Produk Lahan Gambut di Kalimantan Tengah Bangkitkan Ekonomi Masyarakat
Sebagian warga Kalimantan Tengah yang didampingi Badan Restorasi Gambut bersama Kemitraan mulai memproduksi berbagai macam produk di lahan gambut yang bekas terbakar.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PULANG PISAU, KOMPAS — Sebagian warga Kalimantan Tengah yang didampingi Badan Restorasi Gambut bersama Kemitraan mulai memproduksi berbagai macam produk di lahan gambut yang bekas terbakar. Selain memberikan hasil ekonomi, warga mulai mengurangi aktivitas pengolahan lahan dengan cara membakar.
Di Kelurahan Bahaur Basantan, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, warga membentuk Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Rumah Kelapa. Mereka memproduksi virgin coconut oil (VCO) dan minyak goreng kelapa.
”Sebagian besar masyarakat di sini adalah petani kelapa. Kami bertaruh hidup dengan kelapa. Namun, karena harga kelapa jatuh, mau tidak mau harus buat produksi turunannya agar tetap bisa berusaha,” kata Zainal Arifin (58), Direktur BUMDes Rumah Kelapa di Pulang Pisau, Jumat (14/2/2020).
Zainal bersama 35 anggota dan pengurus Rumah Kelapa mendapat pendampingan dari Kemitraan dan Badan Restorasi Gambut (BRG). Sebagian besar kawasan itu rawan terbakar karena didominasi gambut dengan kedalaman beragam. Aktivitas membuka lahan dengan cara dibakar jadi pemicunya.
Menurut Zainal, setelah dikenalkan berbagai inovasi paket revitalisasi ekonomi, aktivitas membakar sudah tidak dilakukan lagi. ”Ini sudah lumayan memberikan keuntungan meski kami masih berharap sama sawah dan kebun lainnya,” ungkapnya.
Berbagai produk olahan kelapa yang dibuat masyarakat di Desa Peduli Gambut (DPG) ditunjukkan pada Kamis (13/2/2020). Di Kelurahan Bahaur Basantan, kelapa merupakan komoditas utama, sebelum didampingi, mereka hanya menjual buah kelapa tanpa mengolahnya.
Kelompok tani di Desa Purwodadi, Kabupaten Pulang Pisau, juga aktif berinovasi. Mereka membuat sirup jeruk nipis diberi nama Jennirans. Di desa itu jeruk nipis melimpah. Namun, karena buahnya langsung dijual begitu saja, harganya kerap sangat murah.
Fasilitator Desa Purwodadi dari Kemitraan, Nina Rizky, menjelaskan, sirup dibuat kelompok ibu-ibu Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga Melati. Biasanya jeruk nipis dijual dengan harga Rp 90.000-Rp 100.000 per karung berukuran 50 kilogram. Padahal, idealnya Rp 150.000 per karung.
”Karena harganya jatuh, mereka hanya menjual kepada tengkulak. Makanya dicari alternatif lain, salah satunya diolah menjadi sirup,” ujar Nina. Nina menambahkan, warga bisa membuat 45 botol sirup per bulan. Setiap botol berukuran 150 mililiter. Harganya Rp 15.000 per botol.
Karena harganya jatuh, mereka hanya menjual kepada tengkulak. Makanya dicari alternatif lain, salah satunya diolah menjadi sirup.
Bupati Pulang Pisau Edy Pratowo mengungkapkan, pihaknya ikut mempromosikan dan memasarkan inovasi di lahan gambut itu. Beberapa produk, seperti kopi liberika, dari lahan gambut akan dipasarkan di beberapa minimarket.
”Pemerintah pasti bantu. Ini produk masyarakat dan manfaatnya langsung dirasakan masyarakat. Pemerintah pasti memberikan fasilitas,” kata Edy.
Selain minyak dan sirup, data Kemitraan menyebutkan, sedikitnya 48 produk dari lahan gambut dari 46 Desa Peduli Gambut di Kalteng sudah mulai dijual. Sebagian besar lahan masyarakat yang digunakan merupakan lahan atau kebun-kebun yang selama ini diolah dengan cara dibakar.
Deputi Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi, dan Kemitraan BRG RI Myrna Safitri mengungkapkan, program pendampingan ini bentuk revitalisasi ekonomi warga. Saat ini, ada tiga program restorasi gambut di Indonesia, yakni pembasahan lewat sumur bor dan sekat kenal, penanaman kembali, dan revitalisasi ekonomi.
Keuntungan yang didapat, lanjut Myrna, diharapkan bisa dipakai untuk memelihara atau mengoperasikan infrastruktur pencegahan kebakaran, seperti sumur bor dan sekat kanal yang sudah dibangun.
”Harapannya, gambut terjaga karena mengurangi aktivitas tanpa bakar. Tentunya ini akan membuat kegiatan restorasi lebih baik dan gambut terjaga,” kata Myrna.
Total ada 12.100 sumur bor, 2.784 sekat kanal, dan 154 paket revitalisasi ekonomi di Kalteng. BRG RI sudah membangun lebih kurang 8.875 sumur bor dan 2.534 sekat kanal. Selain itu, ada 92 paket revitalisasi ekonomi yang diberikan kepada masyarakat. Tim Restorasi Gambut Daerah juga sudah membuat 3.225 sumur bor, 1.250 sekat kanal, dan 62 paket revitalisasi ekonomi.
”Jika dimanfaatkan dengan bijak, gambut menjadi lahan yang sangat produktif. Dengan revitalisasi ekonomi, masyarakat dampat untungnya, gambut juga terjaga,” kata Myrna.