungkap Yayu dalam jumpa pers di Palangkaraya, Jumat (14/2/2020).
Tiga hari setelah sampel dikirim ke Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan, lanjut Yayu, hasilnya menunjukkan pasien tidak terjangkit korona. Setelah mendapatkan hasil itu, pihak rumah sakit mengizinkan pasien pulang dan melakukan rawat jalan. ”Pihak keluarga yang juga baru pulang dari Singapura itu masih dalam pengawasan. Sampai sekarang tidak ada gejala klinisnya,” kata Yayu.
Dokter anak di RSUD Doris Sylvanus, Andar Sitanggang, yang menangani pasien tersebut, mengungkapkan, pasien mengalami batuk berdahak dengan dahak yang sangat banyak dan kental. Selain itu, saat dirujuk, kondisi sel darah putih pasien menurun.
”Awalnya diduga ada pneumonia (radang paru-paru), tetapi setelah diperiksa menyeluruh, tidak ada pneumonia. Jadi, pasien tersebut hanya peradangan pada saluran pernapasan atau radang tonsillitis (amandel),” kata Andar.
Andar menjelaskan, gejala virus korona memang sangat umum dialami oleh masyarakat sehingga membutuhkan pemeriksaan dengan peralatan yang lengkap untuk mengetahui terjangkit virus tersebut atau tidak. Salah satu syarat penentuan penanganan virus korona hanya dilakukan jika terdapat riwayat keluar dari wilayah atau negara terjangkit.
”Pasien dengan gejala yang sama memang ada, tetapi yang sesuai dengan ketentuan kementerian baru satu itu saja. Sebelumnya maupun sampai saat ini belum ada lagi pasien serupa,” kata Andar.
Di Kalteng, sebelumnya, satu pasien meninggal karena sepsis (peradangan seluruh tubuh) pneumonia di Kabupaten Kapuas. Namun, setelah diperiksa dan dilakukan uji kultur, pasien tersebut terjangkit bakteri MRSA, bukan korona. Banyak pasien meninggal karena virus korona mengidap penyakit pneumonia. ”Kasus pneumonia di Kalteng memang banyak, tetapi bukan karena virus korona,” kata Yayu.
Dari data RSUD Doris Sylvanus, pada tahun 2019 terdapat 132 kasus pneumonia dengan jumlah yang meninggal sebanyak 20 orang pada Oktober sampai Desember. Sementara pada tahun 2020, selama bulan Januari, terdapat 48 kasus pneumonia dengan tujuh orang meninggal. Sebagian besar yang dirawat adalah anak berusia satu sampai lima tahun.
”Sampai saat ini kami terus melakukan koordinasi dengan multipihak, seperti pelabuhan, bandara, dan dinas-dinas terkait, agar masuk-keluarnya orang dari negara terjangkit dipantau,” ungkap Yayu.