Penerapan larangan menggunakan plastik sekali pakai di seluruh pasar tradisional dan modern di Balikpapan terkendala belum tersedianya alternatif pembungkus yang fungsi dan harganya sama dengan plastik.
Oleh
Sucipto
·4 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Peraturan tentang larangan menggunakan plastik sekali pakai di seluruh pasar tradisional dan pasar modern sudah diberlakukan di Balikpapan, Kalimantan Timur. Namun, penerapannya terkendala karena pedagang dan pembeli membutuhkan pembungkus alternatif yang fungsi dan harganya sama dengan plastik, terutama untuk membungkus daging, ikan, dan makanan berminyak.
Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi mengumumkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2019 tentang Pengurangan Produk/Kemasan Plastik Sekali Pakai mulai diberlakukan menyeluruh di Balikpapan ketika perayaan Hari Jadi Ke-123 Balikpapan, Senin (10/2/2020). Selain itu, penggunaan styrofoam dan sedotan plastik juga dilarang di pusat perbelanjaan modern dan tradisional.
”Larangan itu juga berlaku di kawasan pendidikan dan wisata yang bernuansa lingkungan,” kata Rizal dalam pidato Hari Jadi Balikpapan saat itu.
Meski demikian, pedagang di pasar tradisional tak bisa serta merta meninggalkan kantong plastik sekali pakai. Di Pasar Klandasan, misalnya, para pedagang masih menggunakan kantong plastik sekali pakai. Bukan karena tak patuh terhadap aturan, tetapi mereka tak punya pilihan lain untuk membungkus barang dagangannya.
Irma (47), pedagang telur, mengaku sudah mengetahui bahwa ada peraturan daerah (perda) yang melarang penggunaan plastik sekali pakai melalui media massa. Namun, ia belum bisa meninggalkan plastik karena telur riskan pecah saat dibawa pembeli.
”Kalau telur asin, bisa tidak pakai pembungkus. Sebab, kalau pecah, kemungkinan tidak mengotori barang lainnya. Namun, kalau telur biasa, bisa pecah dan bikin amis. Hanya kantong plastik yang murah dan antibocor,” tutur Irma, Jumat (14/2/2020).
Selain pedagang telur, kantong plastik juga tidak bisa ditinggalkan oleh pedagang ikan dan daging. Daging-dagingan dan ikan berpotensi mengeluarkan air dan bau yang bisa menempel ke barang belanjaan lain jika ditempatkan dalam satu wadah. Jika menggunakan karton atau koran bekas, air bisa tembus.
Sebaiknya plastik jangan cuma dilarang, tetapi disediakan juga pengganti yang harga dan manfaatnya sama dengan kantong plastik.
Iwan Kurniawan (40), pedagang daging sapi, berharap pemerintah menyediakan alternatif pengganti plastik. Sebab, ia sudah mencari-cari pembungkus lain, tetapi yang harganya murah dan tahan terhadap air hanya kantong plastik.
”Kalau peraturannya melarang penggunaan plastik, saya sepakat saja. Sebaiknya, penggunaan plastik jangan cuma dilarang, tetapi disediakan juga pengganti yang harga dan manfaatnya sama dengan kantong plastik,” kata Iwan.
Sekali belanja kantong plastik, Iwan menghabiskan Rp 30.000 untuk 200 kantong plastik sekali pakai. Biasanya, stok plastik itu habis dalam dua sampai tiga hari. Iwan berharap pemerintah bisa menyediakan pengganti kantong plastik sekali pakai yang harganya tidak jauh berbeda dengan kantong plastik.
Pengganti kantong plastik dan kemasan plastik lainnya juga sulit ditinggalkan Halimah (53), pedagang kue dan gorengan di Pasar Klandasan. Ia selama ini mendapatkan kue dari mitranya. Beberapa kue, seperti risoles, kue lapis potongan, tahu goreng, dan pastel goreng, sudah dibungkus plastik kecil oleh pembuatnya.
Pembeli yang datang juga biasanya hanya membawa tas jinjing untuk menampung semua barang belanjaan, seperti sayur, ikan, dan bumbu masak. ”Biasanya kantong plastik yang memisahkan berbagai barang belanjaan agar tidak tercampur atau bau karena belanjaan lain,” kata Halimah.
Eki Yulia (44), yang tengah berbelanja di Pasar Klandasan, hanya membawa satu tas jinjing untuk belanja rutin di pasar. Sekali berbelanja, ia membeli banyak jenis bahan makanan. ”Kalau dilarang (menggunakan plastik), saya harus terbiasa bawa tempat menyimpan makanan biar bahan makanan yang saya beli tidak tercampur,” katanya.
Saat diterbitkan pertama kali pada Februari 2019, perda larangan penggunaan kantong plastik sekali pakai diberlakukan di 136 ritel. Setelah dihitung, penggunaan kantong plastik berkurang rata-rata 56 ton per bulan atau sekitar 1,9 ton per hari.
Di dalam perda itu, jika ada pedagang yang menggunakan kantong plastik sekali pakai, akan diberi teguran. Jika teguran sudah diberikan tiga kali dan masih menggunakan kantong plastik sekali pakai, pemerintah akan mencabut izin usaha sementara waktu.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Balikpapan Suryanto mengakui, larangan penggunaan kantong plastik sekali pakai tidak bisa serta merta diterapkan di pasar tradisional. Sebab, pedagang juga butuh pengganti yang sifat, harga, dan fungsinya sama dengan plastik, tetapi lebih ramah lingkungan dan bisa digunakan berulang kali.
”Kami saat ini sudah menyiapkan usaha kecil dan menengah untuk mengolah limbah ramah lingkungan yang akan dijadikan pengganti kantong plastik. Tahun ini targetnya sudah bisa diproduksi massal,” kata Suryanto.
Menurut rencana, pengganti kantong plastik itu akan dibagikan secara gratis terlebih dahulu sebagai pembiasaan. Sebelum substitusi kantong plastik tersedia, pemerintah akan melakukan sosialisasi dengan menggandeng duta lingkungan. Suryanto menargetkan sosialisasi selesai pada 2020.