Warga Natuna, Kepulauan Riau, menginginkan pemerintah pusat segera meningkatkan mutu fasilitas kesehatan di daerah perbatasan tersebut.
Oleh
PANDU WIYOGA
·2 menit baca
RANAI, KOMPAS — Warga Natuna, Kepulauan Riau, menginginkan pemerintah pusat segera meningkatkan mutu fasilitas kesehatan di daerah perbatasan tersebut. Hal itu dirasakan semakin mendesak setelah Natuna dipilih menjadi lokasi observasi 238 orang yang dievakuasi dari Wuhan, China.
Bupati Natuna Abdul Hamid Rizal, Sabtu (15/2/2020), mengatakan, warga sangat berharap pemerintah bisa meningkatkan pelayanan di Rumah Sakit Umum Daerah Natuna dari tipe C menjadi minimal tipe B. Dengan begitu, warga akan lebih mudah mendapat pelayanan kesehatan dari dokter spesialis.
”Natuna berada di perbatasan dan jauh dari lokasi lain. Kami ingin ada pelayanan kesehatan yang memadai di sini supaya warga tidak perlu pergi jauh ketika sakit,” kata Hamid.
Natuna terdiri atas 157 pulau, sebanyak 127 pulau di antaranya belum berpenghuni. Wilayah kabupaten itu 99 persen merupakan lautan. Setiap kali membutuhkan perawatan serius, warga dari pulau-pulau kecil harus menempuh perjalanan laut berjam-jam ke RSUD Natuna di Pulau Natuna Besar.
Pemilihan Natuna menjadi lokasi observasi 238 orang yang dievakuasi dari Wuhan terkait wabah virus korona tipe baru (Covid-19) menyadarkan warga akan pentingnya fasilitas kesehatan memadai. Hal ini juga akan berguna untuk kepentingan masyarakat luas jika nantinya ada gelombang evakuasi lanjutan.
”Kami tidak keberatan kalau yang datang adalah orang sehat. Warga Natuna sekarang sudah memahami dan tidak khawatir lagi,” ujar Hamid.
Menurut dia, penolakan yang sempat terjadi ketika Natuna dipilih menjadi lokasi observasi disebabkan kurangnya sosialisasi. Hal ini harus menjadi pelajaran agar pemerintah pusat selalu melibatkan warga setempat ketika menentukan kebijakan yang berdampak langsung terhadap kehidupan masyarakat luas.
Selain meningkatkan fasilitas kesehatan, warga juga berharap pemerintah bisa membangun bandara dan pelabuhan internasional di Natuna. Industri pariwisata dan perikanan selama ini dinilai gagal berkembang karena daerah itu tidak memiliki akses langsung ke negara lain.
Penolakan yang sempat terjadi ketika Natuna dipilih menjadi lokasi observasi disebabkan kurangnya sosialisasi. Hal ini harus menjadi pelajaran agar pemerintah pusat selalu melibatkan warga setempat ketika menentukan kebijakan yang berdampak langsung terhadap kehidupan masyarakat luas.
”Akses transportasi masih sangat terbatas. Wisatawan yang datang harus transit di Batam. Warga mau ekspor ikan juga harus lewat daerah lain dulu. Hal ini membuat Natuna lambat berkembang,” ucap Hamid.
Terkait kemungkinan Natuna dipilih lagi menjadi lokasi observasi, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengatakan belum dapat memastikan hal itu. ”Kita selesaikan ini dulu kemudian kita tunggu Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) selesai. Setelah itu baru dipikirkan,” katanya.